Lahir dan tumbuh di Seberang Kota Jambi, usaha batik terus menjamur hingga daerah-daerah sekitar. Kisah-kisah baru pun tercipta dari beragam motif yang tercipta.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Goresan batik Jambi terus meluas. Kisah batik yang berawal dari Seberang Kota Jambi mengalir hingga pelosok Negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, melahirkan beragam jenis motif unik dari hulu ke hilir.
Dari kampung batik di kawasan Seberang Kota Jambi, Maryana merantau ke Kabupaten Batanghari menemani sang suami berpindah tugas. Di tempat baru, 23 tahun silam, ia pun merintis usaha batik. Usaha itu perlahan mulai berkembang.
Belakangan, usaha batik bertumbuh pesat dengan bantuan sang putri, Anjani Futri. Maryana mengurus produksi batik, sedangkan Anjani mengelola pemasarannya. Duet ibu dan anak membawa usaha Batik Maryana Jambi kian populer, bahkan menjadi pemain utama di seluruh Kabupaten Batanghari. ”Sekitar 500 lembar batik terjual setiap bulannya,” kata Anjani, Kamis (12/1/2023).
Sejak berlakunya aturan daerah mewajibkan penggunaan batik Jambi di instansi pemerintahan, bisnis itu pun melesat. Anjani dan ibunya yang telah melatih warga sekitar membatik lalu melibatkan mereka mengurus orderan. Setidaknya 20-an pembatik diserap dalam usaha keluarga itu.
Walau batik jambi lahir di ibu kota provinsi, usaha itu terus meluas ke daerah-daerah sekitar. Di Muara Bulian, ibu kota Batanghari yang berjarak 70 kilometer dari Kota Jambi, sudah tercipta 80-an motif batik lokal. Sembilan di antaranya telah memperoleh hak kekayaan intelektual (HaKI) pada 2022.
Sejumlah motif itu di antaranya serentak beregam, daun duku, durian pecah, gulai talang, garudo, dan rotan. ”Yang paling laris adalah motif rotan dan gulai talang karena pernah dipakai oleh beberapa artis,” katanya.
Desainer batik sekaligus pengajar di SMKN 2 Batanghari, Bella Burhan, mengatakan, batik menjadi salah satu jurusan pilihan di sekolah itu. Dibukanya jurusan agar lebih banyak generasi muda yang mau serius mengembangkan usaha batik dan rancangan busana batik di kabupaten itu. ”Dukungan pemerintah daerahnya juga cukup besar untuk pengembangan batik Batangahri,” ujarnya.
Begitu pula baik di Kabupaten Muaro Jambi tumbuh dan berkembang dibawa oleh para perajin asal Seberang. Batik Diana di Kota Jambi kini melebarkan sayap ke kabupaten itu. Begitu pula Batik Duo Serangkai kini berkembang di kawasan Mendalo.
Motif-motifnya menyesuaikan lokalitas. Ada motif Candi Muaro Jambi, Sungai Batanghari, dan durian pecah.
Sementara di Kerinci, batik baru populer dua tahun belakangan setelah datangnya program pelatihan membatik. Instrukturnya juga didatangkan dari kawasan Seberang Kota Jambi.
Para perajin di Kerinci mendesain batiknya dengan motif flora lokal dan aksara kuno incung. Ada lagi motif pucuk kaca, kopi Kerinci, bukit uncang (bukit runcing), bilik (tempat menyimpan gabah), gong, dan juga keris.
Kini telah lahir pula batik Sarolangun, batik Merangin, batik Tebo, serta batik-batik lain menurut nama daerahnya.
Ketua Komite Ekonomi Kreatif Jambi Berlian Santosa mengatakan, sebenarnya tidak masalah jika batik dari Kota Jambi meluas ke daerah-daerah sekitar dan kemudian membentuk identitas sendiri. Perkembangan itu dapat berdampak pada peningkatan ekonomi bagi masyarakat lebih luas.
Namun, ia mengingatkan agar setiap daerah dapat menciptakan diferensiasi batik yang dimiliki. Diferensiasi itu bisa didapat dari bahan baku pewarnanya, motifnya, atau cara pembuatannya.
Misalnya, perajin di wilayah pesisir dapat melahirkan batik bermotif laut atau tumbuh-tumbuhan yang hidup di pesisir. Bisa juga memanfaatkan bahan pewarna alam yang endemik pesisir. ”Misalnya, menggunakan kulit atau buah nipah sebagai bahan pewarna,” katanya.
Ada kebutuhan batik sebagai seragam pegawai baikdisektor pemerintahan, swasta, BUMN, maupun perbankan. (Suti Masniari)
Dari motif yang berbeda akan membawa kisah-kisah berbeda pula pada batik di tiap daerah sehingga menghasilkan karya batik yang kaya akan cerita dan makna filosofis.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Jambi Suti Masniari mengatakan, berbagai aktivitas pascapandemi kembali menggeliat. Bahkan, pada sektor usaha batik di Jambi, potensinya terbilang tinggi dan berkelanjutan. ”Sebab, ada kebutuhan batik sebagai seragam pegawai baik di sektor pemerintahan, swasta, BUMN, maupun perbankan,” ujarnya. Bisa dibayangkan betapa besarnya daya serap batik di seluruh wilayah itu.
BI Perwakilan Jambi pun telah mewajibkan penggunaan kain batik di kantor. Penggunaan batik dijadwalkan dua kali dalam sepekan, yakni Selasa dan Jumat.
Menurut Suti, meskipun batik jambi telah sangat berkembang, masih ada beberapa tantangan yang harus ditangani, di antaranya konsistensi perajin batik memproduksi dengan hasil berkualitas dan berkelanjutan. Selain itu, diversifikasi produk dengan tetap berciri khas lokal. Yang terakhir adalah regenerasi perajin.
Ia pun melihat besarnya peluang yang bisa dikelola. Motif yang khas akan menjadikan batik-batik Jambi unik. Pasar pun akan semakin terbuka, termasuk untuk akses pasar internasional yang menginginkan batik-batik yang bernilai historis dan budaya.
Namun, Anjani mempersoalkan motif-motif batik lokal mulai dijiplak oleh usaha konfeksi. Salah satunya adalah motif ikan tapa yang merupakan ikan endemik di Batanghari. ”Motifnya dijiplak lalu diproduksi mesin cetak skala besar di Jawa untuk dibawa ke Batanghari,” ujarnya. Praktik tersebut, katanya, bisa menurunkan nilai batik. Produksi batik bermotif ikan tapa terpaksa distop karena nilainya menjadi jatuh.