Aparat kepolisian mulai memeriksa pemilik lahan yang terbakar di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Pemeriksaan dilakukan untuk mengungkap apakah ada dugaan tindak pidana terkait kebakaran lahan itu.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Aparat kepolisian mulai memeriksa pemilik lahan yang terbakar di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, beberapa waktu lalu. Pemeriksaan dilakukan untuk mengungkap apakah ada dugaan tindak pidana terkait kebakaran lahan tersebut.
Sejak awal tahun ini, kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah memang mulai muncul kembali. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Kalteng, kebakaran lahan sedikitnya terjadi di empat kabupaten.
Luas lahan di Kabupaten Kotawaringin Barat yang terbakar mencapai 21 hektar, di Kabupaten Kotawaringin Timur seluas 1,87 hektar, di Barito Utara 1 hektar, dan Kota Palangkaraya mencapai 0,82 hektar. Total luas lahan terbakar mencapai 24,69 hektar atau sama dengan luas 24 kali lapangan sepak bola.
Kabupaten Kotawaringin Barat menjadi daerah dengan titik api terbanyak dan luas lahan terbakar terluas di Kalteng. Oleh karena itu, pihak kepolisian pun mulai melakukan penyelidikan.
Kepala Kepolisian Resor Kotawaringin Barat Ajun Komisaris Besar Bayu Wicaksono menjelaskan, penyelidikan dilakukan di beberapa lokasi kebakaran lahan, yakni di Desa Natai Baru, Desa Kumpai Batu Bawah, dan Desa Tatas di Kecamatan Arut Selatan. Selain penyelidikan di lokasi, aparat juga melakukan pemeriksaan terhadap pemilik lahan.
”Untuk memudahkan penyelidikan, kami sudah beri garis polisi di lokasi terbakar. Sampai saat ini prosesnya masih dalam pemeriksaan saksi, belum ada tersangka,” kata Bayu saat dihubungi dari Palangkaraya, Selasa (10/1/2023).
Bayu menjelaskan, pihaknya juga telah memberikan imbauan kepada masyarakat untuk tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. ”Kalau ada ditemukan unsur kesengajaan, pasti akan kami tindak tegas,” katanya.
Imbauan serupa disampaikan Gubernur Kalteng Sugianto Sabran. Ia meminta masyarakat untuk waspada terhadap bencana asap yang bisa ditimbulkan jika kebakaran hutan dan lahan melanda.
Sugianto juga meminta pemerintah kabupaten/kota di Kalteng untuk mewaspadai munculnya titik api di wilayah rawan terbakar. Ia juga meminta agar pengawasan dan pemantauan dilakukan secara berkala.
”Langkah antisipasi harus dilakukan mengingat karhutla (kebakaran hutan dan lahan) sudah terjadi di beberapa daerah. Saya minta bupati dan wali kota di Kalteng dapat menjaga dan memantau wilayah yang rawan,” kata Sugianto.
Untuk memudahkan penyelidikan, kami sudah beri garis polisi di lokasi terbakar.
Antisipasi karhutla, lanjut Sugianto, bisa dilakukan dengan memeriksa kembali sarana dan prasarana di daerah. Selain itu, manajemen tanggap darurat serta kemampuan dalam melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana secara cepat dan tanggap harus selalu ditingkatkan.
”Edukasi kepada masyarakat juga penting, tentunya dengan pendekatan persuasif dan terukur. Mulailah dari lingkup terkecil, yakni keluarga, agar informasi dan sosialisasi tentang kebencanaan dapat diterima dengan baik oleh seluruh elemen masyarakat,” kata Sugianto.
Prakirawan Stasiun Meteorologi Palangkaraya, Chandra Mukti, menjelaskan, saat ini sebagian besar wilayah Kalimantan Tengah masih berada pada musim hujan disertai fenomena La Nina atau meningkatnya intensitas hujan. Kondisi itu diperkirakan berlangsung sampai Maret 2023. Di Kalteng, kondisi La Nina dinilai masih dalam kategori rendah.
”Musim kemarau di Kalteng biasanya baru mulai akan muncul pada Mei hingga Juli. Kami juga terus berkoordinasi dengan lintas instansi untuk prediksi cuaca,” kata Chandra.