Tiga Pekan Berhenti karena Gelombang Tinggi, Nelayan Kupang Kembali Melaut
Setelah tiga pekan berhenti akibat gelombang tinggi, kini para nelayan di Kota Kupang kembali melaut. Stok ikan segar pun diperkirakan bakal segera bertambah.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Warga melintas di Tempat Pendaratan Ikan Oeba di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (7/1/2023). Tempat tersebut merupakan tempat pendaratan ikan terbesar di Kupang.
KUPANG, KOMPAS — Setelah tidak melaut selama tiga pekan akibat gelombang tinggi, nelayan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, kembali melaut pada Senin (9/1/2023) ini. Pasokan ikan segar di pasaran pun diperkirakan akan bertambah karena para nelayan kembali melaut seiring gelombang tinggi yang telah mereda.
”Malam nanti kami mulai mencari ikan lagi sehingga besok pagi sudah ada pendaratan lagi. Hampir semua kapal keluar mulai tadi pagi,” kata Tony (34), salah seorang nelayan di Kota Kupang, Senin petang.
Tony merupakan nelayan dengan pangkalan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Oeba, Kota Kupang. Di situ, terdapat sekitar 150 unit kapal ikan dengan ukuran paling kecil 15 gross ton (GT) hingga 30 GT. Jenis kapal terdiri dari kapal mancing dan kapal jaring.
Kapal-kapal itu biasanya mencari ikan ke Teluk Kupang, Laut Sawu, Laut Timor, Laut Arafura, hingga Samudra Indonesia. Sebagian besar kapal hanya mencari ikan selama satu malam. Namun, ada juga kapal yang beroperasi selama lebih dari satu bulan, baru kemudian kembali ke pangkalan.
Sebuah kapal ikan hancur di Tempat Pendaratan Ikan Oeba di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Sabtu (7/1/2023). Kapal berukuran 30 gross ton itu dihantam gelombang tinggi pada akhir Desember 2022 lalu.
”Kami pakai jaring untuk menangkap ikal pelagis kecil, seperti kombong dan tongkol. Satu malam, kami pulang memang. Pasaran kami adalah untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari. Kalau kapal besar biasanya cari tuna untuk ekspor,” ujar Tony.
Mulai Selasa (10/1/2023) pagi besok, di TPI Oeba diperkirakan sudah mulai ramai dengan pendaratan dan pelelangan ikan. Jumlah ikan yang dilelang di tempat itu rata-rata 10 ton per hari. Ikan dari TPI itu dibeli pedagang, kemudian dijual ke sejumlah pasar tradisional di Kota Kupang.
Kapal-kapal itu biasanya mencari ikan ke Teluk Kupang, Laut Sawu, Laut Timor, Laut Arafura, dan Samudra Indonesia.
Berdasarkan pantauan Kompas di Pasar Kasih Naikoten, Kota Kupang, Senin siang, ikan yang dijual kebanyakan merupakan stok lama yang ditampung menjelang akhir tahun 2022. Kondisi ikan-ikan itu tidak lagi sehat. Hal itu tampak dari kondisi mata ikan yang memerah dan kepalanya membusuk. Selain itu, tercium aroma tidak sedap juga.
Di sisi lain, harga ikan juga masih tiga kali lipat dibandingkan harga normal. Satu ekor ikan cakalang berbobot 1 kilogram (kg) yang biasanya dihargai Rp 10.000, kini dijual Rp 30.000. Pengunjung pun akhirnya enggan membeli ikan. "Mungkin besok harga sudah turun dan ikan juga lebih segar, " ujar Into (23), salah seorang pedagang di Pasar Kasih Naikoten.
Kondisi ikan yang dijual di Pasar Kasih Naikoten, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Rabu (4/1/2023). Cuaca buruk menyebabkan pasokan ikan dari nelayan terhenti.
Menunggu tuna
Di sisi lain, usaha pengolahan sei dari ikan tuna di Kota Kupang belum bisa beroperasi karena kekurangan pasokan ikan tuna. Nanang Triatmojo (43), produsen sei tuna, mengatakan, pasokan tuna akan tersedia di TPI paling cepat satu hingga dua pekan ke depan karena menunggu datangnya kapal tuna.
Di tengah kondisi tersebut, pesanan sei tuna terus berdatangan dari luar Kota Kupang. ”Kami tunggu tuna segar kelas premium agar kualitas sei tuna tetap bagus,” ujar Nanang. Untuk satu kali proses pembuatan sei tuna, dibutuhkan paling sedikit 50 kg daging tuna.
Sei tuna kini memang menjadi pilihan para pencinta kuliner sei. Sei merupakan metode pengolahan daging ala suku Timor. Pengolahan dilakukan dengan cara pemanggangan menggunakan bara kayu api.
Dalam pembuatan sei, daging digelar di atas kayu. Pengelolahan sei tanpa peralatan besi dan menggunakan bahan pengawet serta bumbu alamiah.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Sei ikan tuna hampir matang di tempat pengolahan di Kelurahan Bello, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Desember 2022. Sei tuna belum banyak ditemukan di kota itu.
Sementara itu, informasi dari situs resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, tinggi gelombang laut sudah mereda. Di sisi selatan Kota Kupang, gelombang laut yang semula mencapai 6 meter, kini tidak lebih dari 1,5 meter.
Kendati demikian, BMKG selalu mengingatkan agar pengguna transportasi laut dan para nelayan selalu waspada akan potensi perubahan cuaca secara cepat. Apalagi, saat ini, wilayah Kota Kupang tengah dalam musim hujan hingga akhir Maret atau awal April.