Tol Trans-Sumatera Dimanfaatkan untuk Jalur Peredaran Burung Ilegal
Lampung menjadi jalur transit untuk peredaran satwa liar ilegal, khususnya burung kicau asal Sumatera yang marak dikirim ke Jawa. Pengedar memanfaatkan tol untuk lolos dari pemeriksaan petugas di wilayah perbatasan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Provinsi Lampung menjadi jalur transit untuk peredaran satwa liar ilegal, khususnya burung kicau asal Sumatera yang marak dikirim ke Jawa. Jaringan pengedar memanfaatkan jalan tol untuk lolos dari pemeriksaan petugas di wilayah perbatasan antarprovinsi.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Flight Protecting Indonesia Birds, sepanjang tahun 2022 ada 34.514 burung liar ilegal yang hendak diperdagangkan secara ilegal disita di Lampung. Jumlah itu setara dengan 53,3 persen total 64.714 ekor satwa liar yang disita dari banyak wilayah di Indonesia.
Direktur Eksekutif Flight Protecting Indonesia Birds Marison Guciano mengungkapkan, Lampung menjadi daerah tertinggi penyitaan satwa liar di Indonesia. Dari 165 kali kasus penyitaan, sebanyak 50 kali penyitaan dilakukan di Lampung. Sebagian besar burung liar itu disita petugas gabungan saat melakukan pemeriksaan di pintu masuk Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan.
”Selain melalui Pelabuhan Bakauheni, ada pintu-pintu keluar lain yang bisa dimanfaatkan untuk pengiriman burung ilegal, seperti pelabuhan-pelabuhan kecil di pesisir Lampung Selatan,” kata Marison saat acara diskusi bertajuk ”Pemberantasan Perdagangan Satwa Ilegal di Lampung”, Kamis (5/1/2023), di Bandar Lampung.
Menurut dia, sebagian besar burung liar yang diperdagangkan secara ilegal itu diburu dari wilayah hutan di Sumatera, antara lain dari Bengkulu, Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. Modus yang digunakan adalah menitipkan burung-burung liar itu pada bus antarkota antarprovinsi atau menyewa minibus.
Dari hasil investigasi Flight, ada sekitar 200 pedagang besar yang terlibat dalam perdagangan satwa liar secara ilegal. Jaringan ini memanfaatkan Lampung sebagai daerah transit pengiriman burung ilegal. Burung-burung tersebut biasanya dikemas ulang sebelum dikirim ke Jawa.
Ia memprediksi praktik perdagangan burung ilegal akan marak karena permintaan burung kicau di Jawa cukup tinggi. Selain untuk hobi, sebagian besar masyarakat di Jawa menganggap memelihara burung menjadi bagian dari kebiasaan dan budaya masyarakat.
Subkoordinator Karantina Hewan Balai Pertanian Kelas I Bandar Lampung Akhir Santoso mengatakan, tidak mudah menangkap pemilik atau pemesan burung ilegal tersebut. Pasalnya, pelaku biasanya berkomunikasi secara terputus dengan sopir yang dititipi barang.
Jalan tol diduga sengaja dipilih untuk menghindari pemeriksaan petugas di wilayah perbatasan antarprovinsi di Sumatera.
Menurut dia, pengirim memanfaatkan jalan tol Trans-Sumatera untuk jalur pengiriman. Jalan tol diduga sengaja dipilih untuk menghindari pemeriksaan petugas di wilayah perbatasan antarprovinsi di Sumatera.
”Di daerah perbatasan semestinya ada titik pengecekan oleh petugas atau pemerintah daerah setempat. Namun, semenjak ada jalan tol, pengiriman banyak dilakukan lewat sana agar bisa lolos dari pemeriksaan petugas,” katanya.
Untuk itu, pihaknya mengintensifkan penjagaan dan pemeriksaan di Pelabuhan Bakauheni. Selama tiga tahun terakhir, pihaknya bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu, Polda Lampung, dan Flight, untuk melakukan penindakan dan penyitaan.
Irhamuddin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu menuturkan, pihaknya berupaya sesegera mungkin melepasliarkan burung liar ke alam untuk keselamatan satwa. Wilayah yang menjadi lokasi pelepasliaran di Lampung adalah Lembaga Konservasi Lembah Hijau dan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad mengungkapkan, selama empat tahun terakhir terdapat 46 kasus tindak pidana perdagangan satwa ilegal yang ditangani Polda Lampung. Selain burung, Polda Lampung juga pernah mengungkap jaringan perdagangan 33 kilogram sisik trenggiling senilai lebih dari Rp 1 miliar.