Satu dekade terakhir, kuliner sei berkembang pesat di Kota Kupang. Berbagai jenis daging dapat diolah menjadi sei, termasuk ikan tuna. Tak salah jika kota ini disebut Kota Sei.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN, KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Proses pengolahan sei ikan tuna di Kelurahan Bello, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Desember 2022. Pengolahan ikan tuna membuat kuliner sei lebih bervariasi.
Daging sei di kampung Baun telah menginspirasi banyak orang terjun ke bisnis kuliner. Di Kota Kupang yang terpaut sekitar 25 kilometer dari Baun, aroma daging sei merebak di mana-mana. Sei mengepung dari berbagai titik strategis di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur itu.
Nanang Triatmojo (43), warga Kelurahan Bello, salah satu yang tertarik dengan olahan sei. Beberapa kali terlibat mempromosikan daging sei sapi dari salah satu rumah pengolahan di Kupang, ia lalu mencoba usaha sendiri. Alasannya, bisnis kuliner sei menjanjikan.
"Ketika kunjungan Presiden Joko Widodo ke Kupang pada Maret 2022, saya membawa daging sei sapi untuk dihidangkan pada saat jamuan makan malam. Ternyata banyak yang suka dengan sei. Setelah itu, orderan terus berdatangan," kata Nanang.
Beberapa pelanggan pun menyarankan kepadanya agar olahan sei lebih bervariasi. Nanang menangkap peluang itu. Tidak menggunakan daging babi atau sapi seperti kebanyakan di Kota Kupang, Nanang memilih ikan tuna. Alasannya, sei tuna bisa untuk semua kalangan.
Dari sisi kesehatan, tuna unggul dengan tidak adanya kandungan kolesterol jahat seperti yang ada di dalam daging sapi atau babi. Banyak orang berusia di atas 50 tahun yang menghindari makanan berkolesterol tinggi, bisa memilih sei tuna.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Daging tuna sebelum diolah menjadi sei di Kelurahan Bello, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Desember 2022.
Tuna juga tinggi protein, omega-3, dan banyak nutrisi lain yang berguna bagi kesehatan tubuh. Tekstur tuna berwarna kemerahan mirip daging hewan di darat membuat banyak orang melabeli tuna dengan sebutan steak dari laut.
Bahan baku tuna diperoleh langsung dari tempat pendaratan ikan di Pasar Oeba, Kota Kupang. Banyak kapal penangkap tuna di Laut Timor, Laut Sawu, dan Laut Flores, mendaratkan tuna di Kupang. Tuna dengan kualitas premium dikemas lalu diekspor ke Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan China.
Tuna yang didaratkan pas diolah menjadi sei. Nanang membeli tuna dalam bentuk gelondongan lalu diiris memanjang. Berbeda dengan daging babi atau sapi, mengiris tuna perlu hati-hati sebab serat dagingnya lebih lembut. Selanjutnya, daging tuna ditaburi bumbu alamiah seperti garam dan asam.
Menemukan formula
Berbekal pengalaman dan referensi dari internet, Nanang memberanikan diri bereksperimen menemukan formula yang tepat dalam mengolah sei tuna. Daging tuna digelar di atas kayu dan dipanggang menggunakan bara api dari kayu kesembi. Setelah matang, sei tuna ditutup dengan daun pisang hingga dingin.
Sei tuna siap santap itu dikemas lalu diedarkan. Jika disimpan dalam lemari pendingin, kualitas sei tuna bisa terjaga hingga satu bulan bahkan lebih. "Beberapa kenalan dari Jawa sudah memesan sei tuna. Selama ini mereka pikir di Kupang hanya ada sei babi dan sei sapi," kata Nanang yang berasal dari Boyolali, Jawa Tengah itu.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Kayu kesambi digunakan untuk memanggang ikan tuna di Kelurahan Bello, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Desember 2022.
Pengolahan sei tuna milik Nanang hanyalah satu dari begitu banyak tempat produksi sei di Kota Kupang. Kebanyakan didominasi sei dari daging babi, kemudian sapi. Rumah makan sei daging babi misalnya, nyaris tidak pernah sepi sepanjang hari. Pada jam makan siang penuh dengan pagawai kantoran.
Beberapa restoran khusus sei babi sampai kehabisan makanan sejak siang atau sore. Jika ada pun paket makanannya tidak lagi lengkap. Dikatakan lengkap bila tersedia daging sei, sate, kuah, dan aneka sayuran. Pengunjung yang datang malam hari sebaiknya memesan terlebih dahulu.
Beberapa kenalan dari Jawa sudah memesan sei tuna. Selama ini mereka pikir di Kupang hanya ada sei babi dan sei sapi (Nanang)
Pada malam harinya, daging sei dijajakan di sepanjang jalan pusat kota mulai dari kawasan Sikumana, Oepura, Naikoten, Tofa, Kuanino, Merdeka, Tuak Daun Merah, Oepoi, Walikota, Oebobo, dan Oesapa. Kawasan itu padat permukiman dan sekaligus pusat perbelanjaan.
Beberapa tenda warung di tepi jalan, pengunjung mengantre hingga ada yang sampai berdesakan. Bahkan ada yang tidak kebahagian. "Sebagian besar orang di kota ini suka makan sei. Di pinggir jalan ini puluhan penjual, dan dagangan mereka selalu habis," ujar Kristi (34), penjual sei di tepi Jalan Soeharto, Oepura.
Penjualan sei yang dimulai dari kampung Baun perlahan mengubah pilihan makanan masyarakat di kota berpenduduk lebih kurang 450.000 jiwa itu. Sei mulai meramba masuk kota sekitar 20 tahun silam dan semakin dominan dalam 10 tahun terakhir. Kini menjadi kuliner nomor satu.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Sei ikan tuna hampir matang di tempat pengolahan di Kelurahan Bello, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Desember 2022. Sei tuna belum banyak ditemukan di kota itu.
Di sisi lain, warung makan ala masakan Padang dan warung masakan Jawa tidak tumbuh pesat melainkan malah tergeser. Bahkan ada yang ditutup. Sebagian pasar mereka beralih ke sei. Jika dihitung jumlah tenda penjualan makanan sepanjang Jalan Soeharto pada malam hari, keberadaan warung bukan sei tidak sampai 5 persen.
Komoditas
Pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Tuti Lawalu berpendapat, sei menjadi komoditas yang berpengaruh signifikan dalam menggerakkan perekonomian di Kota Kupang. Hal itu terlihat dari banyaknya warung makan atau restoran sei di kota tersebut. Jumlahnya menembus seratus.
"Hitung saja berapa banyak orang yang kerja di warung atau restoran, berapa banyak penjual daging, dan berapa banyak orang yang beternak. Efek ekonomi dari cukup besar. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah memperkuat sebab kebanyakan dari pelaku ini tergolong usaha kecil, " kata Tuti.
Kepada pelaku usaha didorong agar pengelolaan sei tidak hanya fokus pada daging babi atau daging sapi saja. Perlu diperkuat sei ikan agar bisa dikonsumsi oleh semua kalangan dan memiliki risiko kesehatan yang rendah. Sejauh ini belum ada penelitian yang mengukur dampak kesehatan yang timbul dari konsumsi sei berlebihan.
Selain itu, belum berimbangnya porsi dukungan terhadap promosi sei dan ketersediaan bahan baku. Contohnya, ternak babi yang berulangkali terkenal virus demam babi afrika selama beberapa tahun terakhir. Tampaknya belum ada kebijakan yang serius untuk mencegah dan menanggulangi kasus itu. Peternak masih jalan sendiri.
Dalam 10 tahun terakhir, kuliner sei tumbuh pesat dan menjelma menjadi ikon kuliner di Kota Kupang. Di kalangan tertentu ada anggapan bahwa belum lengkap berkunjung ke kota itu jika belum mengecapi daging sei. Dalam nada candaan, ada yang menyebut Kupang dengan julukan Kota Sei. Julukan itu sepatutnya menjadi kebanggaan akan kekhasan kuliner Kupang yang kian diakui.