Kecelakaan di Indramayu Tahun 2022, Hampir Setiap Hari Nyawa Melayang
Sebanyak 297 orang tewas atau hampir setiap hari ada nyawa melayang akibat kecelakaan di jalan raya di Indramayu setahun terakhir. Faktor kelalaian manusia kerap jadi penyebab.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Sepanjang 2022 terjadi 583 kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Sebanyak 297 orang tewas atau hampir setiap hari ada nyawa melayang akibat kecelakaan di jalan raya. Faktor kelalaian manusia menjadi penyebab utama insiden itu.
Setahun terakhir, Unit Penegakan Hukum Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Indramayu menangani 583 kecelakaan. ”Jadi, sehari ada dua atau empat kejadian,” ucap Kepala Polres Indramayu Ajun Komisaris Besar Lukman Syarif dalam rilis akhir tahun, Rabu (28/12/2022).
Akibat ratusan insiden itu, sebanyak 297 orang kehilangan nyawa di Indramayu. Artinya, hampir setiap hari terdapat satu korban meninggal karena kecelakaan. Sebanyak 12 orang juga menderita luka berat dan 968 orang luka ringan. Kerugian materiil pun mencapai Rp 1,8 miliar.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah kasus kecelakaan dan korban meninggal tahun ini mengalami penurunan. Pada 2021 tercatat 587 kecelakaan lalu lintas dengan korban jiwa 310 orang. Adapun korban luka berat dan luka ringan tahun lalu terdata 8 orang dan 749 orang.
Dari 583 perkara, termasuk 112 kasus tabrak lari, Unit Gakkum Satlantas Polres Indramayu telah menyelesaikan 560 kasus atau 96 persen dari target. ”Ini keprihatinan buat kita semua. Pengelolaan jalan raya harus jadi perhatian semua pihak, tidak hanya kepolisian,” ucap Lukman.
Berdasarkan hasil evaluasi, korban kecelakaan didominasi pekerja swasta, yakni 754 orang, dan pelajar sebanyak 278 orang. Adapun usia warga yang terlibat kecelakaan dari 16 sampai 30 tahun. Bentuk kecelakaan terbanyak berupa tabrak depan dan tabrak belakang dengan 250 kasus.
”Kecelakaan di Indramayu paling sering terjadi pukul 12 malam (pukul 24.00) sampai 18.00,” ucap Lukman. Ia mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati saat berkendara, termasuk di titik rawan kecelakaan, seperti jalur pantai utara di Sukahaji, Patrol; Lohbener; dan Widasari.
Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Indramayu Ajun Komisaris Angga Handiman menambahkan, kasus kecelakaan juga beberapa kali terjadi di Jalan Tol Cikopo-Palimanan atau Cipali. Bulan lalu, misalnya, tiga nyawa melayang dan tujuh lainnya luka-luka akibat tabrak belakang di Kilometer 139+300.
Pertengahan September lalu, kecelakaan tabrak belakang antara minibus dan truk juga terjadi di Km 135+900. Tiga orang meninggal dan 16 penumpang luka-luka dalam peristiwa itu. Meski demikian, Angga menilai, Km 130 dan sekitarnya bukan titik rawan kecelakaan di Indramayu.
”Pemicu paling banyak kecelakaan di pantura atau tol adalah human error (kelalaian manusia). Misalnya, sopir yang sudah kelelahan dan mengantuk, tetapi dipaksa berkendara. Ada juga kecelakaan karena pengaruh miras (minuman keras),” ucap Angga.
Pantura di Indramayu ini merupakan salah satu titik lelah.
Selain melakukan penyuluhan keselamatan berkendara, pihaknya juga memasang rambu-rambu peringatan di sejumlah titik agar pengemudi berhati-hati. Pihaknya pun berkoordinasi dengan pemangku kebijakan, seperti dinas perhubungan dan pengelola tol, untuk mencegah kecelakaan.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno menilai, pemerintah semestinya menyediakan tempat istirahat yang nyaman di jalur pantura, seperti di jalan tol. ”Pantura di Indramayu ini merupakan salah satu titik lelah,” katanya.
Selama ini, pantura Indramayu menghubungkan jalur arteri dari Jakarta menuju arah Jawa Tengah atau timur. Meskipun mobil pribadi banyak yang beralih ke jalan tol, lanjutnya, jalur pantura tetap menjadi pilihan bagi pengemudi truk angkutan barang karena dinilai lebih terjangkau.
Namun, pengendara di jalur pantura tidak hanya mobil dan truk dengan kecepatan tinggi, tetapi juga pengemudi roda dua hingga becak. ”Yang jadi korban juga banyak warga lokal. Kalau di pantura, kendaraan berat yang menabrak. Kalau di tol, truk yang ditabrak,” ucap Djoko.
Di sisi lain, menurut dia, sebagian besar truk yang melintas di pantura diduga kelebihan muatan dan dimensi. Selain berpotensi menyebabkan kecelakaan, kondisi itu juga dapat mempercepat kerusakan jalan. ”Penerangan jalan juga jadi kendala. Pantura ini ngeri,” katanya.
Djoko pun mendorong pemerintah mengoptimalkan jembatan timbang di Losarang dengan menerapkan teknologi pengukur beban (weigh in motion/WIM) untuk mencegah truk berlebihan muatan. Ia juga menyarankan angkutan barang memanfaatkan jalur kereta ketimbang jalur pantura.