Perajin Sandal Upanat di Borobudur Jajaki Peluang Pasar Baru
Para perajin sandal upanat di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mencoba menjajaki peluang pasar baru. Sandal untuk naik ke bangunan Candi Borobudur itu akan coba dijual ke hotel dan pusat oleh-oleh.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Para perajin sandal upanat di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mencoba menjajaki peluang pasar baru. Sandal upanat sebenarnya dibuat untuk alas kaki pengunjung yang naik ke bangunan Candi Borobudur. Namun, karena kunjungan ke bangunan Candi Borobudur belum jelas kapan dibuka, para perajin sandal upanat mencoba menjajaki penjualan kepada pihak lain.
”Karena kunjungan ke bangunan Candi Borobudur tidak cukup bisa sepenuhnya diandalkan menjadi pasar sandal upanat, kami harus tetap berupaya mencari-cari peluang pasar lainnya,” ujar Noeryanto, Ketua Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) Borobudur Manunggaling Roso, Minggu (25/12/2022).
BUMDesma Borobudur Manunggaling Roso adalah badan usaha milik bersama dari 20 desa se-Kecamatan Borobudur. BUMDesma ini menjadi lembaga yang berperan sebagai koordinator pengelola produksi dan pemasaran sandal upanat, dengan melibatkan badan usaha milik desa (BUMDes) dari 20 desa di Kecamatan Borobudur.
Sandal upanat adalah sandal khusus dengan sol lunak yang pembuatannya digagas oleh Balai Konservasi Borobudur (BKB). Sandal itu menjadi alas kaki yang wajib dikenakan oleh pengunjung yang akan naik ke bangunan Candi Borobudur. Kewajiban memakai sandal itu diberlakukan demi alasan konservasi batuan Candi Borobudur.
Pelatihan pembuatan sandal upanat sudah intens dilakukan BKB sejak dua tahun lalu. Namun, karena hingga saat ini kunjungan ke bangunan Candi Borobudur belum dibuka, produksi sandal pun belum dilakukan secara kontinu.
Noeryanto mengatakan, dari hasil penyaringan yang dilakukan sebelumnya, sudah ada 40 perajin yang bisa membuat sandal upanat sesuai spesifikasi yang ditentukan. Masing-masing mampu memproduksi 25-200 pasang sandal per hari.
Karena kunjungan ke bangunan Candi Borobudur tidak cukup bisa sepenuhnya diandalkan menjadi pasar sandal upanat, kami harus tetap berupaya mencari-cari peluang pasar lainnya.
Noeryanto menambahkan, meskipun nantinya kunjungan ke bangunan Candi Borobudur telah dibuka, hal itu tidak cukup bisa diandalkan untuk penjualan sandal upanat. Pasalnya, pembukaan kunjungan itu akan diikuti dengan kenaikan harga tiket masuk untuk membeli sandal dan menyewa pemandu wisata.
”Dengan adanya tambahan biaya-biaya tersebut, belum tentu wisatawan akan memutuskan naik ke bangunan candi dan membeli sandal,” ujarnya.
Kondisi itulah yang membuat para perajin sandal upanat berupaya menjajaki potensi pasar baru. Menurut Noeryanto, pihaknya akan mencoba menawarkan penjualan sandal tersebut ke hotel-hotel. Selain itu, sandal upanat juga akan dicoba dijual di gerai oleh-oleh di kawasan Borobudur.
Ia mengatakan, sampai saat ini baru ada satu hotel yang berminat untuk membeli upanat. Namun, karena harga pembelian yang ditetapkan relatif murah, spesifikasi sandal untuk hotel itu akan disesuaikan dengan harga yang disepakati.
Harga pembelian sandal upanat oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko ditetapkan Rp 50.000 per pasang. Dari BUMDes di setiap desa, BUMDesma akan membeli dengan harga Rp 42.000 per pasang.
Dari sisa selisih harga sebesar Rp 8.000 per pasang sandal tersebut, sebesar Rp 1.000 nantinya akan diberikan sebagai keuntungan BUMDes. Sisanya akan diberikan untuk pendapatan asli desa serta tambahan biaya operasional atau bantuan modal awal bagi perajin untuk mengerjakan tambahan pesanan sandal baru.
Santoso, salah seorang pengunjung Candi Borobudur, menyatakan tak keberatan jika harga tiket masuk ke candi itu dinaikkan. Namun, pengunjung asal Jakarta itu menyebut, alasan kenaikan harga tersebut harus masuk akal.
Meski begitu, ia berharap besaran harga tiket yang nantinya diterapkan tetap terjangkau. Dengan begitu, masyarakat yang ingin naik ke bangunan Candi Borobudur tidak terlalu terbebani.
Direktur Pemasaran, Pelayanan, dan Pengembangan Usaha PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Hetty Herawati mengatakan, pihaknya tengah membahas prosedur operasi standar (SOP) kunjungan ke bangunan Candi Borobudur.
Pembahasan dilakukan bersama sejumlah pihak lain, misalnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Kementerian Badan Usaha Milik Negara; serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Sebelum SOP selesai dibahas, kunjungan ke bangunan Candi Borobudur belum bisa dibuka. Meski begitu, Hetty mengatakan, sejauh ini pembahasan SOP sudah mengerucut pada sejumlah hal yang telah disepakati bersama.
Beberapa kesepakatan itu berupa pembatasan jumlah wisatawan di bangunan candi dan kewajiban memakai sandal upanat untuk naik ke bangunan Candi Borobudur.