Perusahaan Klaim Sudah Jalankan Prosedur Sebelum Terjadi Ledakan di Tambang
PT Nusa Alam Lestari mengklaim para pekerja sudah menjalankan SOP sebelum terjadi ledakan di lubang tambang batubara yang menewaskan sepuluh pekerja di Kota Sawahlunto, Sumbar.
PADANG, KOMPAS — PT Nusa Alam Lestari mengklaim para pekerja sudah menjalankan prosedur standar operasi atau SOP sebelum terjadi ledakan di lubang tambang batubara yang menewaskan sepuluh pekerja di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Investigasi tengah dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti kecelakaan tersebut.
Ledakan di lubang tambang SDC 2 yang berlokasi di Desa Salak, Kecamatan Talawi, itu terjadi pada Jumat (9/12/2022) sekitar pukul 08.30. Total ada 10 pekerja tewas, 1 pekerja luka bakar serius, dan 3 pekerja luka ringan.
Kepala Teknik Tambang PT Nusa Alam Lestari (NAL) Dian Firdaus, di Padang, Selasa (13/12/2022), mengatakan, sebelum kejadian, pengawas operasional sekitar pukul 07.30 mengecek keamanan lubang. Pengecekan ini mulai dari kandungan gas berbahaya, sistem penyangga, hingga sistem ventilasi. Semuanya dalam kondisi aman.
Hasil pengecekan kondisi udara di lubang pada Jumat pagi itu, antara lain, kadar oksigen (O2) 20,09 persen atau normal (minimal 19,5 persen), kandungan karbon dioksida (CO2) 0 persen, metana (CH4) 0 persen, dan hidrogen sulfida (H2S) 0 persen. Detektor gas juga dipastikan berfungsi dan dikalibrasi sekali enam bulan. Begitu pula dengan sistem penyangga dan sistem transportasi juga aman.
Setelah dipastikan aman, kata Dian, pengawas mempersilakan pekerja masuk ke dalam lubang. Ada 14 pekerja masuk dengan dua lori, yaitu lori pertama membawa 8 orang dan lori kedua mengangkut 6 orang. Berselang 10-15 menit kemudian, terjadi ledakan di dalam tambang. Empat pekerja bisa keluar menyelamatkan diri dengan lori pertama, sisanya tertinggal.
”Kami mulai persiapan melakukan investigasi kenapa ledakan ini terjadi. Karena standar (SOP) yang kami laksanakan (tetapkan) sudah terpenuhi. Kami mulai melakukan investigasi mencari apa penyebabnya,” kata Dian.
Baca juga: Total Sepuluh Pekerja Tewas dalam Ledakan Tambang Batubara di Sawahlunto
Dian melanjutkan, tim investigasi baru mendapat izin untuk masuk ke lubang dari kepolisian dan inspektur tambang pada 12 Desember. Investigasi dilakukan oleh internal perusahaan dan eksternal dari pemerintah, salah satunya inspektur tambang Kementerian ESDM.
Hal pertama yang dilakukan tim, kata Dian, adalah mengoperasikan sistem ventilasi untuk mendelusikan gas-gas berbahaya. Selanjutnya, memperbaiki sistem penyangga karena ada ambrukan di lubang pasca-ledakan. Setelah itu, baru investigasi dilakukan.
Menurut Dian, proses investigasi diperkirakan berlangsung sekitar satu bulan. Sebab, pemasangan penyangga butuh waktu lama akibat adanya ambrukan di dalam lubang tambang.
Sebelum ledakan Jumat kemarin, kejadian serupa terjadi di lubang tambang PT NAL pada 26 Juli 2016. Saat itu ada tiga pekerja tewas dan dua pekerja luka-luka akibat ledakan di lubang tambang.
Dian berjanji perusahaan akan melakukan evaluasi agar tidak terjadi lagi kecelakaan tambang. ”Setelah hasil investigasi keluar, kami akan mulai evaluasi apa saja kendala, masalah, atau penyebab kecelakaan tersebut. Kami evaluasi, baik analisis keselamatan kerjanya maupun sistem dan SOP yang berlaku,” ujarnya.
Kami akan jerat dengan sanksi pidana jika ditemukan unsur kelalaian.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar Komisaris Besar Dwi Sulistyawan mengatakan, sejauh ini polisi sudah memeriksa delapan saksi dalam insiden di PT NAL. Para saksi itu, antara lain, pihak perusahaan dan pekerja yang selamat.
Dwi menyebut, sejauh ini belum ada indikasi kelalaian. Namun, kepala teknik tambang menjelaskan, ledakan di dalam lubang kemungkinan terjadi karena adanya pertemuan percikan api dan gas metana. Di lokasi tambang tersebut memang banyak gas metana. ”Kami sedang mengecek sumber apinya dari mana. Apakah memang ada tindakan di luar SOP atau ada kelalaian dari petugas tambang, termasuk pegawainya,” katanya.
Perkiraan sementara, ucap Dwi, percikan api berasal dari alat tambang jack hammer. Adapun gas metana muncul belakangan, diperkirakan terjadi saat aktivitas pengambilan batubara sedang berlangsung. ”Kami akan jerat dengan sanksi pidana jika ditemukan unsur kelalaian,” ujarnya.
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mendesak pemerintah pusat membentuk tim investigasi independen atas ledakan tambang batubara di PT NAL. Kepala Bidang Sumber Daya Alam (SDA) LBH Padang Diki Rafiqi mengatakan, jangan sampai insiden ini dijadikan sekadar musibah karena diduga kuat ada kesalahan pemilik izin tambang.
LBH Padang menduga ada kesalahan fatal yang dilakukan oleh pemilik usaha pertambangan. Kecelakaan tidak akan terjadi seandainya dokumen lingkungan dijalankan, atau sebaliknya, dokumen lingkungan yang sudah disusun tidak mempertimbangkan risiko tersebut.
Baca juga: Tambang Batubara di Sawahlunto Runtuh, Tiga Pekerja Meninggal
”Kami menduga (perusahaan) tidak menjalankan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja terkait nilai ambang batas kimia. Tentu saja tambang dalam memiliki risiko yang tinggi bertemu zat alam yang membahayakan keselamatan pekerja tambang,” ujarnya.
Diki melanjutkan, LBH sudah mengirim surat permohonan informasi terkait dokumen lingkungan PT NAL. LBH juga meminta hasil pengawasan berkala yang dilakukan oleh Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, Pertanahan, dan Lingkungan Hidup (PKPPLH) serta inspektur tambang.
LBH Padang pun mendesak Kementerian ESDM segera membentuk tim investigasi independen untuk meminta pertanggungjawaban hukum terhadap PT NAL yang berujung pada hilangnya nyawa pekerja tambang.
”Urgen untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tambang-tambang dalam di Sawahlunto. Kami menemukan regulasi tambang dalam masih belum tersedia dengan baik untuk menjamin keselamatan pekerja,” kata Diki.
Baca juga: Perbaiki Tata Kelola Tambang di Sawahlunto
LBH padang juga meminta Polda Sumbar segera membentuk tim penyelidikan kasus ini agar ada pertanggungjawaban hukum oleh perusahaan.
”Kami sangat berduka atas kematian pekerja dan ini bukan yang pertama kalinya. Jangan sampai tambang batubara Sawahlunto selalu membahayakan keselamatan pekerja dan nyawa terlalu murah dikorbankan hanya untuk batubara,” ujarnya.
Wali Kota Sawahlunto Deri Asta mengatakan, kecelakaan tambang di PT NAL jadi pembelajaran bagi semua pihak untuk bekerja ekstrahati-hati. Perusahaan tambang mesti meningkatkan lagi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan karyawan mematuhi SOP. Batubara di Sawahlunto memiliki kalori tinggi sehingga biasanya ada gas metana.
Menurut Deri, pemkot tidak lagi punya wewenang untuk mengawasi tambang. Semua kewenangan ditarik ke pemerintah pusat. Pemerintah pusat menempatkan inspektur tambang di provinsi. Deri meyakini kemampuan inspektur tambang melakukan pengawasan terbatas karena mesti mengawasi 19 kabupaten/kota di Sumbar.
Deri berharap pemerintah pusat menambah pengawas. Khusus di daerah-daerah yang ada lokasi tambang, seperti Sawahlunto, semestinya ada kantor perwakilan atau unit pelaksana teknis sebagai tempat koordinasi perusahaan dengan inspektur tambang.
Ini bencana dijadikan pelajaran untuk bekerja lebih ekstrahati-hati.
”Sekarang memang kesulitan untuk koordinasi. Memang (koordinasi) hanya melalui telepon dan segala macamnya. Tapi, tidak kami salahkan, memang petugas/inspektur itu sangat terbatas, sedangkan kawasan yang dikelolanya sangat luas,” ujarnya.
Menurut Deri, keberadaan tambang batubara penting sebagai penopang perekonomian masyarakat. Pemkot mencatat ada sekitar 3.000 warga Sawahlunto bekerja di perusahaan tambang. Selain itu, tambang batubara di kota ini juga menyuplai PLTU Ombilin.
”Jadi, pengelolaannya saja yang ditingkatkan. Ini bencana dijadikan pelajaran untuk bekerja lebih ekstrahati-hati,” katanya.
Pertambangan rakyat di Sawahlunto mulai muncul pascareformasi 1998 (Kompas, 18/6/2009). Masyarakat banyak menguasai tambang bawah tanah bekas tambang PT Bukit Asam yang sudah tidak dieksplorasi lagi karena kecilnya cadangan.
Sebelumnya, PT Bukit Asam menguasai kawasan tambang seluas 11.000 hektar di Sawahlunto. Pada 2007, penguasaan lahan hanya 2.950 hektar. Batubara itu dipasok untuk keberlangsungan PLTU Ombilin yang mempunyai daya 2 x 100 megawatt.
Lihat juga: Sawahlunto, Kota Tambang Warisan Budaya Dunia
Sawahlunto menjadi terkenal karena batubara setelah Willem Hendrik de Greve, peneliti batubara dari Belanda, menyelidiki kemungkinan adanya batubara di kawasan Sungai Ombilin, Sawahlunto, pada 1868. Penambangan pertama pun dilakukan pada tahun 1880.
Pada 6 Juli 2019, peninggalan tambang batubara Ombilin di Sawahlunto ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO. Keputusan itu ditetapkan pada sidang Komite Warisan Dunia ke-43 di Baku, Azerbaijan.