Walhi Sumbar menilai kejadian berulang kecelakaan tambang di Sawahlunto terjadi karena pelanggaran oleh perusahaan cenderung diabaikan pemerintah. Selama 2009-2022, ada sekitar 50 orang tewas karena ledakan tambang.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
SAWAHLUNTO, KOMPAS — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Barat menilai kecelakaan tambang yang terjadi di Sawahlunto, Sumbar, yang menewaskan 10 orang merupakan akibat dari tata kelola tambang yang buruk. Apalagi ledakan di lubang tambang batubara di Sawahlunto merupakan peristiwa yang terus berulang. Walhi Sumbar mencatat selama 2009-2022, ada sekitar 50 orang meninggal dan belasan orang luka-luka akibat kejadian tersebut.
Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Hidup Walhi Sumbar Tommy Adam, Sabtu (10/12/2022), mengatakan, analisis Walhi menunjukkan korban kecelakaan tambang itu berbanding lurus dengan persoalan buruknya tata kelola tambang yang terus berfokus pada eksplotasi sumber daya alam, tanpa memperhatikan aspek keselamatan manusia dan lingkungan.
”Selain itu, sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tambang sering kali tidak mendapat penanganan serius oleh pemerintah, bahkan cenderung diabaikan,” ujar Tommy. Akibatnya, ekspolitasi sumber daya alam tak terbarukan ini terus menuai beragam persoalan dan menabur bencana bagi pekerjanya, masyarakat sekitar, dan lingkungan.
Ditambahkan Tommy, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juga memberi ruang langgengnya beragam persoalan tambang. ”Undang-undang baru ini sangat sentralistik, menjadi celah baru baru ’lepasnya’ tanggung jawab pemerintah daerah dalam memastikan operasional tambang yang sesuai aturan,” ujarnya.
Adapun perusahaan tambang batubara yang teridentifikasi pernah terjadi kecelakaan tambang dan menyebabkan korban, kata Tommy, di antaranya PT Dasrat, PT NAL, PT BMK, CV Tahiti Coal.
Oleh karena itu, Walhi Sumbar meminta tata kelola tambang dibenahi mulai perizinan hingga pengawasan berkolaborasi dengan pemerintah daerah. Tidak mungkin pengawasan diserahkan ke pengawas pusat yang hanya beberapa orang sementara jumlah tambang di Sumbar ratusan.
Selain itu, polisi dan penegak hukum lainnya perlu memastikan adanya penegakan hukum terkait kecelakaan tambang ini, tidak hanya sanksi administratif namun jika ada unsur pidana perlu ditindaklanjuti agar ada efek jera. Walhi juga meminta eksekutif dan legislatif di Sumbar melakukan evaluasi menyeluruh wilayah tambang yang rentan kejadian ledakan berulang.
Masih investigasi
Sejauh ini Inspektur tambang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih melakukan investigasi penyebab ledakan. Koordinator Inspektur Tambang Penempatan Sumbar Kementerian ESDM Hendri M Sidik mengatakan, Sabtu pagi ia dan tim tetap memantau kondisi lubang tambang yang mengalami ledakan pada Jumat (9/12/2022) pagi itu. Sejauh ini, tidak ada indikasi kebakaran di dalam lubang.
”Namun, kami belum bisa masuk ke dalam lubang karena masih menunggu pihak PT NAL (Nusa Alam Lestari). Sebelum masuk lubang, kami harus dapat kepastian dari perusahaan bahwa lubangnya aman dari gas dan runtuhan,” kata Hendri.
Hendri belum dapat memastikan investigasi akan berlangsung berapa lama. Semuanya tergantung dari kondisi dan keamanan lokasi lubang tambang bawah tanah yang akan diinvestigasi. Selama proses investigasi, lokasi tambang ditutup dan kegiatan produksi dihentikan di perusahaan yang punya izin usaha pertambangan (IUP) batubara dengan Nomor SK IUP OP No.570/1338-Periz/DPM-PTSP/VII/2020 tanggal 6 Juli 2020 ini.
”Pasti (ada sanksi bagi perusahaan bila ada unsur kelalaian). Selain itu, kami adakan evaluasi, baik itu KTT (kepala teknik tambang), struktur organisasinya, pejabat pengawasnya, dan kepala lubangnya. Hasil investigasi akan menentukan itu. Apakah dia benar kompeten menempati posisinya atau tidak,” ujarnya.
Ledakan terjadi di lokasi tambang PT NAL di Desa Salak, Kecamatan Talawi pada Jumat sekitar pukul 08.30. Lokasi ledakan berada di salah satu persimpangan lubang tambang di kedalaman sekitar 280 meter dari permukaan. Saat itu, pekerja baru memulai aktivitas. Meskipun penyebab kecelakaan belum disimpulkan, sumber ledakan diperkirakan dari gas metana.
Tim SAR gabungan dikerahkan untuk mengevakuasi pekerja. Proses evakuasi korban rampung sekitar pukul 17.50. Total ada sepuluh pekerja tewas dalam kejadian itu dan empat lainnya selamat. Satu dari empat korban selamat mengalami luka bakar serius, sedangkan korban lainnya mengalami luka ringan.
Berdasarkan data Kantor Pencarian dan Pertolongan Kelas A Padang, identitas korban meninggal, yaitu Budiaman (40), Kaspion (50), Nori Indra (35), Asmidi (43), Guntur (37), Samidi, Robi Zaldi, Eri Mario, M Aljina (52), dan Budiman (43). Adapun korban selamat yaitu Aris Munandar (19), Baasyir (50), Prono (50), dan Turisman (43).
”Hari ini PT NAL sudah selesai memakamkan semua korban. (Jenazah) Korban sudah dikirim semua, ada yang ke Wonosobo, ada yang ke Lampung. Informasi yang kami terima, sudah sampai semua. Korban asal Sawahlunto sudah dimakamkan, begitu juga dengan yang di Solok Selatan,” ujar Hendri.
Pihaknya juga melakukan evaluasi atas kejadian ini agar tidak berulang. (Hendri M Sidik)
Hendri melanjutkan, pihaknya juga melakukan evaluasi atas kejadian ini agar tidak berulang. Pihaknya mengumpulkan semua kepala teknik tambang di Sawahlunto untuk berdiskusi.
”Ini jadi pengalaman. Harus lebih berhati-hati, waspada, dan meningkatkan keselamatan lagi, baik itu pengawasan terhadap pengecekan gas, maupun pengawasan terhadap pekerja,” ujarnya.
Dalam pertemuan itu, kata Hendri, ada usulan untuk menghidupkan kembali kelompok yang dinamakan Rescue Sawahlunto. Kelompok ini gabungan pelaku pekerja tambang di Sawahlunto yang bertugas melakukan evakuasi jika terjadi kecelakaan supaya proses evakuasi bisa lebih cepat.
Kepala Personalia dan Keuangan PT NAL Estiawan Nugroho mengatakan, perusahaan akan memberikan uang santunan kepada korban meninggal dalam insiden ini senilai sekitar Rp 142 juta. Rinciannya, sekitar Rp 120 juta uang jaminan keselamatan kerja, Rp 12 juta uang santunan berkala, dan Rp 10 juta untuk biaya pemakaman.
”Korban selamat tidak dapat santunan. Yang selamat, biaya perawatan saja, ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan,” katanya, Jumat.
Adapun sebelumnya, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Sawahlunto Inspektur Satu Ferlyanto mengatakan, pihaknya menyelidiki sumber percikan api pemicu ledakan gas metana dalam insiden tersebut. ”Kami sudah berkoordinasi untuk memeriksa kepala teknik tambang. Kami masih menunggu kondisi psikologinya (membaik) pasca-kejadian ini. Kami juga akan meminta keterangan pihak perusahaan dan inspektur tambang,” kata Ferlyanto.