Sesar Lawanopo Kembali Bergerak, Gempa M 4,0 Guncang Kendari
Gempa bermagnitudo 4,0 yang berasal dari Sesar Lawanopo mengguncang wilayah Kendari, Sulawesi Tenggara. Sesar Lawanopo terus aktif dan menyimpan potensi gempa jauh lebih besar hingga magnitudo 7,5.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Gempa bermagnitudo 4,0 mengguncang wilayah Kendari, Konawe, hingga Konawe Selatan di Sulawesi Tenggara. Pusat gempa berada di laut dengan kedalaman 10 kilometer, yang merupakan bagian dari Sesar Lawanopo. Pemerintah dan masyarakat diharap sadar bencana, terlebih Sesar Lawanopo terus aktif dan menyimpan potensi gempa hingga magnitudo 7,5.
Guncangan gempa terjadi pada Kamis (1/12/2022), pukul 10.15 Wita. Getaran gempa terasa selama beberapa detik yang membuat masyarakat berhenti beraktivitas. Gempa berpusat di barat laut Soropia, yang berjarak sekitar 17 kilometer dari Kendari.
Febri (38), warga Kendari, menuturkan, ia sedang duduk di dalam rumah saat guncangan gempa terasa. Getaran gempa terasa kuat sehingga barang-barang di dinding turut bergoyang. ”Kami segera lari keluar karena takut bangunan runtuh. Getarannya terasa sekitar tiga detik,” katanya.
Kaharuddin (57), warga Soropia, Konawe, menyampaikan, getaran gempa memang terasa cukup mengguncang. Warga segera keluar rumah untuk menghindari efek lanjutan, seperti bangunan atau peralatan yang roboh.
Meski begitu, ia menambahkan, guncangan gempa yang telah berkali-kali terjadi beberapa waktu terakhir ini membuat warga tidak lagi begitu panik. Setelah menyelamatkan diri, mereka menunggu hingga situasi tenang untuk kembali ke dalam rumah.
”Terakhir gempa itu Maret lalu yang cukup terasa. Warga sampai menginap di luar karena takut gempa susulan. Kalau tsunami, wilayah kami cukup tinggi sehingga tidak begitu khawatir,” ujar Kaharuddin.
Meski terjadi di laut, tidak ada ancaman tsunami yang tercatat.
Kepala Stasiun Geofisika BMKG Kendari Rudin menyampaikan, gempa yang berpusat di perairan Soropia ini terjadi pada kedalaman 10 kilometer. Guncangan gempa dirasakan hingga ke Kendari dan Konawe Selatan dengan skala IV MMI. Guncangan dengan skala ini membuat barang-barang bergoyang dan terjatuh.
”Meski terjadi di laut, tidak ada ancaman tsunami yang tercatat. Hanya guncangan cukup keras yang dirasakan warga sehingga membuat panik,” katanya.
Kekuatan gempa ini tercatat cukup kuat dan tanpa adanya gempa pembuka terlebih dahulu. Oleh karena itu, ia berharap masyarakat tenang, tetapi waspada, khususnya mereka yang menetap di bangunan yang retak atau dekat dengan perairan. Sebab, tidak menutup kemungkinan gempa susulan bisa terjadi.
Pusat gempa, lanjut Rudin, terjadi di Sesar Lawanopo, satu di antara beberapa sesar aktif di Sultra. Sesar ini memiliki panjang sekitar 160 kilometer yang terbagi dalam beberapa segmen. Sesar Lawanopo memiliki pergerakan 5-7 milimeter dalam setahun. Pergerakan sesar ini bergeser ke arah kiri atau disebut juga sesar geser (strike-slip fault).
”Sesar ini satu dari dua sesar yang sangat aktif di Sultra. Dalam buku pusat gempa nasional, sesar ini menyimpan potensi gempa dengan magnitudo 7,5. Itu karena faktor sesar yang panjang, membentang dari Kendari, melewati Pulau Wawonii hingga ke Laut Banda,” ucapnya.
Sebelumnya, Jamhir Safani, Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Sultra, menjabarkan, rentetan gempa yang terjadi di Sesar Lawanopo menunjukkan rentannya daerah ini terdampak bencana. Gempa bisa menimbulkan bencana lanjutan, baik itu tsunami, tanah longsor, maupun hanya runtuhnya bangunan.
”Selama ini, korban dari gempa sebagian besar terjadi karena adanya dampak lanjutan, utamanya reruntuhan bangunan. Di Kendari, kondisi batuan merupakan batuan lunak yang mudah untuk bergerak,” katanya.
Oleh karena itu, Jamhir menyampaikan, pemerintah daerah penting membuat kebijakan yang peka terhadap bencana. Aturan pendirian bangunan, lokasi, struktur, hingga tinggi bangunan sebaiknya memperhitungkan dampak gempa.
”Peta rawan bencana yang lengkap, dengan memperhitungkan kondisi struktur batuan dan rentannya bencana gempa, harus diaplikasikan pada kebijakan. Dengan begitu, antisipasi korban bisa dilakukan lebih dini ketika gempa terjadi. Selain itu, mitigasi dan program penyebarluasan informasi ke masyarakat harus terus dilakukan,” katanya.