Palangkaraya kian mudah direndam banjir selama beberapa tahun terakhir. Banjir merendam 17 kelurahan di ibu kota Kalimantan Tengah tersebut dan merendam ratusan rumah.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Dua daerah di kawasan hilir Sungai Kahayan, Kalimantan Tengah, kembali digenangi banjir. Hutan yang hilang di sekitar daerah aliran sungai dinilai menjadi pemicunya.
Daerah terdampak adalah Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangkaraya. Keduanya dilintasi Sungai Kahayan yang panjangnya mencapai 600 kilometer atau melebihi jarak dari DKI Jakarta ke Yogyakarta.
Pada Minggu (27/11/2022), banjir merendam sejumlah wilayah di Kota Palangkaraya, seperti Mendawai dan Jalan Arut. Hal serupa menimpa permukiman di Pasar Besar Kota Palangkaraya. Ketinggian air mencapai 20 sentimeter.
Mulyadi, Ketua RT 006 di Mendawai, Kota Palangkaraya, mengungkapkan, banjir sudah terjadi selama seminggu terakhir. Minggu siang, banjir perlahan surut karena tidak ada hujan hingga petang. Namun, ia khawatir banjir kiriman bakal datang karena di wilayah hulu Sungai Kahayan terus hujan.
”Kalau dengar kabar dan informasi memang di hulu sana hujan terus, di Gunung Mas. Jadi, kami di sini was-was kapan akan meluap lagi,” kata Mulyadi.
Mulyadi mengungkapkan, banjir akan lebih buruk lagi saat limpasan air dari hulu tiba di hilir. Sampai saat ini, setidaknya 31 orang dari Mendawai masih mengungsi.
”Yang mengungsi memang bolak-balik ke rumah jadi kalau malam baru tidur di pengungsian, kalua pagi sampai sore mereka beberes rumah,” katanya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangkaraya Emi Abriyani menjelaskan, 1.559 orang dari 17 kelurahan terdampak banjir. Setidaknya, 468 rumah masih terendam.
Beberapa wilayah yang terdampak paling buruk adalah Kelurahan Kameloh Baru dan Kelurahan Pahandut Seberang. Di dua tempat itu, ketinggian air berkisar 30-60 sentimeter.
”Pemerintah Kota Palangkaraya sudah menetapkan status tanggap darurat bencana banjir selama beberapa hari ke depan. Kami mendirikan berbagai posko untuk pengungsi, dapur umum dan tenaga kesehatan. Kami khawatir, banjir yang lebih buruk lagi karena hujan dengan intensitas tinggi di kawasan hulu,” kata Emi.
Hutan hilang
Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Arie Rompas mengungkapkan, banjir disebabkan banyak faktor. Namun, faktor yang paling mempengaruhi adalah hilangnya tutupan hutan di sekitar daerah aliran sungai (DAS) di sungai-sungai kunci di Kalteng, termasuk Sungai Kahayan.
Berdasarkan data Greenpeace, tutupan hutan di sekitar Sungai Kahayan pada 1990 seluas 969.836,1 hektar, lalu menjadi 570.847,7 hektar pada 2020 atau menurun 63 persen. Sungai itu melintasi Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas, dan Kota Palangkaraya.
Sungai Mentaya di Kabupaten Kotawaringin Timur pada 1990 memiliki tutupan hutan 923.493,8 hektar dan tersisa 287.714,8 hektar di tahun 2020. Tutupan hutan di sungai sepanjang 400 kilometer itu beralih fungsi menjadi perkebunan sawit. Sungai Mentaya paling kritis dengan hutan di sekitarnya tersisa 19,6 persen.
Selain itu, tutupan hutan di sekitar Sungai Kaki pada 2020 hanya 26,4 persen. Selain itu, masih ada enam sungai besar lain yang melintas di 14 kabupaten dan kota di Kalteng dengan kondisi tidak jauh berbeda, antara lain Sungai Kapuas, Barito, Sebangau, Sebangau Kecil, Katingan, dan Sungai Seruyan.
”Deforestasi didorong perluasan pertanian skala besar dan penebangan berdampak pada daerah aliran sungai di Kalteng. Bentang alam menjadi lebih sensitif terhadap peristiwa iklim, seperti kekeringan dan curah hujan yang tinggi,” kata Arie.
Perlu pemulihan lingkungan untuk membuat keadaan jauh lebih baik, lanjut Arie. Menurut dia, pemulihan bisa dilakukan dengan cara mengevaluasi seluruh perizinan yang berbasis lahan, penegakan hukum bagi perusahaan ilegal tanpa dokumen lingkungan dan merehabilitasi lahan yang rusak, terutama lokasi yang berfungsi sebagai resapan air.
”Daerah yang dialihfungsikan dan terdeforestasi menjadi perkebunan sawit menjadi masalah karena tidak dapat menyerap air dalam jumlah besar. Fungsi hutan yang hilang berkontribusi terhadap banjir yang berulang,” kata Arie.