Desa Wisata Lingkar Mandalika Tangkap Peluang dengan Paket Wisata
Peluang besar dari kehadiran KEK Mandalika tidak ingin dilepas oleh desa wisata di lingkar kawasan tersebut. Oleh karena itu, mereka menyusun paket wisata potensial untuk menarik wisatawan agar bisa hadir di sana.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·5 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pemberdayaan 16 desa wisata di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika digenjot agar bisa menangkap peluang dari pengembangan destinasi superprioritas itu. Langkah ini penting dilakukan untuk menekan potensi ketimpangan yang rawan muncul antara kawasan inti dan sekitarnya.
Hal itu terungkap dalam kegiatan Peluncuran dan Diseminasi 16 Paket Wisata di Desa Wisata Lingkar Mandalika di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Jumat (25/11/2022). Kegiatan tersebut merupakan kolaborasi Universitas Mataram, mitra Generasi Pesona Indonesia (Genpi) Nasional, dan Besiru Hub dalam Program Matching Fund Kedaireka 2022.
Menurut situs dikti.kemdikbud.go.id, Matching Fund Kedaireka adalah program pendanaan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Program ini melibatkan perguruan tinggi dan dunia usaha.
Ketua Tim Pelaksana Penyusunan Paket Wisata dan Pemasaran Digital Program Matching Fund Kedaireka 2022 Hartin Nur Khusnia mengatakan, ada 16 desa wisata yang masuk dalam program ini. Semuanya berada di Lombok Tengah.
Desa wisata itu meliputi Labulia, Bonjeruk, Sukarara di Kecamatan Jongggat; Marong (Praya Timur); Sepakek (Pringgarata), serta Kuta, Ende, Sade, dan Mertak (Pujut). Selain itu, ada Aik Berik, Lantan, Karang Sidemen, dan Tanak Beaq (Batukliang Utara) serta Selong Belanak, Mekar Sari, dan Penujak (Praya Barat).
Menurut Hartin, ke-16 desa wisata tersebut dipilih karena semua telah mendapatkan surat keputusan (SK) sebagai desa wisata dari Pemerintah Provinsi NTB. Selain itu, desa-desa wisata tersebut berada di lingkar Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
”Prioritas program ini juga menyasar kawasan strategis dan pengembangan, termasuk lingkar Mandalika yang merupakan destinasi superprioritas,” kata Hartin.
Menurut Hartin, Mandalika saat ini menjadi inti pengembangan. Sementara sisi pinggir atau lingkarnya belum siap dengan visi-misi pemerintah pusat yang menjadikannya destinasi superprioritas.
”Harusnya kehadiran Mandalika memberi implikasi atau dampak yang nyata bagi masyarakat. Jangan hanya saat event saja, setelah itu tidak ada,” lanjutnya.
Sejak 2021, berbagai kegiatan atau ajang internasional telah digelar di Mandalika, misalnya Kejuaraan Dunia Superbike (WSBK) pada 2021 dan 2022 serta MotoGP pada 2022. Selain itu, ada juga sejumlah kegiatan olahraga wisata (sport tourism) nasional dan internasional yang digelar di sana.
”Sehingga, ketika keberadaan desa diketahui para tamu yang berkunjung saat ajang tersebut, harapannya setelah menonton, mereka pergi berkunjung, berlibur, menghabiskan uang di desa itu,” kata Hartin.
Oleh karena itu, melalui program Penyusunan Paket dan Pemasaran Digital Program Matching Fund Kedaireka 2022, Hartin dan timnya membantu desa-desa wisata tersebut untuk menyusun paket wisata dan pemasarannya.
Hartin menjelaskan, program untuk 2022 tersebut diawali dengan diskusi kelompok terarah (FGD) bersama kelompok sadar wisata (pokdarwis) dari 16 desa. Di sana dilakukan pemetaan potensi desa yang akan dijadikan paket wisata.
Selanjutnya, secara intensif ada pelatihan penyusunan paket. ”Awalnya, mereka banyak menawarkan paket yang ada, tetapi harganya tidak masuk akal. Mereka jual dengan harga tinggi,” ujarnya.
Setelah itu, setiap desa dibuatkan konten sesuai paket wisata yang akan ditawarkan. Konten tersebut dalam bentuk video dan foto. Selama proses itu tetap ada proses diskusi terkait paket.
”Diskusi termasuk dengan unsur desa. Misalnya, Desa Tanaq Beaq yang ingin menjual paket situs letusan Gunung Samalas. Maka, hal-hal terkait juga harus disiapkan pihak desa, misalnya bangunan penanda situs, juga kemampuan pemandu dalam bercerita tentang kisah situs tersebut,” katanya.
Setelah pembuatan konten, ada kegiatan uji perjalanan wisata (test tour). Hasil test tour itu nantinya akan jadi bahan masukan pada evaluasi di akhir bulan ini. ”Sejalan dengan itu, kami juga membantu promosi paket melalui aplikasi digital mitra Genpi Nasional, yakni Lelana. Bahannya dari konten yang telah dibuat,” kata Hartin.
Manajer Operasional Kantin 21 Desa Wisata Bonjeruk Yuni Sulpia Hariani yang hadir dalam acara tersebut mengatakan sangat terbantu dengan program Penyusunan Paket Wisata dan Pemasaran Digital Program Matching Fund Kedaireka 2022.
”Penyusunan paket wisatanya sangat terstruktur sehingga memudahkan kami menyusun paket-paket lainnya. Apalagi, potensi desa kami tidak hanya satu, tetapi banyak juga yang lain, sehingga (ketika menyusun sendiri) bisa ada berbagai jenis dan harga paket sesuai target pasarnya,” kata Yuni.
Sekretaris Dinas Pariwisata NTB Lalu Hasbulwadi mengatakan, Mandalika saat ini menjadi destinasi pariwisata superprioritas nasional. Namun, tidak boleh ada ketimpangan, yaitu penerima dampak hanya yang berada di kawasan inti.
”Perlu kerja keras bersama juga untuk menata kelola kawasan penyangga, seperti 16 desa wisata ini, sehingga menarik wisatawan baik lokal, domestik, maupun mancanegara ke sana,” kata Hasbulwadi.
Menurut Hasbulwadi, penyusunan dan pemasaran paket wisata adalah salah satu upaya tata kelola tersebut. Pemerintah berharap tidak hanya 16 desa wisata lingkar Mandalika, tetapi desa-desa wisata lain di NTB juga bisa mendapatkan hal yang sama.
”Ada 99 desa wisata rintisan provinsi dan 358 desa wisata rintisan kabupaten/kota di NTB. Tentu mereka memerlukan paket wisata yang siap dijual. Jadi, tidak hanya di lingkar Mandalika yang berkembang, tetapi seluruh NTB juga sehingga berdampak pada ekonomi masyarakat lokal di sana,” tuturnya.
Ia menambahkan, sebagai tindak lanjut, pemerintah provinsi akan berkolaborasi dengan Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) NTB untuk mempromosikan paket wisata tersebut. Hal itu karena Asita telah biasa menyusun dan mempromosikan paket wisata baik kepada wisatawan domestik maupun mancanegara.
Praktisi pariwisata dari Politeknik Pariwisata Lombok sekaligus asesor pariwisata ASEAN, Siti Lathifah, mengatakan, penyebutan desa wisata diberikan jika desa tersebut memiliki paket wisata lengkap dengan pontesi dan harga. Paket wisata menjadi acuan wisatawan terkait apa yang bisa dinikmati dan harganya.
”Sejauh ini, sebagian besar desa wisata belum maksimal dengan paket wisatanya sehingga program seperti ini penting. Tentu hal itu harus menjadi perhatian semua pemangku kepentingan terkait pariwisata,” kata Lathifah.