Ratusan Mahasiswa Kembali Unjuk Rasa di Kantor Gubernur Kalteng
Ratusan mahasiswa kembali turun ke jalan untuk menemui Gubernur Kalteng Sugianto Sabran. Aksi ini merupakan aksi keempat yang dilakukan mahasiswa untuk mengevaluasi kinerja Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS —Ratusan mahasiswa kembali berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Kalimantan Tengah, Kamis (17/11/2022). Mereka lagi-lagi menuntut bertemu Gubernur Kalteng Sugianto Sabran. Aksi mahasiswa dalam rangka evaluasi kinerja Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng itu diwarnai aksi saling dorong dengan aparat kepolisian.
Ratusan mahasiswa yang menamai diri mereka Gerakan Rakyat Merdeka (GERAM) memulai aksi pada pukul 14.00 di depan kantor Gubernur Kalteng di Kota Palangkaraya. Mereka membawa sejumlah atribut aksi, seperti bendera, spanduk, dan atribut lainnya.
Para mahasiswa memulai aksi di gerbang pintu keluar kantor Gubernur Kalteng. Mereka berorasi serta membacakan puisi di depan kantor dan meminta Sugianto Sabran untuk menemui mereka. Namun, pada saat yang sama, Sugianto sedang berada di Kabupaten Pulang Pisau meninjau proyek Food Estate.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Provinsi Kalteng Katma F Dirun mencoba menemui peserta aksi. Namun, para mahasiswa menolak. Mereka meminta Katma untuk kembali ke kantornya. Peserta aksi menyatakan hanya mau ditemui Gubernur Kalteng atau Wakil Gubernur Kalteng.
Salah satu juru bicara GERAM, Enrico, menjelaskan, para peserta aksi hanya ingin berdialog dengan Gubernur Kalteng. Sebab, selama empat kali unjuk rasa, Gubernur Kalteng tak pernah mau menemui peserta aksi.
Pada aksi ketiga yang sempat terjadi kericuhan, Gubernur Kalteng ingin menemui mahasiswa. Namun, para mahasiswa memilih mengurus beberapa anggotanya yang pingsan akibat dipukuli Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Kalteng.
Selama empat kali pelaksanaan aksi unjuk rasa, Gubernur Kalteng tak pernah mau menemui peserta aksi.
”Kami ingin menyampaikan aspirasi masyarakat. Ada 12 poin yang kami analisis selama sebulan belakangan. Kami menilai masih banyak masalah yang timbul selama kepemimpinan yang sedang berkuasa saat ini,” ujar Enrico yang menjadi korban kekerasan dalam unjuk rasa sebelumnya.
Dalam unjuk rasa kali ini, jumlah peserta aksi berlipat ganda. Tak hanya mahasiswa, beberapa tenaga kontrak yang diberhentikan pemerintah juga ikut aksi. Mereka merasa kebijakan Pemerintah Provinsi Kalteng yang memberhentikan tenaga kontrak sepihak itu tidak adil.
Beberapa tuntutan mahasiswa dalam unjuk rasa itu, antara lain, menuntut Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng untuk memenuhi janji politiknya selama hampir delapan tahun menjabat. Mereka juga meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah proyek Food Estate yang mereka nilai tidak solutif.
Mahasiswa juga mendesak pemerintah segera menerbitkan kebijakan untuk melindungi dan mengakui masyarakat adat beserta wilayah kelola adatnya. Persoalan lainnya adalah hak-hak tenaga kontrak yang mereka nilai dirampas sepihak oleh pemerintah.
”Kemarin Gubernur Kalteng bilang membuka ruang dialog. Sekarang kami datang, tetapi Gubernur tidak ada di tempat,” kata Enrico.
Aksi sore itu berlanjut dengan menyalakan lilin yang menurut mahasiswa menjadi tanda matinya hati nurani pejabat. ”Ini juga tanda matinya demokrasi karena tindakan represif aparat,” kata Erna, Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Palangka Raya (UPR) di sela-sela aksi.
Dalam aksi itu, sempat terjadi saling dorong antara aparat dan mahasiswa. Bahkan, aparat sempat menggunakan gas air mata. Gas air mata itu tidak ditembakkan ke arah mahasiswa yang berada di luar pagar, tetapi ditembakkan di dalam wilayah kantor Gubernur Kalteng. Asap dari gas air mata itu sampai ke peserta aksi dan wartawan.
Pada Rabu (16/11/2022) siang, Sugianto Sabran menyampaikan, dirinya siap menerima mahasiswa untuk duduk bersama. Dia juga mengaku siap berdiskusi terkait tuntutan mahasiswa, misalnya tentang pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan kondisi perekonomian masyarakat.
Kepada sejumlah wartawan, Sugianto mengatakan, dirinya menganggap mahasiswa adalah penerus generasi bangsa yang diharapkan dapat melanjutkan dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun, dia menyebut, apa yang sudah terjadi patut menjadi pelajaran bagi semua pihak.
”Yang jelas, saya siap menerima mahasiswa untuk diskusi kapan saja, termasuk jika mereka mengkritik kami yang memimpin selama tujuh setengah tahun di Kalteng. Tapi, ayo berdiskusi dengan data,” kata Sugianto.
Sugianto menambahkan, dirinya dan Wakil Gubernur Kalteng tentunya tidak bisa memuaskan semua pihak dalam memimpin dan mengambil kebijakan. ”Saya menerima masukan dan kritik yang bersifat konstruktif dalam kerangka bersama membangun Kalimantan Tengah, maka forum yang tepat untuk menyampaikan kritik adalah melalui forum dialog,” katanya.