Kasus Gagal Ginjal Akut Ditemukan di Kalteng, Dua Anak Meninggal
Kasus gagal ginjal akut ditemukan di Kalimantan Tengah. Dua anak meninggal pada awal November, tetapi belum ada tambahan kasus sampai saat ini.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kasus gagal ginjal akut ditemukan di Kalimantan Tengah dengan rincian dua kasus anak meninggal dan satu anak dibawa pulang keluarganya. Pasien meninggal tidak pernah mengonsumsi sirop yang dilarang pemerintah.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah Suyuti Syamsul menjelaskan, terdapat tiga kasus gagal ginjal akut progresif atipikal yang ditemukan di wilayah Kalimantan Tengah. Tiga kasus tersebut berasal dari Kabupaten Seruyan, Gunung Mas, dan Kabupaten Kotawaringin Timur.
”Iya, gagal ginjal akut progresif atipikal, tapi sampai sekarang belum ada kasus baru, hanya itu,” kata Suyuti saat dihubungi pada Rabu (9/11/2022). Kasus itu disebut progresif atipikal, menurut Suyuti, karena penyakit gagal ginjal yang belum diketahui secara jelas dan berlangsung dengan begitu cepat.
Suyuti menambahkan, kasus pertama ditemukan di Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur, awal November lalu. Pasien anak tersebut awalnya menderita gagal hati, lalu dirujuk ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan, tetapi keluarga memilih ke rumah sakit di Surabaya, Jawa Timur.
Kasus kedua, lanjut Suyuti, ada di Kabupaten Seruyan yang berjarak lebih kurang 187 kilometer dari Kota Palangkaraya, ibu kota Provinsi Kalteng. Kasus ini terdeteksi melalui penyelidikan epidemiologis. Pasien itu kerap mengonsumsi makanan dan minuman cepat saji. ”Saat masih dalam perawatan, orangtua meminta atau membawa anak itu pulang ke rumah, perkembangannya belum tahu sampai saat ini,” katanya.
Kasus terakhir ditemukan di Kabupaten Gunung Mas. Pasien sempat dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Puruk Cahu di Kabupaten Murung Raya karena dekat dengan tempat tinggal pasien. Saat diperiksa, pasien langsung dirujuk ke RSUD Doris Sylvanus yang berjarak lebih kurang 350 kilometer, seperti jarak dua kali bolak-balik Jakarta ke Bandung. Sebelum 48 jam dirawat, pasien meninggal.
”Selain gagal ginjal akut, pasien juga didiagnosis peradangan amandel dan demam berdarah,” kata Suyuti.
Kasus pertama, menurut Suyuti, diduga mengalami gagal ginjal akut lantaran kelanjutan penyakit yang sudah diderita, sedangkan kasus kedua karena kegemaran makan dan minum penganan cepat saji yang memiliki banyak bahan pengawet.
”Kasus pertama dan kedua itu tidak meminum obat yang dimaksud melalui penyelidikan epidemiologis, makanya saya bilang gagal ginjal akut dari dulu sudah ada,” ujar Suyuti.
Menurut Suyuti, gagal ginjal akut tidak hanya disebabkan oleh sirop yang sudah dilarang tersebut, tetapi juga disebabkan oleh virus, ketahanan tubuh yang kurang, dan pola konsumsi anak.
Suyuti mengimbau masyarakat agar jika anak sakit tidak langsung minum obat, tetapi bisa diberikan air hangat terlebih dahulu, dikompres jika demam, atau diberikan selimut tipis. ”Jika tidak ada kemajuan, bawa ke pelayanan kesehatan untuk diperiksa lebih lanjut,” ucapnya.
Di Kota Palangkaraya, Kepala Dinas Kesehatan Andjar Hari Purnomo sebelumnya menjelaskan, di wilayahnya belum ada kasus serupa. Namun, pihaknya tetap melakukan deteksi dini terhadap penyakit tidak menular tersebut.
Gagal ginjal akut tidak hanya disebabkan oleh sirop yang sudah dilarang tersebut, tetapi juga disebabkan oleh virus, ketahanan tubuh yang kurang, dan pola konsumsi anak.
”Pemerintah pusat sudah mengambil posisi untuk melarang konsumsi obat sirop jenis-jenis tertentu, kami di daerah tentunya menyamakan persepsi tersebut,” kata Andjar.