Hadapi Ancaman Krisis Global, Sentra Industri Padat Karya di Jatim Minta Upah Kluster
Penerapan upah kluster dalam penentuan upah minimum kabupaten dan kota tahun 2023 dinilai mampu menjaga kelangsungan dunia usaha beserta para pekerjanya di tengah ancaman krisis global dan proses pemulihan pascapandemi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
MOJOKERTO, KOMPAS — Pelaku usaha di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, meminta pemerintah menerapkan upah kluster dalam menentukan upah minimum kabupaten dan kota tahun 2023. Kebijakan itu dinilai mampu menjaga kelangsungan dunia usaha di tengah ancaman krisis global dan proses pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid-19.
Jumlah perusahaan di Kabupaten Mojokerto saat ini sekitar 900 pabrik, baik berskala besar, menengah, maupun kecil. Setiap pabrik rata-rata mempekerjakan 2.000-3.000 karyawan sehingga mampu menyerap banyak tenaga kerja di daerah sekitarnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Mojokerto Bambang Wijanarko mengatakan, daerahnya merupakan salah satu sentra industri padat karya di Jatim. Mayoritas industri memanfaatkan banyak tenaga kerja dalam proses produksinya. Dia menyebut, ada industri sepatu, makanan dan minuman, serta pengolahan hasil tembakau.
Berbeda dengan industri padat modal yang mengedepankan mekanisasi atau mesin pabrik, industri padat karya menempatkan pekerja sebagai tulang punggung dalam proses produksinya. Komposisi pekerja bahkan mencapai 90 persen dari total komponen biaya produksi.
”Oleh karena itu, terkait rencana penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2023, Apindo Kabupaten Mojokerto akan mengikuti peraturan perundangan yang ditetapkan pemerintah. Namun, harapannya, pemerintah bisa menerapkan upah kluster pada industri padat karya,” ujar Bambang di Mojokerto, Kamis (3/11/2022).
Dia menambahkan, para pelaku usaha akan mematuhi ketentuan pemerintah di bidang pengupahan. Ketentuan itu, di antaranya UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Selain itu, ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Upah kluster adalah formula pengupahan khusus untuk industri agar berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan, menyerap pengangguran, dan menjadi sumber pendapatan negara dari sisi penerimaan pajak. Upah kluster ini untuk menjaga daya saing industri padat karya dan kelangsungan usahanya.
”Mengenai formula upah kluster, kami menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Apindo membuka pintu komunikasi selebar-lebarnya untuk merumuskan formula upah kluster tersebut,” ucap Bambang.
Divisi Advokasi Apindo Mojokerto Nanang Abdi mengatakan, kondisi dunia saat ini sedang menghadapi ancaman krisis global dan dikhawatirkan akan berimbas pada ekonomi makro Indonesia. Pelaku usaha telah merasakan dampaknya.
”Bulan November ini mestinya peak season untuk pengiriman barang ekspor karena mendekati Natal dan Tahun Baru 2023. Namun, faktanya pembelian atau pesanan dari buyer sepi,” kata Nanang.
Industri tidak berani menyiapkan produksi barang untuk pesanan Natal dan Tahun Baru 2023 dalam jumlah besar karena khawatir tidak dapat diserap oleh pasar. Industri dan buyer sama-sama dalam kondisi saling tunggu.
Pada saat bersamaan, biaya produksi di dalam negeri semakin tinggi karena kenaikan harga di semua komponen, seperti bahan baku dan bahan penolong, serta upah pekerja. Dampak kenaikan harga BBM juga masih terus bergulir. Indikasinya adalah inflasi yang masih tinggi.
Selain itu, kondisi keamanan global seperti perang Rusia-Ukraina juga patut dipertimbangkan dunia usaha, terutama sektor industri. Di dalam negeri, kondisi keamanan yang patut diperhitungkan adalah masuknya tahun politik mulai 2023.
Divisi Advokasi Apindo Jatim Jonhson Simanjuntak mengatakan, apabila situasi ekonomi tidak kunjung membaik dan krisis global benar-benar terjadi, salah satu dampaknya adalah pengurangan produksi. Hal itu akan berimbas pada pengurangan tenaga kerja dengan cara dirumahkan atau pemutusan hubungan kerja.
Di tengah situasi yang sulit diprediksi ini, Pemerintah Provinsi Jatim harus menetapkan UMK 2023 paling lambat 30 November 2022. Penetapan UMK didasarkan pada PP 36 dan bukan hanya mengikuti aspirasi kelompok pekerja atau serikat buruh.
Berdasarkan data Apindo, besaran UMK dari tahun ke tahun menunjukkan kenaikan. Sebagai gambaran, UMK Kabupaten Mojokerto tahun 2020 naik 8,5 persen, tahun 2021 naik 2,3 persen, dan tahun 2022 naik 1,7 persen.
Dengan asumsi kenaikan upah 2022 mencapai 13 persen, UMP Jatim akan sebesar Rp 2.137.470 per pekerja per bulan atau naik Rp 245.000 per bulan per pekerja. Adapun UMK Kabupaten Mojokerto dengan asumsi kenaikan 13 persen akan menjadi Rp 4.920.909 per pekerja per bulan atau naik Rp 565.000 per bulan.
Namun, apabila sesuai dengan ketentuan PP 36, kenaikan UMK Kabupaten Mojokerjo hanya naik 1,7 persen atau Rp 75.000 per pekerjà per bulan menjadi Rp 4.354.787 per bulan per pekerja. Menyikapi perbedaan tersebut, pelaku usaha diminta tetap tenang dan menjaga kondusivitas di perusahaan masing-masing.
”Saat UMK sudah ditetapkan dan perusahaan belum sanggup mematuhinya, jangan khawatir. Ini bukan akhir segalanya karena ada kiat-kiat yang bisa diterapkan. Salah satunya menjaga hubungan baik dengan serikat pekerja,” papar Johnson.
Dia menambahkan, pengusaha dan pekerja sejatinya memiliki kepentingan yang sama, yakni mempertahankan kelangsungan usaha. Oleh karena itu, dalam situasi yang tidak mudah diperlukan sinergi atau kerja sama. Caranya, memperkuat komunikasi antara pelaku usaha dan pekerja agar memiliki semangat sama memperjuangkan kepentingan bersama.