Layanan Angkutan Perintis Terkendala Jalan Rusak dan Tingginya Biaya Operasional
Angkutan perintis yang melayani masyarakat di daerah pelosok menghadapi berbagai kendala, mulai dari jalan rusak hingga tingginya biaya operasional. Kolaborasi berbagai pihak diperlukan untuk mengoptimalkan layanan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Angkutan perintis yang melayani masyarakat di daerah pelosok menghadapi berbagai kendala, mulai dari jalan rusak hingga tingginya biaya operasional. Kolaborasi berbagai pihak diperlukan untuk mengoptimalkan pengembangan layanan perintis di daerah.
Hal itu mengemuka dalam diskusi publik bertajuk ”Optimalisasi Pengembangan Angkutan Perintis sebagai Peluang Peningkatan Konektivitas Daerah dan Pembangunan” yang digelar secara hibrida pada Rabu (2/11/2022).
Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Suharto menyampaikan, tahun 2022, ada 336 layanan trayek angkutan jalan perintis yang beroperasi di 32 provinsi di Indonesia. Jumlah armada bus Damri yang melayani angkutan jalan untuk daerah pelosok sebanyak 597 kendaraan.
Sebagian besar layanan perintis hadir di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal. Papua menjadi daerah paling banyak mendapat layanan angkutan perintis sebanyak 67 armada bus yang melayani 50 trayek.
Di lapangan, layanan angkutan perintis mengadapi berbagai kendala dan tantangan yang berat untuk bisa tetap beroperasi. ”Kendala di lapangan yang dihadapi, antara lain, sulitnya medan yang dilalui. Saat hujan deras, armada tidak bisa beroperasi,” kata Suharto.
Sulitnya medan yang harus dilalui angkutan perintis membuat kondisi kendaraan menjadi kurang optimal dan mudah rusak. Biaya operasinal di beberapa daerah, khususnya di wilayah timur Indonesia, juga sangat tinggi karena adanya perbedaan harga BBM dan onderdil kendaraan.
Di sisi lain, minat masyarakat untuk naik angkutan perintis masih rendah, terutama sejak pandemi Covid-19. Okupansi penumpang angkutan perintis di beberapa daerah masih di bawah 30 persen sehingga tidak mampu menutupi biaya operasional bus.
Suharto mengungkapkan, tahun ini, Kementerian Perhubungan telah menggelontorkan anggaran Rp 125,1 miliar untuk subsidi operasional angkutan perintis. Subsidi ini diberikan untuk memastikan agar layanan perintis bisa tetap melayani masyarakat di wilayah pelosok sehingga konektivitas antarwilayah tidak terputus. Hadirnya layanan perintis juga diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan perekonomian di wilayah pelosok.
”Pemerintah harus hadir di tengah kesulitas masyarakat dalam mendapatkan transportasi. Bicara masalah keprintisan, kami berupaya menghubungkan area tertentu yang terputus dengan memberikan layanan transportasi,” katanya.
Perencana Ahli Madya Direktorat Transportasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Dail Umamil Asri menyampaikan, optimalisasi pengembangan angkutan perintis membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Selain subsidi dari Kementerian Perhubungan, pemerintah daerah juga harus terlibat dalam penyediaan layanan perintis dan mendukung pembiayaan operasional. Selain pemerintah daerah, BUMN juga bisa berkolaborasi untuk mengoptimalkan layanan perintis.
PT Pos Indonesia, misalnya, dapat memanfaatkan layanan perintis untuk mengantarkan barang ke wilayah pelosok. Dengan begitu, sumber pendapatan yang diperoleh pengelola layanan bisa bersumber dari penumpang dan jasa antar barang.
Pemerintah harus hadir di tengah kesulitas masyarakat dalam mendapatkan transportasi.
Ke depan, pengelolaan layanan perintis juga harus memanfaatkan teknologi digital yang lebih canggih. Harapannya, masyarakat bisa lebih mudah mengakses layanan perintis melalui gawai. Pengawasan terhadap angkutan layanan perintis juga bisa lebih optimal.
Hadiayah selaku perwakilan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyampaikan, pihaknya berkomitmen memperbaiki infrastruktur jalan darat di Tanah Air. Hingga tahun 2024, Kementerian PUPR menargetkan bisa membanguan 2.500 kilometer jalan tol baru dan 3.000 kilometer jalan nasional baru.
Selain itu, pemerintah juga berkomitmen menjaga kondisi jalan nasional hingga 97 persen. Kementerian PUPR juga berkoodinasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten dalam upaya perbaikan akses jalan di wilayah pelosok yang dilintasi angkutan perintis. Pasalnya, sebagian besar perbaikan jalan di daerah pelosok berada di bawah kewenangan pemerintah daerah.
Sementara itu, pengamat transportasi dari Universitas Kristen Soegijapranata, Djoko Setijowarno, berpendapat, masyarakat di wilayah pelosok semestinya bisa menikmati layanan angkutan perintis secara gratis. BUMN dan perusahaan swasta di daerah juga bisa dilibatkan dalam membantu pemerintah menyediakan armada angkutan perintis dan penyelenggaraan layanan itu. Armada angkutan perintis juga harus disesuaikan dengan kondisi jalan sehingga layanan bisa lebih optimal.