Bertahun-tahun dicanangkan untuk menggantikan aspal minyak, aspal buton tidak kunjung jadi pilihan. Di Sulawesi Tenggara, tanah asal aspal alam terbesar di dunia itu, aspal buton pun tak berdaya.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
Bertahun-tahun dicanangkan untuk menggantikan aspal minyak, aspal buton tidak kunjung jadi pilihan. Padahal, hasil uji menunjukkan aspal alam yang melimpah di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, itu memiliki kualitas jauh di atas aspal minyak yang sebagian besar impor. Di tanah asalnya sendiri, aspal buton pun kalah bersaing.
Cadangan aspal buton di atas 600 juta ton. Kandungan ini disebut mencapai 80 persen cadangan aspal alam dunia sehingga mampu memenuhi kebutuhan aspal dalam negeri selama ratusan tahun. Deposit aspal alam lainnya ditemukan di Trinidad dan Tobago, Kanada, dan sebagian kecil di benua Afrika.
Namun, alih-alih termanfaatkan, aspal buton malah kalah dibanding aspal minyak yang sebagian besar harus diimpor. Tidak hanya secara nasional, aspal buton juga belum dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah di Sultra.
Padahal, uji kualitas menunjukkan hasil yang jauh di atas aspal minyak. Dalam pengujian teranyar, aspal Buton Performance Grade 70 di UPTD Laboratorium Konstruksi Dinas Sumber Daya Alam dan Bina Marga Sultra, nilai stabilitas aspal ini di angka 1.562,5. Nilai ini berada di atas aspal minyak 60/70, yang stabilitasnya di angka 1.357. Selisihnya mencapai 200 poin.
Uji terhadap produk aspal buton tersebut dilakukan terakhir pada Agustus 2022. Tes pertama dilakukan pada akhir tahun lalu dengan hasil yang tidak jauh berbeda. Aspal Buton PG 70 sendiri merupakan produk anyar yang diperuntukkan bagi konstruksi jalan tol, jalan negara, juga jalan kelas III. Sejumlah produk lebih dulu lainnya adalah aspal B 5/20, B 50/30, dan Cold Paving Hot Mix Asphalt (CPHMA).
M Yansen, penguji di UPTD Laboratorium Konstruksi Dinas SDA dan Bina Marga Sultra, Selasa (25/10/2022), menjelaskan, tingkat stabilitas aspal Buton PG 70 tersebut menunjukkan daya dukung terhadap beban. Semakin tinggi nilai stabilitas, maka ketahanan terhadap beban juga semakin baik. Hal tersebut menunjukkan kualitas aspal buton yang lebih baik dibandingkan aspal minyak.
Tidak hanya itu, ia melanjutkan, dari pengujian viskositas dan daktilitas aspal, nilai pemuluran menunjukkan hasil yang sangat baik. Kemampuannya setara bahkan di atas aspal minyak. ”Dari pengujian, elastisitas mencapai 145 sentimeter (cm) dan tidak putus. Itu tiga kali kami uji dan semua hasilnya sama. Kalau aspal minyak, rata-rata 135-140 cm, bisa sampai 145 cm, tapi tidak berturut-turut,” ujarnya.
Kepala UPTD Laboratorium Konstruksi Dinas SDA dan Bina Marga Sultra Wihardjo menyampaikan, dalam pemakaian di lapangan, produk yang diuji coba sejak 2019 ini tidak memiliki perbedaan besar dengan aspal minyak ataupun varian aspal buton lainnya. Hanya membutuhkan beberapa penyesuaian teknis yang tidak merepotkan.
”Jadi, seharusnya tidak ada alasan untuk tidak memakai produk ini di kualitas jalan yang disyaratkan. Jika sebelumnya aspal buton hanya menjadi subtitusi minor, dengan produk baru ini sudah bisa gantikan secara total. Kami sudah sampaikan ini ke dinas, dan akan presentasi ke Gubernur Ali Mazi,” ucap Wihardjo.
Tak jadi pilihan
Meski telah ada produk yang bisa menggantikan aspal minyak, aspal Buton PG 70 ini belum menjadi pilihan. Di Pemprov Sultra, aspal minyak mendominasi hingga 70 persen. Selebihnya adalah aspal Buton B 50/30.
Padahal, aturan dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pemanfaatan Aspal Buton untuk Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan Provinsi dan Kabupaten mewajibkan penggunaan aspal buton minimal 50 persen. Sejumlah arahan Gubernur Sultra Ali Mazi terkait penggunaan aspal buton juga tidak terealisasi.
Sebagai pengguna, daerah berharap agar harga aspal berkualitas baik tersebut bisa bersaing.
Kepala Bidang Bina Marga Dinas Sumber Daya Alam dan Bina Marga Sultra Yudi Masril, Senin (24/10/2022), mengungkapkan, selama ini, penggunaan aspal minyak memang masih dominan dibandingkan aspal buton dengan rasio 70:30.
Kondisi ini, Yudi beralasan, diakibatkan sejumlah hal, terutama terkait kualitas aspal buton yang belum maksimal. Beberapa tahun terakhir, Pemprov Sultra menggunakan aspal B 50/30 yang dicampur dengan aspal minyak dan sejumlah bahan lainnya.
Saat ini, Yudi melanjutkan, pihaknya berharap banyak pada aspal buton PG 70. ”Yang mayoritas pakai aspal buton setahu saya hanya beberapa daerah, seperti Kabupaten Buton,” ujarnya.
Dia menambahkan, ke depannya, selain kualitas, tentu adalah pertimbangan harga. Sebagai pengguna, daerah berharap agar harga aspal berkualitas baik tersebut bisa bersaing sehingga tidak ada kendala dalam penggunaan hingga pelaporan. ”Salah satu yang terdekat adalah kami akan uji coba di Jalan Kendari-Toronipa,” katanya.
Masih minimnya pemanfaatan aspal buton di Sultra menjadi gambaran pemakaian secara nasional. Data Asosiasi Pengembang Aspal Buton Indonesia (Aspabi), pemakaian aspal nasional pada 2021 adalah 888.557 ton, di mana 82,6 persen atau 707.324 ton adalah impor.
Nilai impor di kisaran Rp 9,2 triliun. Di bawah itu adalah produksi aspal minyak dari PT Pertamina Cilacap sebanyak 146.527 ton atau 16,5 persen. Terakhir, adalah aspal buton dengan persentase 0,9 persen.
Pada 27 November 2022, Presiden Joko Widodo berkunjung ke Buton. Ia melihat dan mengecek pengelolaan aspal yang melimpah dengan stok cadangan sekitar 622 juta ton. Menurut Presiden, saat ini semuanya harus dikerjakan di Buton. Dalam dua tahun ke depan, impor aspal akan dihentikan.
Keberpihakan
Ketua Aspabi Dwi Putranto menyampaikan, masalah utama penggunaan aspal buton saat ini adalah belum sinergisnya antara permintaan dan ketersediaan. Selama beberapa tahun terakhir, produksi aspal buton hanya dilakukan saat ada permintaan.
Terlebih lagi, ia melanjutkan, aspal buton yang ada saat ini secara umum memiliki kualitas PG 70. Kategori ini setara dengan aspal minyak polimer yang saat ini banyak digunakan. Secara harga, aspal buton tidak jauh berbeda dengan aspal minyak, bahkan bisa dikategorikan lebih murah dibandingkan aspal minyak kualitas tinggi.
Ini persoalan komitmen dan keberpihakan.
Oleh sebab itu, ia berharap semua pihak berkomitmen dan fokus menggunakan aspal buton ke depannya. Semua permasalahan dituntaskan dan diselesaikan secara bertahap. Sejalan dengan itu, upaya perbaikan dilakukan dari hulu hingga hilir.
Kepala Departemen Ilmu Ekonomi Universitas Halu Oleo Syamsir Nur menyebutkan, persoalan utama aspal buton yang belum dimaksimalkan adalah kemauan dan keberpihakan pemerintah. Sebab, produksi, kualitas, dan rantai pasok bukan menjadi kendala untuk digunakan secara massal di wilayah berjuluk ”Bumi Anoa” ini.
Dengan sumber aspal yang berada di wilayah ini, pemerintah daerah seharusnya berkomitmen kuat untuk memakai aspal buton dalam pengerjaan jalan. Secara hitungan ekonomis, distribusi aspal juga akan jauh lebih murah karena lokasi yang dekat.
”Selain sumber daya yang melimpah, penggunaan aspal buton secara maksimal akan memiliki efek yang luas terhadap ekonomi, baik itu investasi, pembukaan lapangan kerja, dan dampak lainnya bagi masyarakat. Ini persoalan komitmen dan keberpihakan,” ucap Syamsir.