Dihukum 5 Tahun Penjara, Hakim Itong Langsung Banding
Itong Isnaini Hidayat dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya itu terbukti menerima suap dan gratifikasi dari para pihak yang beperkara.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Itong Isnaini Hidayat dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta, subsider enam bulan kurungan. Hakim di Pengadilan Negeri Surabaya itu terbukti menerima suap dan gratifikasi dari para pihak yang berperkara untuk memenangkan permohonan mereka.
Selain itu, terdakwa juga dijatuhi pidana tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 390 juta dalam waktu sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap. Apabila terdakwa tidak sanggup membayarnya, harta bendanya akan disita. Namun, jika harta bendanya tidak mencukupi, bisa diganti dengan hukuman penjara selama enam bulan.
Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim yang diketuai Tongani dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Korupsi Surabaya, Selasa (25/10/2022). Dalam sidang tersebut, terdakwa mengikuti secara virtual dari tempatnya ditahan. Adapun jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dan penasihat hukum terdakwa hadir langsung di ruang sidang.
”Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi,” ujar Tongani.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa Itong terbukti melanggar Pasal 12 huruf c dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 juncto Pasal 65 KUHP. Dia menerima suap total Rp 450 juta, terdiri atas sebanyak Rp 400 juta dari panitera pengganti Muhammad Hamdan dan Rp 50 juta dari Hendro Kasiono. Suap diberikan dalam perkara sengketa ahli waris Made Manggalawati.
Itong merupakan hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri Surabaya untuk menangani perkara pembubaran PT Soyu Giri Medika. Sebelum mengajukan permohonan pembubaran perusahaan, pengacara pemohon, yakni Hendro Kasiono, berkonsultasi kepada Itong melalui Hamdan dan meminta perkaranya dimenangkan.
Selain itu, terdakwa Itong juga menerima gratifikasi dari beberapa pengacara untuk memenangkan perkara yang mereka tangani. Total gratifikasi yang diterima Rp 95 juta. Namun, uang itu dinikmati bersama Hamdan selaku panitera pengganti. Dalam persidangan terungkap, panitera pengganti mendapatkan 10 persen, sedangkan hakim yang menangani perkara mendapatkan 90 persen.
Adapun dalam memutuskan perkara suap dan gratifikasi dengan terdakwa Itong Isnaini Hidayat, majelis hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang dianggap memberatkan, antara lain, sikap terdakwa yang tidak jujur atau tidak mengakui perbuatannya. Sementara itu, yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum.
Banding
Menanggapi putusan majelis hakim tersebut, terdakwa Itong langsung menyatakan banding. Dia menolak dengan keras pendapat majelis hakim yang menyatakan dirinya tidak mau mengakui menerima uang dari Muhammad Hamdan dan Hendro Kasiono.
”Namun, saya tidak pernah menerima (uang itu) sehingga menyatakan banding (terhadap putusan majelis hakim),” ucap Itong.
Adapun jaksa penuntut umum KPK Mohammad Nur Aziz mengatakan, pihaknya masih pikir-pikir dalam menyikapi putusan majelis hakim. Ada banyak pertimbangan, salah satunya harus membahas amar putusan tersebut dengan pimpinan KPK.
Pihaknya menghormati putusan majelis hakim meskipun tidak mengabulkan semua tuntutan jaksa. Dalam tuntutannya, JPU KPK meminta terdakwa dihukum 7 tahun penjara dan didenda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, dipidana tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 390 juta subsider setahun kurungan.
”Kami menyatakan pikir-pikir. Mengenai putusan hukuman 5 tahun itu akan menjadi salah satu pertimbangan kami untuk melakukan upaya hukum berikutnya,” ucap Nur Aziz.
Terdakwa Itong ditangkap KPK pada 20 Januari 2022. Dia diperiksa penyidik dalam kaitan dengan perkara Muhammad Hamdan dan Hendro Kasiono.
Adapun Hamdan dihukum empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain hukuman pokok, terdakwa juga menerima hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 46 juta.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa Hamdan terbukti bersalah sesuai dengan dakwaan alternatif kesatu dan dakwaan kedua, yakni Pasal 12 huruf c UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 juncto Pasal 65 KUHP. Selain itu, juga Pasal 12 huruf B.
Putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya itu sama persis dengan tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada sidang sebelumnya jaksa menuntut terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.