Revolusi Mental Membutuhkan Perubahan Pola Pikir dan Tindakan Nyata
Revolusi mental bukan hal yang mudah diterapkan. Dimulai dari perubahan pola pikir hingga berimplementasi pada tindakan nyata. Butuh integritas, kerja keras, dan semangat gotong royong untuk mewujudkannya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy (kiri) berbincang dengan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru di sela-sela pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Gerakan Revolusi Mental Wilayah Barat, Kamis (20/10/2022). Dalam pertemuan itu, Muhadjir berpendapat revolusi mental bukan hal yang mudah, dimulai dari mengubah pola pikir hingga berimplementasi pada tindakan nyata.
PALEMBANG, KOMPAS — Revolusi mental membutuhkan perubahan pola pikir hingga tindakan nyata. Semua memerlukan komitmen, integritas, kerja keras, dan semangat gotong royong berbagai pihak.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Gerakan Revolusi Mental Wilayah Barat, Kamis (20/10/2022), mengatakan, revolusi mental bukan sekadar mengubah hal buruk menjadi baik. Dalam pelaksanaannya, hal itu membutuhkan proses panjang.
”Revolusi mental memang tidak mudah, tetapi kita harus terus belajar untuk mengubah perilaku menjadi lebih baik,” ujarnya.
Salah satu yang bisa dicontoh saat Presiden Soeharto melakukan revolusi mental dengan pemberantasan buta huruf dan membuka sekitar 160.000 SD inpres.
SD inpres merupakan program peningkatan kualitas pendidikan dasar di rezim Orde Baru. SD inpres terbentuk dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Gedung SD atas gagasan ekonom Widjodjo Nitisastro.
Dengan sistem pendidikan itu, jumlah orang buta huruf dapat dikikis signifikan. Model pendidikan ini pun menginspirasi negara lain yang tertinggal di Afrika dan Asia Selatan.
Revolusi mental yang Muhadjir klaim juga berhasil adalah ketika pemerintah mengubah sistem ujian nasional dari berbasis kertas menjadi ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Saat itu, ujar Muhadjir, dirinya mendapat ”serangan” dari berbagai pihak, seperti terbatasnya sarana komputer atau tidak adanya sinyal di daerah pelosok.
Padahal, UNBK bertujuan mengurangi kecurangan atau kesalahan soal atau bahkan mengikis kebudayaan mencontek. Visi itu pun terbukti. Ada perubahan struktural, dari pola pikir menunggu bocoran jawaban menjadi mencari jawaban sendiri karena ujian dilakukan serentak.
Yang terbaru adalah upaya melepaskan diri dari subsidi bahan bakar minyak. Hal itu, katanya, dapat memunculkan pertumbuhan ekonomi semu.
Saat ini, kebutuhan BBM Indonesia sekitar 1,4 juta barel per hari, sedangkan produksi minyak Indonesia hanya 800.000 barel per hari.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy
Revolusi mental inilah yang harus terus digaungkan agar terjadi perubahan yang besar pada pola hidup bermasyarakat.
”Kita coba mulai menjalankan perubahan kultural yang tentu efeknya akan lebih lama dibandingkan perubahan struktural,” ujar Muhadjir.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menyatakan, revolusi mental juga telah mulai dijalankan. Salah satunya lewat Gerakan Sumsel Mandiri Pangan. Program ini bukan sekadar kemandirian pangan, melainkan juga mengubah pola pikir untuk lebih produktif menghasilkan pangan.
Perubahan pola pikir ini juga berpengaruh pada semakin terkendalinya inflasi di daerah. ”Kebiasaan ini yang terus didorong agar bisa menyebar ke seluruh warga Sumsel,” ujarnya.
Menurut dia, gelora revolusi mental santer terdengar pada 2014, tetapi kini sudah semakin pudar. Karena itu, perlu komitmen bersama agar tujuan revolusi mental, yakni mengubah pola pikir masyarakat Indonesia menjadi lebih baik bisa tercapai.
Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenko PMK Didik Suhardi mengatakan, sudah lima tahun revolusi mental berbicara konsep. Sekarang sudah waktunya melakukan aksi nyata dari implementasi revolusi mental.
Hal ini sudah dilakukan dengan menerapkan sejumlah gerakan kemandirian yang berdampak pada perbaikan ekonomi masyarakat. Dia mencontohkan, penanaman 10 juta pohon yang hasilnya bisa dimanfaatkan warga.
”Aktivitas ini juga bisa memperkuat nilai gotong royong dan menciptakan gerakan Indonesia mandiri,” ujarnya.
Selain itu, ujar Didik, revolusi mental yang harus diterapkan adalah implementasi adab bermedia sosial. Berdasarkan data Kompas tahun 2021, sekitar 47 persen informasi di media digital Indonesia masih berisikan penipuan dan berita bohong, 27 persen ujaran kebencian, dan 13 persen berita tentang kriminalisasi.
”Dengan fakta ini, warga kita akan lebih banyak diasup dengan informasi yang bersifat negatif,” ujarnya. Karena itu, ia berharap di setiap daerah ada setiap gerakan unggulan revolusi mental yang bisa diterapkan di daerahnya masing-masing.