Kebebasan Ekspresi Seni Kaum Muda Manado
Jiwa muda selalu resah, menggebu-gebu didorong kerinduan akan kebebasan dan perubahan. Maka, di tengah hiruk-pikuk kota yang membenamkan suara mereka, anak-anak muda biasa di Manado menciptakan ruang ekspresi lewat seni.

Salah satu pendiri Malam Puisi Manado, Netty Rahajaan (27), membacakan puisi di atas panggung Komedi dan Puisi yang digelar komunitas seni Utara Pride di Manado, 16 Juni 2022.
Dengan semangat membara, Netty Rahajaan (27) membacakan puisi itu di atas panggung, pertengahan Juni 2022. Judulnya ”Ini Nusa Utara, Bukan Tambang Negara”, yang ia tulis bersama Hendro Septian Lende (32), komedian tunggal.
”…Yang tersisa hanya sejarah perjuangan yang tak akan pernah mati/ nanti tumbuh jadi api yang membakar banyak nyali/ Ribuan niu akan berkicau dari seluruh Sahendarumang/ Melawan untuk rumah, melawan untuk setiap air, dan melawan untuk akar-akar pohon pala/ Mari pulang, nak, mari melawan/…”. Demikian penggalan bait puisi itu.
Lewat sajak itu, Netty menyerukan ikatan batinnya pada Pulau Sangihe, tempat ia menghabiskan masa SMA sebelum hijrah ke Manado. Keping memori berlatar laut dan bukit berkabut di pulau seluas 73.698 hektar itu kini terancam lenyap digilas tambang emas yang mendapat izin operasional pada awal 2021.
Sebagai pemuda biasa, perempuan berdarah Maluku itu tak punya cukup kuasa untuk mengusir perusahaan tambang sendirian. Maka, untuk sementara, keresahan dan tekadnya diserukan di atas panggung dalam bait-bait puisi.

Dua anggota komunitas Malam Puisi Manado, Netty Rahajaan (kiri) dan Farizt Siraj, tampil membacakan puisi dalam acara KC Fest di Manado, 24 September 2022.
Malam itu, penyair muda lainnya juga tampil bergantian dengan para komika yang menyajikan guyonan kocak serta beberapa musisi. Acara di Warung Kopi Kemang, Kelurahan Sindulang II, yang digelar kumpulan anak muda pencinta seni itu bertajuk Komedi dan Puisi. Pencinta sajak dari Malam Puisi Manado dan komika dari Standup Indo Manado pun dipertemukan di atas satu panggung.
”Di awal, Malam Puisi Manado cuma menampilkan puisi. Tetapi, kami ingin kasih tahu bahwa puisi juga bisa ditampilkan bersama seni-seni lain,” ujar Netty ketika ditemui, Rabu (12/10/2022), bersama penyair muda lain, Farizt Siraj (20).
Malam Puisi Manado terbentuk pada 8 Maret 2020, beberapa minggu sebelum kasus pertama Covid-19 diumumkan di Manado. Komunitas itu bisa dikatakan menandai kebangkitan puisi sebagai seni pertunjukan di Manado.
”Puisi selama ini cuma jadi pelajaran anak SD, padahal banyak jiwa yang semangatnya terbakar ketika mendengar puisi. Saat masa reformasi pun, puisi dijadikan alat untuk beraspirasi dengan bebas. Sekarang seharusnya bisa begitu juga. Makanya, kami bikin komunitas ini untuk membangun kepekaan,” ujar Netty.
Tiga hari setelah digagas, para pendiri Malam Puisi langsung mengeksekusi ide tongkrongan mereka. Para pemuda pencinta puisi dipertemukan di sebuah rumah kopi. Sejak itu, Malam Puisi Manado berpindah dari kafe ke kafe untuk merayakan kebebasan berekspresi dengan puisi, setidaknya sekali dalam sebulan.
Baca juga : Mangrove Kritis di Manado, Rehabilitasi Mendesak

Para penggemar puisi yang tergabung dalam komunitas Malam Puisi Manado berfoto bersama setelah menggelar acara baca puisi di salah satu kafe di Manado, 2020 lalu.
Beragam wacana dan keresahan terlontar tanpa kekangan melalui kata-kata yang diucapkan lantang penuh penjiwaan, acap kali diiringi dengan petikan gitar yang menambah syahdu.
Tentu saja, puisi yang mereka bacakan tak melulu bermuatan politik, tetapi juga yang dekat dengan keseharian pemuda, mulai dari asmara hingga kesehatan mental.
Farizt mencontohkan, pada Juni 2021, mereka menetapkan tema romansa untuk merayakan puisi ”Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono. Pernah juga tema mosi tidak percaya diangkat untuk memprotes Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
”Dari semua kegiatan ini, kami ingin mewadahi penyair- penyair muda. Mereka punya keresahan yang bersifat pribadi. Kami yakin segala resah mereka itu bisa diredakan dengan menuangkannya dalam bentuk puisi,” ujarnya.
Malam Puisi Manado pun menjadi ruang bagi para pemuda yang lelah dengan rutinitas hidup. Sebab, kata Farizt, puisi mampu mewakili perasaan dan menghibur siapa saja yang berada di kafe tempat mereka bersua. Di sana pula jaring-jaring baru pertemanan dapat terbentuk.

Beberapa pemuda perwakilan komunitas seni mengikuti gelar wicara di panggung acara Komedi dan Puisi yang digelar Utara Pride di Manado, Sulawesi Utara, 16 Juni 2022.
Wadah belajar
Komedian tunggal Hendro Septian Lende, alias Endru, sepakat bahwa seni adalah media untuk mengungkapkan keresahan dengan bebas. Beragam emosi negatif dan ketidakpuasan dalam hidup ia lampiaskan di atas panggung dengan cara jenaka sehingga malah menghibur khalayak.
”Tetap harus lucu, kalau tidak sama saja cuma marah- marah,” katanya.
Beberapa komika lain juga tampil malam itu, semuanya dari Standup Indo Manado yang memiliki sekitar 20 anggota aktif. Endru menyebut komunitas itu sebagai wadah belajar bagi siapa pun yang mau menggeluti komedi tunggal. Di situlah para komika, mayoritas berusia 18-36 tahun, berkembang.
”Di situ kami belajar menulis materi dan skenario, kemudian akting karena kami memerankan apa yang kami tulis,” ujarnya.
Setiap anggota Standup Indo Manado kemudian akan menguji kelucuan materinya di acara open mic setiap Jumat di Allure Coffee, Kelurahan Teling Atas. Penontonnya tak lain para pengunjung kedai. Materi yang lucu akan disimpan untuk bahan manggung.
Baca juga : Klinik Pijat, Simbol Kesuksesan Difabel Netra Manado

Hendro Septian Lende (32) alias Endru Stifler, komedian tunggal asal Manado, Sulawesi Utara, tampil dalam acara Komedi dan Puisi yang digelar komunitas Utara Pride di Manado, 16 Juni 2022.
Lain dari puisi, komedi tunggal jauh lebih populer. Para komika sering dipanggil untuk tampil di berbagai acara. Namun, kata Endru, sebagai pekerja industri kreatif, mereka harus mampu menciptakan panggung sendiri atau bersama komunitas seni lain, seperti Malam Puisi Manado.
”Justru paling enak bikin panggung sendiri karena idealisme kita tertuang di situ. Bebas bawa materi apa aja,” kata Endru.
Membangun kesadaran
Komunitas seni yang dibangun para pemuda Manado juga berperan membangun kesadaran akan berbagai isu. Itulah mengapa Nurrul Nelwan (24) pada 2019 mendirikan komunitas bioskop mikro bernama Bakumpul Bauni, dalam Melayu Manado berarti berkumpul (untuk) menonton.
Kami ingin menyediakan ruang pemutaran film alternatif yang mempertemukan sineas, aktivis, dan penggemar film, sekaligus memberikan referensi tontonan kepada publik Manado.
Sebulan sekali, tujuh anggota Bakumpul Bauni menggelar pemutaran dan diskusi film pendek karya para sineas Tanah Air.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F10%2F20%2Fe16385f5-ab12-4ae6-a2a7-8e6173724ffb_jpg.jpg)
Hendro Septian Lende (32) alias Endru Stifler, komedian tunggal asal Manado, Sulawesi Utara, berpose seperti atlet tinju ketika ditemui pada Sabtu (15/10/2022). Endru adalah anggota komunitas Standup Indo Manado.
”Kami ingin menyediakan ruang pemutaran film alternatif yang mempertemukan sineas, aktivis, dan penggemar film, sekaligus memberikan referensi tontonan kepada publik Manado,” kata Nurrul.
Selalu ada isu sosial tertentu yang diangkat setiap pemutaran yang tak jarang tergolong ”tabu” untuk bebas dibicarakan. Mei lalu, misalnya, mereka memutar tiga film bertema eksploitasi perempuan. Pada Agustus, mereka menyajikan tiga film yang membahas kelompok jender dan orientasi seksual minoritas.
Nurrul, Netty, Farizt, dan Endru adalah potret gairah muda yang berkarya, bersuara, dan mendorong perubahan lewat komunitas seni. Semua dimungkinkan selagi masih muda dan bebas, serta keadaan belum memaksa mereka menggadaikan idealisme.

Para komika anggota Standup Indo Manado berpose setelah menggelar acara open mic di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (7/10/2022).