Data Kependudukan yang Valid Jadi Kunci Penanganan Tengkes di Palembang
Rencana penanganan tengkes di Palembang, Sumsel, harus dimulai sedari dini. Karena itu, data kependudukan yang valid menjadi kunci penting keberhasilan penanganan tengkes. Kolaborasi antar-instansi diperlukan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Sejumlah upaya pencegahan dilakukan untuk menekan laju tengkes di Palembang, Sumatera Selatan. Hasil identifikasi dari tim pakar menemukan penyebab tengkes adalah pernikahan dini, tidak teredukasinya keluarga mengenai program Keluarga Berencana, dan kurang memadainya lingkungan, terutama fasilitas sanitasi. Karena itu, data valid mengenai kondisi penduduk sangat dibutuhkan agar penanganan tengkes bisa tepat sasaran.
Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda, Selasa (11/10/2022), di Palembang, mengatakan, saat ini pemerintah kota terus berupaya untuk menekan angka tengkes. Sebagai langkah awal, pihaknya terus melakukan identifikasi jumlah kasus tengkes dengan melibatkan tim pakar.
Dari hasil identifikasi tim pakar diketahui, jumlah kasus tengkes di Palembang sudah cukup menurun dari 1.000 anak balita pada tahun 2021 menjadi 495 anak balita di tahun 2022 dengan jumlah anak balita yang diperiksa mencapai 118.410 anak.
Memang hasil identifikasi hanya bisa dijadikan sampel dari upaya penanganan tengkes secara menyeluruh di Palembang. Karena itu, data yang lebih valid tentang kependudukan sangat dibutuhkan untuk menakar kasus tengkes di Palembang.
Karena itu, pemkot juga masih menunggu hasil Pendataan Awal Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) 2022 dari Badan Pusat Statistik yang akan menjadi acuan untuk melakukan intervensi lebih lanjut. ”Dari data tersebut akan tergambar bagaimana kondisi masyarakat yang berisiko melahirkan anak tengkes menakar dari kondisi lingkungan dan ekonominya,” ucap Fitrianti.
Selama ini, datang tengkes baru menyasar jumlah balita yang sudah terkena tengkes, sedangkan keluarga yang berisiko melahirkan anak tengkes belum terdeteksi secara optimal. ”Padahal, dalam upaya pencegahan, data mengenai calon pengantin dan ibu hamil juga sangat dibutuhkan,” ujar Fitrianti.
Menurut dia, intervensi pemerintah sudah harus dilakukan sejak sebelum kelahiran bayi tersebut. ”Ini sebagai bentuk pencegahan. Edukasi dan sosialisasi harus dimulai dari calon pengantin,” katanya.
Karena itu, peran setiap instansi terkait sangat dibutuhkan. Tidak hanya dinas kesehatan, tetapi dinas lain, untuk segera membenahi beberapa hal yang menjadi penyebab tengkes, misalnya pembenahan infrastruktur agar tercipta fasilitas sanitasi yang baik.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang Fenty Aprina menjabarkan, berdasarkan hasil analisis tim ahli, ditemukan bahwa kasus tengkes di Palembang disebabkan oleh beberapa faktor utama, yakni pernikahan dini, pendapatan orangtua, kondisi lingkungan yang tidak baik, serta fasilitas sanitasi yang kurang memadai.
Beberapa kasus di antaranya adalah perempuan yang menikah dan hamil pada usia berisiko, yakni di bawah 20 tahun dan di atas 30 tahun. Tidak hanya itu, dari beberapa keluarga berisiko tengkes, suami tidak bekerja.
Selain itu, masih ada ibu hamil dan anak balita tinggal di lingkungan kurang baik, seperti lingkungan dengan paparan asap rokok yang sangat tinggi. Ada pula lingkungan dengan fasilitas sanitasi minim sehingga masih ada warga yang membuang air besar di sembarang tempat. ”Bahkan, beberapa warga juga tidak mendapatkan bimbingan kesehatan serta tidak menjalankan program Keluarga Berencana,” ucap Fenty.
Ini akan menjadi modal bagi setiap pemangku kepentingan untuk menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan fungsinya masing-masing. ”Dengan cara ini, diharapkan angka tengkes di Palembang dapat ditekan serendah mungkin,” pungkasnya.
Pejabat Fungsional Pranata Kependudukan Ahli Madya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sumatera Selatan Taruna Rosevelt menyebut secara prevalensi tingkat tengkes di Palembang cukup rendah. Pada tahun 2022, prevalensi tengkes di Palembang mencapai 14,2 persen. Adapun target pada tahun 2023 mencapai 11,97 persen, sedangkan untuk tahun 2024 mencapai 9,62 persen.
Target ini bisa tercapai jika semua instansi memiliki komitmen yang kuat untuk menekan tengkes. ”Agar tengkes dapat ditekan, program Keluarga Berencana harus kembali digiatkan,” kata Taruna.
Menurut dia, akar masalah dari tengkes adalah kurangnya sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya Keluarga Berencana. ”Mungkin karena akses yang jauh dari fasilitas kesehatan atau memang belum ada tim pendampingnya,” ujar Taruna. Karena itu, penyusunan perencanaan secara sistematis dan akurat menjadi faktor penting untuk menekan angka tengkes.