Pelaku UMKM di Papua Masih Terbentur Sejumlah Kendala
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia akan membantu pelaku UMKM di Papua untuk mengatasi sejumlah kendala. Setidaknya tiga kendala yang dihadapi, yakni minimnya pelatihan, akses untuk pasar, dan pendanaan yang belum optimal.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Himpunan Pengusaha Muda Indonesia mengidentifikasi setidaknya tiga kendala yang dihadapi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Papua. Kendala ini meliputi minimnya pelatihan berbisnis, belum adanya akses untuk pemasaran produk, dan masih sulitnya mendapatkan pendanaan untuk meningkatkan kualitas produk.
Sekretaris Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda (Hipmi) Bagas Adhadirgha, saat ditemui di Jayapura, Rabu (5/10/2022), mengatakan, pihaknya menemukan tiga masalah tersebut setelah bertemu langsung dengan komunitas pelaku UMKM di Papua, khususnya di Jayapura. Para pelaku usaha ini sudah lama berkecimpung di Papua.
Ia menilai, tiga masalah tersebut juga sering ditemukan Hipmi di wilayah lain di Indonesia. Karena itu, Hipmi akan berperan menyuarakan tiga aspirasi tersebut ke pemerintah pusat dan mengakomodasi pihak lain untuk turut mengatasi kendala tersebut, misalnya pihak perbankan.
”Perhatian Hipmi untuk pelaku UMKM sangatlah besar. Sebanyak 90 persen dari sekitar 40.000 anggota aktif HIPMI adalah pelaku UMKM. Kami akan membantu para pelaku UMKM di sini karena potensi mendapatkan profit sangatlah besar. Sebab, Papua diberkahi kekayaan alam yang luar biasa,” kata Bagas.
Bagas menuturkan, Hipmi telah menginstruksikan jajarannya di Papua untuk membantu para pelaku UMKM. Bantuan tersebut termasuk pelatihan untuk mengembangkan produk UMKM sehingga bisa menembus ritel nasional.
Ia menambahkan, Hipmi juga telah bersinergi dengan pemerintah dalam menyosialisasikan pembuatan nomor induk berusaha (NIB) di seluruh Papua. Pemberian NIB pertama kali di Papua terlaksana di Kabupaten Jayapura bagi 2.700 pelaku UMKM pada 31 Agustus 2022.
Pelaku UMKM yang telah memiliki NIB dapat kemudahan akses pinjaman di bank karena telah memiliki legalitas usaha. Dari data sementara Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Tenaga Kerja Papua, sekitar 3.000 pelaku usaha di Papua telah memiliki NIB.
”Hipmi akan terus mengajak pelaku UMKM agar segera mengurus pembuatan NIB karena sama sekali tidak mengeluarkan biaya. Kami berharap media massa dan berbagai pihak terkait terus menyosialisasikan tentang manfaat NIB,” ujar Bagas.
Sementara itu, Sekretaris Umum Badan Pengurus Daerah Hipmi Papua Therecia Eka Kambuaya mengatakan, pelaku UMKM yang tergabung dalam Hipmi Papua berpeluang mendapatkan pinjaman modal usaha dari perbankan. Hipmi Papua telah menjalin kerja sama dengan BRI untuk pemberian pinjaman tanpa agunan.
”Dari hasil kesepakatan dengan BRI, anggota kami bisa mendapatkan pinjaman hingga maksimal Rp 100 juta tanpa agunan. Namun, diperlukan sejumlah syarat untuk mendapatkan pinjaman itu. Salah satunya memiliki legalitas usaha, seperti NIB,” kata Therecia.
Kami menargetkan 30.000 pelaku UMKM di Jayapura mengurus NIB.
Yafeth Wetipo, pelaku UMKM komoditas kopi Papua, berpendapat, pihaknya sangat membutuhkan bantuan akses ke konsumen yang lebih besar. Selain itu, diperlukan pula akses untuk permodalan yang mudah dan pemasaran produk serta pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dalam berbisnis.
Hal senada disampaikan Baktiar Istiawan dari komunitas UMKM Tangan di Atas yang memiliki 75 anggota pelaku usaha. Ia berharap para pelaku UMKM di Papua dapat juga bergabung dalam Hipmi sehingga bisa mendapatkan pelatihan tentang peningkatan bisnis dan legalitas usaha.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, dan Tenaga Kerja Papua Laduani Ladamay menyambut baik upaya Hipmi untuk membantu para pelaku UMKM di Papua. Dia menyatakan, pihaknya terus berupaya mendata sekitar 200.000 pelaku UMKM di Papua untuk segera mendapatkan NIB.
”Kami menargetkan 30.000 pelaku UMKM di Jayapura mengurus NIB. Selama ini banyak pelaku UMKM di Papua yang kesulitan mendapatkan bantuan kredit usaha rakyat karena usahanya belum memiliki legalitas,” kata Laduani.
Ia menilai, sejauh ini pelaku UMKM di Papua yang tergabung dalam koperasi juga masih minim. Padahal, dengan menjadi anggota koperasi yang berkualitas, UMKM akan lebih mudah mengakses program bantuan dari pemerintah ataupun perbankan.
”Hanya terdapat sekitar 100 koperasi yang terbaik di Papua. Jumlah anggota setiap koperasi maksimal ratusan orang. Kondisi ini jauh berbeda dengan daerah lain, seperti Nusa Tenggara Timur, yang memiliki minimal ribuan anggota di setiap koperasi,” ucap Laduani.