Penyerangan 14 Pekerja di Teluk Bintuni Hambat Pembangunan Jalan di Daerah Terpencil
DPR Papua Barat mengecam aksi kelompok kriminal bersenjata yang menyerang 14 pekerja jalan di Kabupaten Teluk Bintuni. Perbuatan para pelaku menyebabkan pembangunan jalan di daerah terpencil terhenti.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat mengecam aksi kelompok kriminal bersenjata pimpinan Arnoldus Yancen Kocu yang menyerang 14 pekerja jalan di Kampung Mayerga, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, pada Kamis (29/9/2022). Aksi tersebut mengakibatkan pembangunan infrastruktur jalan di daerah terpencil kabupaten tersebut terhenti.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat Orgenes Wonggor, saat dihubungi dari Jayapura, mengatakan, pihaknya mengecam keras perbuatan kelompok Arnoldus. Ia menilai para pelaku telah menyebabkan pembangunan jalan di daerah terpencil yang menghubungkan Kabupaten Teluk Bintuni ke Kabupaten Maybrat terhenti.
”Perbuatan para pelaku tidak mencerminkan perjuangan yang damai untuk Papua, namun kekerasan terhadap warga sipil yang tidak berdosa. Masyarakat di daerah terpencil tak bisa mendapatkan infrastruktur jalan yang memadai karena pembangunannya telah terhenti,” kata Orgenes.
Berdasarkan data Polres Teluk Bintuni dan kesaksian salah satu korban, kelompok kriminal bersenjata (KKB) menyerang 14 pekerja yang sedang dalam perjalanan menuju lokasi proyek jalan ruas Moskona Utara-Moskona Barat-Maybrat di Kampung Mayerga sekitar pukul 15.00 WIT.
Dalam penyerangan itu terdengar empat kali tembakan ke arah pekerja. Sebanyak sembilan pekerja berhasil melarikan diri ke Pos Koramil dan sungai di sekitar Kampung Mayerga.
Sementara itu, empat pekerja tewas dibunuh dan seorang pekerja belum ditemukan hingga kini. Identitas empat korban tewas adalah Abas, Yafet, Darmin, dan Armin. Adapun seorang pekerja yang belum ditemukan bernama Reva.
Perbuatan para pelaku tidak mencerminkan perjuangan yang damai untuk Papua, namun kekerasan terhadap warga sipil yang tidak berdosa
Menanggapi serangan itu, Orgenes meminta aparat TNI dan Polri sebagai representasi negara harus hadir untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat. Upaya penegakan hukum terhadap kelompok ini harus dilaksanakan untuk mencegah penyerangan tidak lagi terulang.
”Kelompok Arnoldus telah melakukan tiga kali aksi kekerasan di Papua Barat. Padahal, Papua Barat adalah tanah yang penuh kedamaian dan menjunjung tinggi toleransi,” tutur Orgenes.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Papua Barat Komisaris Besar Adam Erwindi mengatakan, tim gabungan Polres Teluk Bintuni, TNI, dan Brimob berhasil mengevakuasi empat jenazah yang tampak penuh luka bacok ke Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Bintuni pada Jumat sekitar pukul 21.00 WIT. Dua dari empat jenazah ini dalam kondisi hangus terbakar.
Para pelaku juga membakar dua alat berat dan tiga truk yang digunakan untuk pembangunan Jalan Moskona Utara-Moskona Barat-Maybrat. Polres Teluk Bintuni telah melakukan olah tempat kejadian perkara saat mengevakuasi jenazah empat pekerja.
”Tim gabungan TNI dan Polri telah diterjunkan ke lokasi kejadian untuk mengejar para pelaku dan menemukan salah satu pekerja bernama Reva. Kami telah mengantongi nama-nama para pelaku,” tambah Adam.
Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom, menyatakan, pihaknya mengakui telibat dalam penyerangan para pekerja jalan trans-Kabupaten Teluk Bintuni-Kabupaten Maybrat. Aksi ini dipimpin Arnoldus Yancen Kocu selaku pimpinan operasi OPM Wilayah IV Sorong.
Sebby pun menyatakan, OPM pimpinan Arnoldus berhasil membunuh empat pekerja dan melukai seorang pekerja lainnya dalam aksi ini. Dia mengklaim, pembunuhan empat warga itu dilakukan karena mereka dinilai sebagai anggota intelijen pihak keamanan yang menyamar sebagai pekerja jalan.
”OPM menyerang para pekerja ini karena kedapatan membawa senjata api. Mereka adalah anggota intelijen yang memantau pergerakan OPM,” kata Sebby.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Wilayah Papua Frits Ramandey sangat menyayangkan tindakan tidak berperikemanusiaan yang dilakukan kelompok sipil bersenjata. Ia menilai, aksi tersebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan tindakan kriminalitas sehingga pihak keamanan bisa mengambil upaya penegakan hukum.
”Perbuatan mereka tidak ada mendapatkan simpati dari negara mana pun dan dicap sebagai aksi yang sadis dan tidak berperikemanusiaan. Komnas HAM akan menginvestigasi peristiwa ini dengan mengambil keterangan dari para korban yang selamat,” ujar Frits.