Kodam Cenderawasih: 18 Prajurit Tersangka Penganiayaan Warga di Mappi
Sebanyak 18 prajurit TNI menjadi tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan seorang warga meninggal dunia di Kabupaten Mappi, Papua. Komnas HAM akan mengambil keterangan dari para tersangka.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih merilis perkembangan kasus penganiayaan dua warga di Kabupaten Mappi, Papua, bernama Bruno Amenim Kimko dan Yohanes Kanggun. Sebanyak 18 prajurit TNI ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan di Markas Detasemen Polisi Militer XVII/Merauke.
Informasi penetapan 18 prajurit sebagai tersangka disampaikan Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Letnan Kolonel (Kav) Herman Taryaman saat dikonfirmasi Kompas di Jayapura, Papua, Kamis malam (29/9/2022).
Herman memaparkan, diduga aksi 18 prajurit yang telah ditetapkan sebagai tersangka menyebabkan Bruno meninggal dunia, sementara Yohanes mengalami luka-luka dalam peristiwa tersebut. Prajurit yang telah ditetapkan sebagai tersangka ini berasal dari Satgas Yonif Raider 600/Modang dari Kodam V/Mulawarman di Kalimantan Timur.
Dari data hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Wilayah Papua, 18 prajurit ini diduga menganiaya dua warga di halaman Pos Bade Satgas Yonif Raider 600 pada 30 Agustus 2022. Keduanya disiksa berulang kali dengan kayu, kabel, dan sejumlah benda lainnya dari pukul 08.00 hingga 16.00 WIT.
Setelah itu, kedua korban direndam di kolam berlumpur hingga pukul 17.00 WIT. Ketika hendak dipindahkan ke tempat yang lain, Yohanis melihat temannya, Bruno, dalam kondisi tidak berdaya dan diduga telah meninggal dunia.
Dari hasil visum jenazah Bruno, ditemukan luka jahitan pada kepala dan leher, luka terbuka pada dada, luka di punggung, serta memar di kedua paha. Sementara hasil visum Yohanis terungkap luka pada bahu kiri dan kanan, dada terluka, punggung terluka, dan memar di kedua paha.
”Delapan belas orang yang tersangka terdiri dari seorang perwira pertama dan 17 prajurit. Sebanyak 6 orang yang diduga terlibat penganiayaan Yohanes, sementara belasan orang lainnya yang diduga menganiaya Bruno hingga tewas,” ucap Herman.
Ia menuturkan, penanganan kasus dibagi atas dua berkas perkara. Berkas perkara yang pertama meliputi dugaan penganiayaan Bruno hingga tewas, sedangkan berkas kedua tentang penganiayaan Yohanes hingga mengalami luka-luka.
”Proses pemeriksaan terhadap para saksi dan tersangka telah selesai. Saat ini, prosesnya sudah memasuki tahap melengkapi administrasi berkas perkara. Kemungkinan berkas perkara akan dilimpahkan ke pihak Oditur Militer IV-20 Jayapura pada pekan depan,” ujar Herman.
Ia menambahkan, 18 prajurit yang telah ditetapkan sebagai tersangka untuk sementara ditahan di Markas Denpom XVIII/3 Merauke untuk menjalani penyidikan lebih lanjut.
Kepala Komnas HAM Perwakilan Wilayah Papua Frits Ramandey mengungkapkan, sebanyak 10 prajurit menolak diperiksa Komnas HAM di Markas Korem 174/ATW Merauke, 16 September 2022 lalu. Ia menilai perbuatan 10 prajurit ini diduga telah direncanakan dan tidak patuh terhadap perintah pimpinan TNI AD yang telah memerintahkan jajarannya di Merauke memberikan akses informasi bagi Komnas HAM dalam investigasi kasus tersebut.
”Kami telah menyampaikan masalah ini kepada Panglima Kodam XVII Cenderawasih Mayjen Muhammad Saleh Mustafa. Beliau telah memerintahkan agar pemeriksaan 10 prajurit ini oleh Komnas HAM wajib dilaksanakan kembali,” kata Frits.
Frits pun mengaku telah meminta keterangan dari tiga pemimpin dari 18 prajurit ini. Salah satunya adalah Mayor (Inf) Karuniawan Ariddho selaku Komandan Satgas Yonif Raider 600.
Komisioner Komnas HAM RI, Mohammad Choirul Anam, mengimbau pihak yang terlibat dugaan kasus dugaan penganiayaan dua warga di Kabupaten Mappi agar kooperatif dalam memberikan informasi kepada Komnas HAM. Ia menilai, penolakan pelaku menyampaikan informasi merupakan fenomena yang sering kali terjadi di beberapa kasus.
”Komnas HAM meminta semua pihak jangan menutupi informasi dalam proses penegakan hukum. Kami bisa menggunakan metode penggunaan teknologi, seperti penelusuran jejak digital dalam kasus pembunuhan empat warga di Mimika,” ucap Choirul.