Setiap jam terjadi lima kecelakaan yang merenggut dua nyawa di Tanah Air. Pengabaian terhadap manajemen keselamatan akan terus memicu kecelakaan fatal.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Kementerian Perhubungan mencatat pada kurun waktu 2017-2021 terjadi 533.700 kecelakaan dengan jumlah korban meninggal mencapai 134.700 orang. Artinya, rata-rata setiap hari terjadi 293 kecelakaan dengan jumlah kematian mencapai 74 jiwa. Dengan kata lain, setiap jam terjadi lima kecelakaan yang merenggut dua nyawa.
Statistik fatalitas atau kematian akibat kecelakaan itu cuma kalah dari pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) sejak Maret 2020 yang sampai kini masih berlangsung, tetapi dianggap terkendali. Penyakit akibat penularan virus korona galur baru SARS-CoV-2 dan turunannya itu memunculkan 6,426 juta kasus yang mengakibatkan kematian 158.057 jiwa.
”Situasi kecelakaan seperti pandemi,” kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno dalam rapat di Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) XI Jawa Timur di Surabaya, Rabu (28/9/2022).
Namun, situasi kecelakaan dan pandemi Covid-19 berbeda. Pandemi melandai setelah berlangsung dua tahun seperti perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun, situasi kecelakaan dan dampak fatalitas nyaris tak berubah. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, situasi kecelakaan berada pada kisaran 100.028-116.411 kasus per tahun dengan kematian 23.529-30.694 jiwa per tahun.
Menurut investigator senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Ahmad Wildan, mayoritas kecelakaan terjadi akibat kelalaian manusia yang mengabaikan sistem manajemen keselamatan. Yang masih menjadi perhatian ialah angkutan atau kendaraan berlebih dimensi dan muatan (overdimension overloading/ODOL). Dimensi berlebih hampir selalu diakibatkan oleh muatan berlebih.
Fenomena angkutan ODOL sudah amat lama terjadi dan mungkin dianggap wajar di masyarakat. ODOL tidak terbatas pada kendaraan besar, tetapi mencakup kendaraan kecil, yakni sepeda motor dan sepeda. Sudah lazim dan diabaikan oleh masyarakat, pengangkutan barang dilakukan dengan sepeda dan sepeda motor secara berlebih dimensi dan muatannya. Misalnya, pengangkutan lemari es, mesin penyejuk udara, televisi layar besar, hingga menjajakan makanan dan minuman keliling dengan sepeda motor.
ODOL untuk sepeda motor bahkan jelas amat berbahaya. Djoko mengatakan, sepeda motor merupakan kendaraan dengan tingkat perlindungan terkecil. Pengemudi dan atau penumpang bisa mengalami dampak fatal akibat kecelakaan sepeda motor misalnya sekadar terjatuh. Jika sepeda motor mengalami ODOL, risiko fatalitas kecelakaan bagi pengemudi dan sesama pengendara meningkat.
Sepekan terakhir, di wilayah Surabaya Raya (Gresik-Surabaya-Sidoarjo) setidaknya tercatat empat nyawa pengemudi sepeda motor melayang karena kecelakaa,n terutama menabrak kendaraan besar, yakni truk atau bus. Truk-truk, meski tidak berlebih dimensi, hampir selalu berlebih muatan untuk menekan biaya operasional. ”Karakter ODOL ini mengabaikan kepentingan keselamatan sehingga kecelakaan sulit untuk ditekan,” kata Wildan.
Berulang
Wildan mengatakan, salah satu perhatian KNKT ialah mendorong upaya preventif atau pencegahan. Kecelakaan berkarakter berulang. Contohnya, kecelakaan truk trailer yang gagal dalam pengereman di jalan menurun sehingga menabrak dan menewaskan kalangan pengendara di depannya seperti terjadi di Kota Bekasi, Jawa Barat, dan Balikpapan, Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu.
”Karena berulang, berarti ada rekomendasi kami yang tidak dijalankan atau belum diketahui secara luas,” kata Wildan. Misalnya, rekomendasi KNKT terhadap kasus kecelakaan di Balikpapan secara ideal perlu diketahui dan dijalankan oleh komunitas pengemudi, pengusaha angkutan, dan pemilik barang di Indonesia. Kasus kecelakaan perlu menjadi preseden atau contoh agar tidak terjadi lagi. Namun, ternyata kejadian serupa kembali terjadi dengan kemiripan seperti di Bekasi itu.
Mantan Kepala Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan Umar Aris dalam rapat mengatakan, kinerja transportasi yang utama dilihat dari keselamatan. Setelah itu, keamanan dan pelayanan. ”Ukuran performance dalam transportasi itu sederhana, yakni safety, safety, safety (keselamatan), baru security (keamanan) dan services (pelayanan),” ujar Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek itu.
Umar melanjutkan, dalam penyelenggaraan angkutan barang dan manusia, unsur keselamatan dan keamanan tidak bisa ditawar. Apa pun bentuk atau wujud sarana transportasinya, termasuk angkutan dalam jaringan (online) berbasis aplikasi telepon seluler. Karena mengangkut manusia atau warga negara, berarti ada kepentingan publik di sana sehingga penyelenggaraannya harus tunduk pada regulasi yang ada, yakni Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
”Tidak bisa misalnya angkutan online meminta penerapan aturan yang lex specialis karena mereka mengangkut orang sehingga unsur safety tidak bisa ditawar,” kata Umar. Taksi daring, misalnya, sepatutnya tidak boleh berkaca mobil amat gelap yang menurunkan pengawasan terhadap keselamatan penumpang di dalam.
Analis kebijakan keselamatan angkutan jalan Dinas Perhubungan Jatim, Arjani Hia Putra, mengatakan telah mengembangkan sistem informasi manajemen keselamatan berbasis aplikasi atau laman internet. Sistem ini bisa diakses melalui http://smkdigital.dishub.jatimprov.go.id/login/ yang diperuntukkan bagi semua penyelenggara angkutan barang dan penumpang di Jatim.
Sistem ini dibuat dan dikembangkan untuk mengawasi penyelenggara angkutan agar berkomitmen mewujudkan manajemen keselamatan yang baik. Penyelenggara wajib mengisi aplikasi itu secara rutin untuk mendapatkan sertifikat atau semacam persetujuan bahwa secara administratif telah melaksanakan manajemen keselamatan untuk menekan potensi kecelakaan. Misalnya, jenis kendaraan, dimensi, tonase, bobot muatan, perkiraan jumlah penumpang, pengemudi, teknisi, dan pemeriksa.
”Kalau tidak mengisi dan melapor, mereka tidak mendapat sertifikat kelaikan sebagai salah satu syarat untuk perjalanan,” kata Arjani. Sistem ini diharapkan menumbuhkan komitmen penyelenggara angkutan untuk menerapkan manajemen keselamatan yang baik, misalnya tidak ODOL dan memastikan kesiapan dan keandalan pengemudi. Pada akhirnya, menekan potensi atau setidaknya mengurangi dampak kecelakaan.