Festival Lima Gunung XXI Digelar Tanpa Pembatasan Penonton
Semua orang dipersilahkan hadir dalam Festival Lima Gunung XXI di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tanpa ada pembatasan pada Jumat hingga Minggu (30/9-2/10/2022),
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Seniman petani Komunitas Lima Gunung menampilkan tari Topeng Ireng untuk menyemarakkan pembukaan Festival Lima Gunung XXI di Studio Mendut, Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (8/8/2022). Ajang tahunan Festival Lima Gunung kembali digelar dengan menampilkan keragaman budaya seniman petani warga lereng Gunung Merapi, Andong, Merbabu, Sumbing, dan pegunungan Menoreh.
MAGELANG, KOMPAS — Festival Lima Gunung atau FLG XXI di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, akan digelar lebih meriah dibandingkan dengan dua tahun terakhir 2020 dan 2021 saat pandemi Covid-19 melanda. Selain melibatkan ribuan seniman untuk tampil, FLG tahun ini juga akan digelar tanpa pembatasan penonton.
”Kembali pada situasi sebelum pandemi, FLG kali ini kembali digelar di satu tempat dengan mempersilakan siapa pun untuk datang dan menonton,” ujar Endah Pertiwi dari seksi acara FLG XXI, Rabu (28/9/2022).
FLG XXI akan digelar di Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat hingga Minggu (30/9-2/10/2022).
Selama tiga hari, ajang ini akan menampilkan pentas dari 1.135 seniman dari 69 kelompok seni dari sejumlah daerah dari dalam dan luar Jawa hingga luar negeri, yaitu Jepang, Kanada, dan Amerika.
Tidak sekadar menampilkan seni murni dari negara masing-masing, dua kelompok seniman asing dari Jepang dan New York, Amerika Serikat, justru akan menampilkan pentas kolaborasi.
Seniman petani Komunitas Lima Gunung menampilkan tari Topeng Ireng untuk menyemarakkan pembukaan Festival Lima Gunung XXI di Studio Mendut, Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (8/8/2022).
”
”
Di dua tahun sebelumnya, menyesuaikan dengan berbagai aturan pembatasan yang diberlakukan pemerintah, FLG digelar dengan beragam pembatasan, misalnya memberlakukan jarak antara seniman dan penonton. Agar tidak menimbulkan kerumunan, setiap pelaksanaan pentas FLG juga selalu dilakukan di ruang terbuka yang luas dengan area sangat longgar, seperti di ladang jagung, di hutan, dan di atas atap rumah warga.
Dalam dua tahun tersebut, FLG dilaksanakan berpindah-pindah tempat dengan memublikasikan undangan secara mendadak dan terbatas pada orang-orang tertentu saja.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Anak-anak berlatih tari Nawung Sekar di Padepokan Wargo Budoyo, Dusun Gejayan, Banyusidi, Pakis, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (12/7/2022). Padepokan tersebut merupakan bagian dari Komunitas Lima Gunung yang terus berekspresi melalui media seni dengan kesenian khas dari daerah setempat.
Ketua Komunitas Lima Gunung sekaligus tokoh seniman dari Dusun Mantran Wetan, Supadi Haryono, mengatakan, sekalipun sebenarnya perekonomian warga Dusun Mantran Wetan sedang terpuruk karena anjloknya harga berbagai panen sayuran yang dihasilkan, warga tetap antusias mempersiapkan FLG XXI yang tahun ini digelar serangkaian dengan tradisi perayaan Saparan.
”Ekonomi boleh sulit. Namun, untuk kebutuhan perayaan Saparan dan FLG, kami, setiap warga Dusun Mantran Wetan, akan tetap siap mengeluarkan uang lebih dari Rp 5 juta,” ujarnya.
Secara bergotong royong, warga Dusun Mantran Wetan, sejak dua minggu lalu, sudah mulai menghias dan membuat instalasi panggung dan kampung dengan bahan-bahan alam. Adapun bahan alam yang digunakan adalah jerami, batang jagung, pelepah daun pisang, pelepah daun kelapa, dan batang cabai.
”Khusus untuk pelepah daun kering saja, volume pelepah yang kami gunakan mencapai hingga 4 ton,” ujarnya.
Tidak sekadar mengandalkan bahan-bahan alam yang ada di dusun sendiri, sebagian bahan juga didatangkan dari dusun-dusun asal para seniman Komunitas Lima Gunung lainnya.
”Dukungan dari dusun-dusun lain sangat kami butuhkan karena sebagian bahan, seperti pelepah daun kelapa, misalnya, tidak tersedia di Dusun Mantran Wetan,” ujarnya.
Supadi mengatakan, saat ini pihaknya juga telah menyiapkan 45 rumah warga sebagai tempat transit dan tempat menginap para kelompok seniman yang akan mengisi pentas FLG.
Festival Lima Gunung merupakan festival yang digelar oleh Komunitas Lima Gunung yang terbentuk tahun 2002 atas prakarsa budayawan asal Magelang, Sutanto Mendut (68). Komunitas ini beranggotakan lebih dari 10 kelompok kesenian yang tersebar di desa-desa di lereng lima gunung dan perbukitan sekitar Magelang, yakni Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh.
Tiap kelompok itu beranggotakan lebih dari 50 seniman yang kebanyakan juga merupakan petani dan peternak. Kebanyakan kelompok tersebut menekuni seni pertunjukan, tetapi ada juga seniman anggota Komunitas Lima Gunung yang merupakan pelukis, pematung, dan dalang wayang kulit
Sejak tahun 2002, Komunitas Lima Gunung rutin menggelar perhelatan kesenian bernama Festival Lima Gunung. Festival itu digelar secara bergantian di desa-desa di lereng lima gunung dan perbukitan di sekitar Magelang.