Kawasan Air Sugihan-Simpang Heran di Sumsel Dijadikan Koridor Gajah Sumatera
BKSDA Sumatera Selatan menetapkan koridor gajah sumatera di kawasan Air Sugihan-Simpang Heran. Kolaborasi antarpihak diperkuat untuk melancarkan program ini.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
RHAMA PURNA JATI
Dua gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) jinak di Suaka Margasatwa Padang Sugihan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Sabtu (13/5/2022). Kedua gajah ini digunakan untuk menghalau gajah lain ketika terjadi konflik dengan warga.
PALEMBANG, KOMPAS — Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan menetapkan koridor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di kawasan Air Sugihan-Simpang Heran, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Hal itu diharapkan menjadi salah satu tonggak awal meminimalkan risiko konflik antara manusia dan gajah.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel Ujang Wisnu Barata, Senin (26/9/2022), mengatakan, koridor satwa di Air Sugihan-Simpang Heran sudah disepakati. Luasnya sekitar 263.000 hektar dari total luas kawasan 600.000 hektar.
Ukuran itu, kata dia, mengacu pada hasil deliniasi atau pembuatan garis batas wilayah tertentu berdasarkan pengamatan data kehadiran satwa hingga konfliknya dengan manusia lewat metode analisis spasial multikriteria. Beberapa perusahaan dan masyarakat ikut terlibat menentukan kawasan itu.
”Langkah selanjutnya, memastikan koridor tersebut berfungsi agar memberikan tempat nyaman bagi satwa. Tujuannya agar gajah tidak keluar hutan hingga masuk ke areal atau perkebunan masyarakat,” katanya.
Petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan dan Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa sedang memasang GPS collar pada salah satu gajah sumatera liar di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Jumat (13/5/2022). Teknologi ini digunakan sebagai upaya mitigasi konflik antara warga dan gajah.
Ketua Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa Syamsuardi menyatakan, penetapan itu dilakukan saksama. Salah satu tahapan pentingnya dengan memantau pergerakan gajah. Data itu diperoleh dari sabuk kalung sistem pemosisi global (GPS) yang terpasang pada salah satu gajah betina pemimpin kawanan.
”Kelompok gajah akan melewati jalur sama saat mencari pakan dan berkembang biak. Dari sana lantas bisa dipetakan bagaimana menciptakan tempat tinggal yang nyaman. Misalnya, menanam tanaman yang disukai gajah di sepanjang koridor dan menanam tanaman yang tidak disukai gajah di permukiman atau perkebunan warga,” katanya.
Ke depan, keberadaan koridor satwa di Air Sugihan-Simpang Heran bisa menjadi contoh bagi kantong populasi gajah lainnya. Saat ini, berdasarkan data BKSDA Sumsel, terdapat sembilan kantong populasi gajah sumatera di Sumsel dengan 202 individu.
Dalam satu hamparan, misalnya, kini diisi lebih dari 100 gajah. Bahkan, ada satu kawasan dengan 40 gajah. Dia menyebutkan, hal itu adalah indikator baik yang mungkin hanya satu-satunya di Sumatera. ”Edukasi dan sosialisasi mengenai perilaku gajah harus disampaikan kepada masyarakat. Agar mereka bisa hidup berdampingan tanpa merugikan satu sama lain,” ucap Syamsuardi.
BKSDA SUMSEL
Seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) berjenis kelamin betina lahir di Pusat Pelatihan Gajah (PLG) Jalur 21 Padang Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Rabu (13/7/2022). Ini merupakan kelahiran pertama di tahun 2022. Dengan begitu ada 28 gajah jinak yang berada di kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Belantara Foundation Dolly Priatna menyebut, kolaborasi antarpihak merupakan kunci penting mempertahankan koridor satwa. Diharapkan, kata dia, ada interkoneksi antarkawanan sehingga terjadi keragaman genetik yang akan membuat gajah lebih sehat dan tidak terpapar penyakit.
Mengacu pada kesepakatan ini, Dolly berharap ada pembuatan prosedur standar operasi yang bisa menjadi acuan bagi beragam pihak untuk mempertahankan koridor satwa. Dia mencontohkan saat hendak dibuat jalur wisata.
”Harapannya, hal itu bisa dilakukan tanpa merusak bentang alam yang ada,” ujarnya.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan dan Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa sedang memasang GPS collar pada salah satu gajah sumatera liar di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Jumat (13/5/2022). Teknologi ini digunakan sebagai upaya mitigasi konflik antara warga dan gajah.
Identitas Sumsel
Pengajar Komunikasi Lingkungan di Universitas Islam Negeri Raden Fatah, Palembang, Yenrizal, menuturkan, untuk memperkuat kecintaan masyarakat Sumsel pada gajah, harus dimulai dengan edukasi masif. Salah satu caranya dengan menjadikan gajah sebagai salah satu identitas daerah.
”Saya yakin tidak semua warga tahu kalau ada gajah di Sumsel. Padahal, hanya dengan naik kapal cepat selama satu jam dari Palembang, kita bisa melihat gajah sumatera,” ucapnya.
Upaya memperkenalkan gajah lebih luas itu juga yang membuat Ketua Rumah Sriksetra Taufik Wijaya berinisiatif membuat film dokumenter di kawasan Air Sugihan. Ada banyak kearifan lokal tentang gajah yang sepertinya luput dari perhatian generasi saat ini. Ia menyebut, budaya Melayu sangat menghormati gajah. Hal ini ditandai dengan penyebutan gajah sebagai datuk.
”Dengan menghormati gajah dan memberikan ruang untuk hidup, potensi konflik bisa diredam,” katanya.