Air dan Ikan di DAS Barito Terkontaminasi Mikroplastik
Kandungan mikroplastik ditemukan dalam air sungai dan lambung ikan di daerah aliran Sungai Barito. Pencemaran sungai harus dikendalikan karena mikroplastik dapat mengganggu fungsi hormon tubuh manusia.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Daerah aliran Sungai Barito di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sudah terkontaminasi mikroplastik. Kandungan mikroplastik tidak hanya ditemukan dalam air sungai, tetapi juga dalam lambung ikan yang diperoleh dari sungai tersebut. Pencemaran sungai itu harus dikendalikan karena mikroplastik termasuk senyawa pengganggu hormon tubuh manusia.
Temuan mikroplastik dalam air sungai dan ikan di daerah aliran Sungai (DAS) Barito disampaikan tim Ekspedisi Sungai Nusantara di Banjarmasin, Jumat (2/9/2022). Kandungan mikroplastik ditemukan setelah tim ekspedisi berkolaborasi dengan Perkumpulan Telapak Badan Teritori Kalimantan Selatan melakukan ekspedisi sungai di Banjarmasin pada 26 Agustus hingga 1 September 2022.
Prigi Arisandi selaku peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara menyampaikan, ekspedisi di Banjarmasin dilakukan dengan menyusuri Sungai Kuin, Sungai Martapura, dan Sungai Barito. Sungai Kuin dan Sungai Martapura merupakan anak Sungai Barito. Ketiga sungai tersebut merupakan DAS Barito yang termasuk dalam sungai nasional karena hulunya berada di Kalimantan Tengah.
Tim ekspedisi menggunakan perahu bermotor atau kelotok untuk menyusuri sungai di Banjarmasin. Dalam ekspedisi itu, tim melakukan uji kualitas air, uji mikroplastik, dan pemetaan timbulan sampah di sungai. Tim ekspedisi mengambil sampel air sungai di beberapa lokasi dan mengambil 10 spesies ikan yang banyak dikonsumsi masyarakat untuk kemudian diuji kadar mikroplastiknya.
”Dari hasil pengujian diketahui bahwa semua air sungai di DAS Barito telah tercemar mikroplastik dengan rata-rata 56 partikel mikroplastik (PM) dalam 100 liter air,” kata Prigi, yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecological Observation and Wetland Conservation/Ecoton).
Kandungan mikroplastik terbanyak ditemukan di Sungai Martapura di sekitar kawasan Taman Maskot Bekantan, Banjarmasin, yaitu sebanyak 125 PM/100 liter. Jenis mikroplastik yang ditemukan dalam air Sungai Martapura di lokasi tersebut adalah fiber (270), filamen (80), dan fragmen (25). Di lokasi tersebut kandungan oksigen dalam air juga sangat rendah, yakni hanya 1,4 miligram per liter.
Selanjutnya, dari hasil pengujian terhadap 10 jenis ikan sungai, ditemukan rata-rata kandungan mikroplastik dalam lambung ikan di DAS Barito adalah 53 PM dalam satu ikan. Kandungan mikroplastik paling banyak ditemukan dalam lambung ikan lais (135 PM per ikan) dan paling sedikit ditemukan pada ikan seluang (18 PM per ikan).
Prigi menjelaskan, mikroplastik adalah serpihan plastik berukuran kurang dari 5 milimeter yang berasal dari pemecahan sampah plastik, seperti tas keresek, styrofoam, botol plastik, sedotan, alat penangkap ikan, popok, dan sampah plastik lainnya yang dibuang ke sungai. Akibat paparan sinar matahari dan pengaruh pasang surut, sampah plastik itu rapuh dan terpecah menjadi remah-remah.
”Mikroplastik termasuk senyawa pengganggu hormon sehingga apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan memengaruhi sistem hormon reproduksi dan metabolisme. Akibatnya, orang bisa menderita diabetes melitus, penurunan kualitas dan kuantitas sperma, serta menopause lebih awal,” kata Prigi.
Mikroplastik di dalam air sungai juga akan mengikat polutan di air, seperti logam berat, pestisida, dan detergen. ”Dengan ditemukan mikroplastik dalam tubuh ikan akan menjadi ancaman baru karena racun mikroplastik akan berpindah dari tubuh ikan ke tubuh manusia yang mengonsumsi ikan,” ujar Prigi.
Dari hasil pengujian terhadap 10 jenis ikan sungai ditemukan rata-rata kandungan mikroplastik dalam lambung ikan di DAS Barito adalah 53 PM dalam satu ikan.
Dikendalikan
Menurut Prigi, keberadaan mikroplastik harus dikendalikan dengan cara mengendalikan dan menghentikan penggunaan plastik sekali pakai serta mengendalikan sampah plastik agar tidak masuk ke dalam sungai.
”Pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat harus hadir untuk mengendalikan sumber-sumber pencemaran DAS Barito, terutama yang bersumber dari limbah domestik,” katanya.
Berdasarkan hasil pemantauan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel terhadap kualitas air Sungai Martapura di Kabupaten Banjar dan Kota Banjarmasin pada 2020, status mutu air sungai di sub-DAS Martapura dalam kategori cemar sedang. Kemudian, hasil pemantauan terbaru pada Mei-Juni 2022 didapati 81,58 persen dalam status cemar ringan; 15,79 persen dalam status cemar sedang, dan hanya 2,63 persen dalam status memenuhi mutu.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalsel Hanifah Dwi Nirwana mengatakan, pemerintah provinsi memiliki program Sungai Martapura Asri dalam upaya memperbaiki kualitas air Sungai Martapura. Program tersebut dijalankan bersama Pemkot Banjarmasin dan Pemkab Banjar. ”Kami berupaya mengurangi penggunaan jamban apung di Sungai Martapura,” katanya, beberapa waktu lalu.
Menurut Ketua Perkumpulan Telapak Badan Teritori Kalimantan Juliade, sungai bagi masyarakat Banjarmasin dan Kalsel pada umumnya adalah sumber penghidupan. Sungai menjadi jalur transportasi serta menunjang sebagian besar aktivitas warga, mulai dari mandi, mencuci, mencari ikan, hingga berdagang.
”Harus ada pelibatan masyarakat dalam upaya mengurangi pembuangan sampah ke sungai. Apalagi, sungai juga menjadi tempat wisata. Sangat tidak elok kalau masih banyak sampah bertebaran di sungai,” kata Juliade.