Jelang Vonis, Jaksa Penuntut dan Kuasa Hukum Saling Klaim Benar
Kasus dugaan kekerasan seksual di sekolah Selamat Pagi Indonesia mencuat saat JE, pendiri sekolah Selamat Pagi Indonesia, dilaporkan telah melecehkan siswi di sana.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Menjelang vonis, jaksa penuntut umum dan kuasa hukum terdakwa dalam kasus dugaan pelecehan seksual di sekolah Selamat Pagi Indonesia Kota Batu saling klaim kebenaran. Jaksa mengeklaim bahwa kasus dugaan pelecehan seksual itu benar, sedangkan kuasa hukum terdakwa mengeklaim bahwa kliennya hanya menjadi korban rekayasa kasus.
Dalam sidang pembacaan duplik kuasa hukum terdakwa, Rabu (24/8/2022), di Pengadilan Negeri Malang, kuasa hukum JE, terdakwa dalam kasus dugaan pelecehan seksual di sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, mengeklaim bahwa kliennya tetap tidak bersalah. Ia hanya merupakan korban rekayasa kasus dari pelapor.
”Sejak awal kami melihat bahwa dalam perkara ini dari awal tidak cukup bukti. Kami melihat bahwa, juga dari dakwaannya, JPU tidak bisa membuktikan dakwaan yang didakwakan kepada klien kami. Maka, kami meminta kepada majelis hakim untuk menuntut bebas klien kami,” kata Dito Sitompoel seusai sidang.
Dito menilai, JPU tidak memiliki alat bukti cukup selama proses persidangan. Selama ini, menurut dia, JPU hanya berputar-putar pada laporan korban dan asumsi.
Hakim itu memutuskan dengan dua alat bukti dan keyakinan atas proses di persidangan. Tidak bisa hanya dengan asumsi atau keyakinan. Makanya, kami yakin bahwa klien kami akan bebas,” katanya.
Kuasa hukum JE, saat itu, membawa 17 bukti baru terkait kasus tersebut. Hal itu dinilai memperkuat pembelaan mereka atas terdakwa.
Adapun jaksa penuntut umum dalam kasus tersebut mengatakan tetap optimistis bahwa dakwaan dan tuntutan mereka terbukti selama sidang. ”Duplik kuasa hukum sama dengan pleidoi atau pembelaan mereka. Bahwa kasus ini rekayasa. Namun, kami melihat bahwa kasus ini terbukti. Dakwaan dan tuntutan kami sejalan dan terbukti,” kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kota Batu Yogi Sudarsono.
Yogi, yang merupakan salah satu JPU, mengatakan, saksi korban, saksi ahli, dan alat bukti yang mereka ajukan di persidangan dinilai mampu membuktikan bahwa tindak pidana dilakukan JE, pendiri sekolah Selamat Pagi Indonesia, terhadap siswinya benar-benar terjadi.
”Yang jelas, kami sudah menunjukkan semua bukti yang ada. Maka dari itu, mari bersama-sama kita kawal dan kita lihat pertimbangan-pertimbangan apa yang lebih meyakinkan majelis hakim dalam memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya,” kata Yogi.
Kasus dugaan kekerasan seksual di sekolah Selamat Pagi Indonesia mencuat saat JE, pendiri sekolah Selamat Pagi Indonesia, dilaporkan telah melecehkan belasan siswi di sana. Laporan ke Kepolisian Daerah Jawa Timur dibuat pada Mei 2021.
Saat itu, belasan orang tersebut, didampingi Komnas Perlindungan Anak, melaporkan JE sebagai pelaku kekerasan seksual. Namun, dalam surat dakwaan akhirnya disebut hanya ada seorang korban, yaitu SDS. Sementara pelapor lain menjadi saksi. Jaksa menyebut, korban lain akhirnya memilih tidak melapor dengan berbagai alasan.
Dalam kasus tersebut, JPU menuntut JE dengan pidana penjara selama 15 tahun. JE dinilai bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya. Dalam kasus ini, JE dinilai melakukan tindak pidana terhadap saksi korban, yaitu SDS.
Sidang lanjutan kasus ini akan digelar dua minggu lagi, yaitu Rabu (7/9/2022), dengan agenda sidang berupa vonis.