Strategi Pelaku Usaha Warung Makan Hadapi Kenaikan Harga Bahan Baku
Sejumlah pelaku usaha warung makan menempuh berbagai upaya untuk menekan pengeluaran. Hal ini dilakukan sebagai strategi menghadapi kenaikan harga sejumlah bahan pangan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Menghadapi kenaikan harga sejumlah bahan pangan, para pelaku usaha di Kota dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, terpaksa menempuh beragam strategi agar menekan biaya operasional dan bertahan menjalankan usaha. Selain menaikkan harga jual produk makanan, sebagian lainnya berusaha mengurangi porsi makanan yang ditawarkan ke konsumen.
Aris Dwi Prakoso, salah seorang pegawai di Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Borobudur di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, mengatakan, pihaknya telah menempuh sejumlah strategi untuk menekan dampak kenaikan harga sejumlah komoditas.
Di tahap awal, agar tidak perlu menaikkan harga dan memberatkan pelanggan, Balkondes Borobudur mengurangi ukuran lauk seperti ayam dan ikan. Namun, upaya tersebut akhirnya tidak jadi dilanjutkan karena mendapatkan kritik dan protes dari pelanggan.
”Ketika itu, pelanggan yang datang, terutama pelanggan yang sudah beberapa kali memesan di tempat kami, protes kenapa ukuran ayam yang dihidangkan jauh lebih kecil dari yang biasa disajikan di acara-acara sebelumnya,” ujarnya, Rabu (24/8/2022).
Balkondes adalah tempat persinggahan yang dibangun di 20 desa di Kecamatan Borobudur. Selain menyediakan homestay sebagai tempat menginap, balkondes juga menyediakan fasilitas restoran dan ruang pertemuan.
Menyikapi kondisi tersebut, Balkondes Borobudur menempuh cara lain, yaitu menaikkan harga paket makanan yang ditawarkan sebesar Rp 5.000 per paket per orang. Paket makanan dengan lauk ayam, misalnya, yang semula ditawarkan Rp 30.000 per orang, kini dijual dengan harga Rp 35.000 per orang.
Konsumen yang keberatan dengan kenaikan harga kuliner itu disediakan empat menu lainnya yang sengaja tidak dinaikkan harganya, yaitu mi goreng dan mi rebus serta nasi goreng dan nasi godhog atau nasi dengan mi kuah. Empat menu tersebut ditawarkan dengan harga Rp 25.000 per sajian.
Kenapa ukuran ayam yang dihidangkan jauh lebih kecil dari yang biasa disajikan di acara-acara sebelumnya.
Kenaikan harga memang terjadi pada sejumlah bahan pokok. Setelah harga minyak goreng sempat melejit beberapa waktu lalu, kenaikan harga kemudian terjadi pada cabai, bawang merah, dan bawang putih. Pada bulan Agustus ini, kenaikan harga mulai terjadi pada komoditas ayam potong.
Yanti (50), salah satu pelaku usaha warung makan di sentra kuliner di Pasar Rejowinangun, bahkan tidak berani menaikkan harga makanan yang dijual. Strategi untuk menekan pengeluaran hanya dilakukannya dengan mengurang porsi makanan berupa nasi dan lauk pauk bagi pelanggan.
”Ukuran potongan tempe dan lauk ayam juga dikurangi, diperkecil dari ukuran potongan sebelumnya,” ujarnya.
Supiyah (55), pemilik warung makan lainnya di Pasar Rejowinangun, mengatakan, setelah harga beras yang biasa dibelinya naik menjadi Rp 11.000 per kilogram (kg), dia pun berupaya menekan pengeluaran dengan cara mencari alternatif beras lainnya yang dijual dengan harga Rp 10.000 per kilogram. Namun, hal itu akhirnya urung dilakukan karena beras dengan harga lebih murah berkualitas buruk dan beraroma kurang wangi.
Menyikapi hal tersebut, dia pun kembali menggunakan beras yang biasa dibeli dan berusaha menekan belanja dengan mengurangi porsi makanan untuk pelanggan, termasuk untuk porsi nasi yang diberikan. Namun, strategi tersebut juga belum tentu bisa diterima pelanggan.
”Ketika kemudian konsumen protes, saya pun mengalah. Porsi nasi tetap saya berikan seperti biasanya,” ujarnya.
Sariyah (60), salah seorang pedagang ayam di Pasar Rejowinangun, mengatakan, harga ayam yang semula Rp 30.000 per kg, selama bulan Agustus ini terus naik dan sekarang mencapai Rp 35.000 per kg. Namun, kenaikan harga ini, menurut dia, merupakan hal yang wajar terjadi karena bulan ini menjadi masa banyak orang menggelar hajatan.
Sementara itu, Eko Sungkono, petani di Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, mengatakan, rata-rata harga beras memang naik dari sebelumnya Rp 10.000 per kg menjadi Rp 10.500-Rp 11.000 per kg. Namun, dia juga beranggapan hal ini merupakan kondisi yang biasa terjadi di masa panen musim kemarau. Hal ini dipicu oleh penurunan produksi padi karena pada musim kemarau, banyak petani padi di sebagian daerah beralih menanam palawija.