Ketersediaan pupuk dan air selama kemarau basah membuat petani optimistis bisa panen lebih baik pada musim ini.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Musim tanam padi di Malang Raya, Jawa Timur, kini sudah dimulai. Petani mendapatkan urea bersubsidi pada musim kemarau basah kali ini dengan harga Rp 130.000 per zak ukuran 50 kilogram.
Pada Senin (22/8/2022), ada beberapa daerah yang lahan persawahannya mulai menghijau oleh tanaman padi muda, antara lain di wilayah Kecamatan Singosari dan Pakisaji di Kabupaten Malang, serta Kedungkandang di Kota Malang.
Sisanya menjelang panen, lahan mulai digarap, dan sebagian yang lain masih terbengkalai pascapanen. Sementara di beberapa wilayah di sisi timur Kabupaten Malang, petani lebih memilih palawija dan sayuran.
”Sekarang lebih mudah mencari pupuk dibandingkan saat musim tanam sebelumnya. Saat itu, mencari pupuk bersubsidi cukup sulit. Kios juga kosong. Sedangkan pupuk nonsubsidi hargaya mahal. Saat ini saya lihat di kios-kios pupuk tersedia,” ujar Juwadi (52), salah satu petani di Desa Karangduren, Kecamatan Pakisaji.
Juwadi memiliki lahan seluas 1.600 meter persegi dengan tanaman padi yang masih berumur 20 hari. Saat ditemui, dia tengah menyiangi rumput. Setelah bersih dari gulma, baru Juwadi akan menaburkan pupuk ke tanaman. ”Sekarang pupuk sudah di tangan. Mungkin lima hari lagi baru dilakukan pemupukan,” ucapnya.
Didukung saluran irigasi, menurut dia, kondisi cuaca kali ini dinilai bagus untuk tumbuh kembang tanaman padi. Meski selama ini hanya dua kali tanam dalam setahun, produktivitas padi di persawahan setempat bisa mencapai 7 ton per hektar. Adapun harga gabah saat panen pada Juli lalu Rp 450.000 per kuintal.
Sekarang lebih mudah mencari pupuk dibandingkan saat musim tanam sebelumnya.
Hal senada dikatakan Darsin (62), salah satu petani di Desa Banjararum, Kecamatan Singosari. Menurut Darsin, dua tahap pemupukan telah ia lewati pada saat tanaman padinya berumur 20 dan 45 hari. Saat ini, padi IR 32 miliknya menjelang berbuah.
”Jatah pupuk cukup. Saya dapat dengan harga Rp 130.000 per zak urea. Pupuk yang lain, seperti Ponska, harganya juga sama,” katanya. Berbeda dengan petani lain yang memupuk hingga tiga kali, Darsin memilih hanya dua kali memupuk dengan alasan kondisi tanaman bagus.
Dia pun optimistis hasil panen pada musim kemarau basah kali ini lebih bagus dibandingkan dengan sebelumnya meski petani harus bekerja lebih keras dan memasang jaring guna menghalau burung. ”Ini mulai burung-burung pipit mulai muncul, tetapi tidak sebanyak tahun lalu,” katanya.
Kepala Bidang Prasarana Sarana dan Penyuluh pada Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang Suwaji mengatakan, kondisi pupuk tercukupi meski untuk yang subsidi saat ini masih dalam masa peralihan.
Peralihan yang dimaksud terkait dengan perubahan kebijakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.
Permentan itu, antara lain, menyebut soal sembilan komoditas yang diberi subsidi, yakni padi, jagung, dan kedelai untuk jenis tanaman pangan. Lalu cabai, bawang merah, dan bawang putih untuk hortikultura. Adapun perkebunan ada tebu, kakao, dan kopi.
Selain itu, jenis pupuk yang mendapat subsidi juga dikurangi tinggal urea dan pupuk majemuk (NPK). ”Insya Allah cukup, aman (kondisi pupuk di Malang). Karena, untuk kebutuhan di luar sembilan komoditas itu menggunakan pupuk nonsubsidi,” ujarnya.
Menurut Suwaji, pihaknya juga masih menunggu breakdown untuk realokasi pupuk dari pusat. ”Sekarang belum ada realokasi. Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga masih menunggu sehingga kami juga masih menunggu yang dari provinsi,” katanya.