Jaksa penuntut kukuh menyatakan bahwa JE terbukti melakukan tindak pidana seperti yang mereka dakwakan. Mereka tidak terpengaruh dengan pleidoi terdakwa sebelumnya, yang menyebut kasus itu hanya rekayasa.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Kota Batu, Jawa Timur, kukuh menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak pidana seperti dakwaan. Mereka tidak terpengaruh dengan pleidoi penasihat hukum terdakwa di mana sebelumnya menyebut bahwa kasus dituduhkan hanya merupakan rekayasa.
Dalam sidang jawaban atas pleidoi (replik) kasus dugaan kekerasan seksual di Sekolah Selamat Pagi Indonesia, Rabu (10/8/2022), di Pengadilan Negeri Malang, tim jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Kota Batu meyakini bahwa tindak pidana yang dituduhkan memang benar terjadi. Sidang kasus asusila tersebut selama ini digelar tertutup.
”Pleidoi penasihat hukum, intinya perkara ini merupakan rekayasa. Namun berdasarkan alat bukti yang sudah kami ajukan dan keterangan saksi ahli, kami meyakini terdakwa bersalah melakukan tindak pidana seperti yang kami tuduhkan,” kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Kota Batu Yogi Sudarsono seusai sidang.
Yogi menambahkan, saksi korban, saksi ahli, dan alat bukti yang mereka ajukan di persidangan dinilai mampu membuktikan bahwa tindak pidana dilakukan pendiri sekolah Selamat Pagi Indonesia terhadap siswinya benar-benar terjadi.
”Yang jelas, kami sudah menunjukkan semua bukti yang ada. Maka dari itu, mari bersama-sama kita kawal dan kita lihat perimbangan-pertimbangan apa yang lebih meyakinkan majelis hakim dalam memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya,” kata Yogi.
Kasus dugaan kekerasan seksual di sekolah Selamat Pagi Indonesia mencuat saat JE, pendiri Sekolah Selamat Pagi Indonesia, dilaporkan telah melecehkan belasan siswi di sana. Laporan ke Kepolisian Daerah Jawa Timur dibuat pada Mei 2021. Saat itu, belasan orang tersebut didampingi Komnas PA melaporkan JE sebagai pelaku kekerasan seksual. Namun, pada surat dakwaan akhirnya disebut hanya ada seorang korban, yaitu SDS. Sementara pelapor lain menjadi saksi. Jaksa menyebut, korban lain akhirnya memilih tidak melapor dengan berbagai alasan.
Adapun kuasa hukum JE mengatakan bahwa JPU hanya memberikan keterangan berulang-ulang dan berdasarkan asumsi. ”Tidak ada bukti. Maka dari itu, kami meminta berdasarkan bukti dan fakta persidangan untuk membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum. Dan meminta majelis hakim berdiri tegak dalam keadilan,” kata Jeffrey Simatupang, kuasa hukum JE.
Yang jelas, kami sudah menunjukkan semua bukti yang ada.
Sidang lanjutan kasus ini akan digelar dua minggu lagi, yaitu pada Rabu (24/8/2022), dengan agenda pembacaan duplik dari penasihat hukum terdakwa.
Dalam kasus tersebut, sebelumnya JPU menuntut JE dengan pidana penjara selama 15 tahun penjara. JE dinilai bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya. Dalam kasus ini, JE dinilai melakukan tindak pidana pada saksi korban, yaitu SDS.