Harga TBS Anjlok, Asosiasi Daerah Penghasil Sawit Surati Presiden
Harga TBS sawit di Kalteng anjlok meski keran ekspor dibuka. Pasar global masih membutuhkan waktu untuk menyesuaikan kondisi pasca-larangan ekspor CPO dan turunan sawit lainnya. Hal itu membuat AKPSI surati Presiden.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Harga tandan buah segar kelapa sawit di Kalimantan Tengah kembali anjlok dari Rp 2.200 per kilogram menjadi Rp 1.500-Rp 1.600 per kilogram. Pelaku usaha meminta pemerintah pusat segera mengambil kebijakan tepat untuk memulihkan kondisi ini.
Ketua Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI) Yulhaidir mengatakan, banyak petani sawit mengeluhkan turunnya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Khawatir kondisinya bakal memburuk, ia pergi ke Jakarta untuk menyampaikan surat kepada Presiden Joko Widodo, Senin (27/6/2022).
Yulhaidir meminta pemerintah pusat membenahi tata niaga kelapa sawit dan produk turunannya. Semua dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat, pemerintah, juga investasi sawit. ”Kami memperjuangkan apa yang menjadi harapan masyarakat, khususnya petani sawit yang jumlahnya tidak sedikit,” kata Bupati Seruyan, Kabupaten Kalteng, ini.
Di Jakarta, Yulhaidir bertemu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Dia menyebut, pemerintah pusat menerima baik keluhan masyarakat dan sedang berupaya untuk membenahi keadaan.
”Responsnya (Luhut) baik dan kami membahas bersama situasi ini. Kami hanya menginginkan harga sawit bisa normal kembali, Rp 2.500-Rp 3.500 per kg. Beliau juga mengatakan, keran ekspor produk turunan kelapa sawit atau CPO telah dibuka, termasuk petunjuk teknis juga telah dikeluarkan pemerintah,” ujarnya.
Sejak larangan ekspor, harga TBS kelapa sawit di Kalteng naik turun. Sebelumnya, Kompas mencatat harga TBS pernah jatuh hingga Rp 1.100 per kg, lalu naik ke angka Rp 2.200 per kg. Pemerintah Provinsi Kalteng pernah mencoba mengintervensi harga TBS dengan meminta perusahaan sawit di Kalteng menaikkan harga. Namun, hal itu tidak berlangsung lama.
Sipet Suryanto (35), petani sawit di Kotawaringin Timur, Kalteng, mengungkapkan, harga sawit kini hanya Rp 1.500 per kg atau turun dari sebelumnya Rp 1.600 per kg.
Sipet memiliki kebun seluas 2 hektar. Sebanyak 1,5 hektar dari kebunnya ditanami sawit dengan total 206 pohon. Ia biasanya menjual buah sawit ke empat perusahaan di sekitar desanya. ”Ini saja yang saya punya untuk memenuhi kebutuhan hidup saya dan keluarga, sekolah anak, dan kebutuhan lainnya,” ujarnya.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalteng Dwi Darmawan mengatakan, setelah keran ekspor dibuka, kondisinya tidak serta-merta pulih. Alasannya, saat larangan ekspor, tangki perusahaan masih penuh diisi CPO dan belum habis diekspor sampai saat ini.
”Pasar dunia atau para pembeli tidak serta-merta bisa menyesuaikan atau memulihkan permintaan CPO dunia meski larangan ekspor dibuka,” kata Dwi.
Ia menambahkan, perusahaan sawit yang masih memiliki tangki penuh dengan CPO tentunya bakal mengurangi pembelian dari petani sawit swadaya. Pengurangan pembelian bisa dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya menurunkan harga TBS.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perkebunan Kalteng Rizky Badjuri menyebutkan, pemerintah sudah menetapkan harga TBS bersama sejumlah pihak, termasuk petani dan perusahaan. Rincian harga yang ditentukan untuk TBS umur tiga tahun sebesar Rp 2.688,70, umur empat tahun Rp 2.934,55, umur lima tahun Rp 3.170,86, dan umur enam tahun Rp 3.263,18.
”Ketentuan harga itu hanya untuk petani yang tergabung dalam mitra perusahaan atau pemerintah. Kalau yang tidak bermitra, ini yang harganya hancur-hancuran,” ucap Rizky.
Lebih lanjut ia mengatakan, masalah ini tidak bisa diselesaikan satu pihak saja. Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, juga lembaga kementerian lain, perlu duduk bersama untuk membahasnya.