Setengah Abad Cirebon "Dimangsa" Demam Berdarah
Demam berdarah masih saja mudah mencabut nyawa warga di Kabupaten Cirebon, Jabar. Kemiskinan dan kepedulian warga pada kesehatan ikut memengaruhinya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F23%2Fc7c58beb-23a5-4b0a-bc61-69a521689a0e_jpg.jpg)
Petugas Puskesmas Pangkalan melakukan pengasapan atau fogging di sebuah pabrik rotan di Desa Pangkalan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (23/6/2022). Pengasapan tersebut untuk mengantisipasi penyebaran penyakit demam berdarah dengue.
Asap memadati rumah Annisa Ramadhani (13) di Desa Pangkalan, Kabupaten Cirebon, Jabar, Kamis (23/6/2022). Pengasapan (fogging) itu bertujuan membunuh nyamuk Aedes aegypti pembawa demam berdarah dengue, yang memaksanya menginap sepekan di rumah sakit.
Siang itu, lulusan SMP itu hanya duduk terdiam diantara kepulan asap. Dia hanya berteman masker yang menutupi hidungnya. Annisa belum bisa bermain dengan kawan-kawannya. Demam berdarah dengue menyisakan pusing di kepalanya. Persendiannya juga masih linu.
Anak perempuan itu masuk rumah sakit akibat DBD Selasa (14/6). Suhu tubuhnya lebih dari 39 derajat Celcius. Bintik-bintik merah muncul di kulitnya. “Padahal, anak saya kemarin sore masih main dan ngaji. Eh, malamnya, demam tinggi,” ucap Utin (40), ibu Annisa.
Utin tak tahu dari mana anaknya tertular virus dengue. Apalagi, ia tidak menggunakan bak yang bisa menjadi sarang nyamuk di kamar mandinya. “Saya pakai ember. Jadi, tidak ada air diam. Kalau malam, airnya kosong. Dibersihkannya juga setiap hari supaya enggak gatal,” paparnya.
Baca juga : Dikembangkan Deteksi Demam Berdarah Portabel dengan Telepon Pintar
Namun, di bagian belakang rumahnya, banyak kubangan yang berpotensi menjelma tempat jentik nyamuk. Sisa air hujan juga menggenang di kaleng bekas hingga kandang burung. Menurut dia, kali setempat sudah lama tersumbat, tak dikeruk dan dipadati sampah plastik.
“Sungai kecil di sana enggak ngalir, tersumbat. Jadinya, airnya ke pekarangan,” ucapnya sambil menunjuk jalanan becek. Kondisi itu, lanjutnya, menjadi sarang nyamuk DBD. Apalagi, tahun-tahun sebelumnya, warga di RT 003 itu tidak pernah merasakan dirawat karena DBD.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F01%2F24%2F7b53d7b3-6fe2-44fd-8071-ca86121c0882_jpg.jpg)
Petugas melakukan pengasapan atau fogging di rumah warga di Kelurahan Perbutulan, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (24/1/2019). Hal ini untuk mencegah merebaknya demam berdarah dengue. Hingga kini, Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon mencatat 15 kasus DBD. Tidak ada korban jiwa.
Entah dari mana sumbernya, DBD telah membuat anak pertamanya bermalam tujuh hari di rumah sakit. Utin dan suaminya, Amanah (40), bergantian menjaga Annisa. Apalagi, anak keduanya, Nurul Ibrahim, masih berusia 4 tahun dan belum diizinkan masuk rumah sakit.
Meksipun Badan Penyelanggara Jaminan Sosial Kesehatan menanggung biaya pengobatan anaknya, Utin tetap merogoh tabungannya. “Lebih dari Rp 1 juta keluar, masak kita enggak makan seminggu. Belum transportasi ke sana. Apalagi, kami enggak kerja dulu,” ujarnya.
Bagi Utin dan suami yang merupakan perajin rotan, uang sejumlah itu tidak sedikit. Setiap hari, keduanya bisa membuat dua kursi rotan dengan bayaran Rp 88.000. Akibat anaknya dirawat di rumah sakit selama sepekan, mereka kehilangan penghasilan hingga Rp 616.000.
Setelah Annisa diperbolehkan pulang dan rawat jalan, Selasa (21/6), orangtuanya mulai mengejar setoran. Jemari mereka kembali merajut rotan menjadi kursi. “Semoga enggak ada lagi DBD, capek. Harapannya, sungai kecil di belakang rumah juga dibersihkan,” ucapnya.
Maskona (61) dan Asia (58), tetangga Utin, juga sempat tidak tenang ketika cucu mereka, Marcel Andika (9) terpapar DBD. Siswa kelas 3 sekolah dasar itu demam, gatal-gatal, sakit perut dan mencret. Sempat dibawa ke dokter, Marcel akhirnya harus dirawat tiga hari di rumah sakit.
“Ya, paniklah deleng (lihat) bocah mengkonon (begitu),” ucap Maskona. Ia tak tahu dari mana cucunya tertular DBD. Ember di kamar mandinya juga rutin dicuci setiap hari. Namun, ia mengakui, warga setempat belum pernah bersih-bersih lingkungan beberapa pekan terahir.
Padahal, terdapat kali dengan lebar sekitar lima meter, sarang nyamuk, di depan rumahnya. Tanaman liar hingga sampah plastik berceceran di sana. Tumpukan kayu dan rotan juga tampak di beberapa rumah warga. Jalan rusak yang dilintasi kendaraan menerbangkan debu-debu.
Kasus melonjak
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F23%2F65304b0a-62b5-4d58-a94c-28ac2361254e_jpg.jpg)
Salah seorang warga menyaksikan pengasapan atau fogging di Desa Pangkalan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (23/6/2022). Pengasapan tersebut untuk mengantisipasi penyebaran penyakit demam berdarah dengue.
Desa Pangkalan, yang menghubungkan Cirebon bagian barat dan utara, menjadi salah satu tempat dengan kasus DBD tertinggi. Hingga Kamis, tercatat 14 kasus. Hampir semua yang terpapar merupakan anak usia 14 tahun ke bawah. Lonjakan kasus mulai terjadi sebulan ini.
Kepala Puskesmas Pangkalan Masriti mengatakan, tahun lalu, pusat penyebaran DBD terjadi di dua desa di Kecamatan Plered, yakni Sarabau dan Gamel. Kini, bergeser ke Pangkalan. Menurut dia, pemicunya adalah curah hujan dan minimnya kesadaran masyarakat untuk kebersihan.
Itu sebabnya, selain melakukan fogging atau pengasapan, pihaknya juga membagikan serbuk abate untuk membasmi nyamuk. “Yang terpenting itu bukan fogging, tapi kebersihan di masyarakat. Kami sudah melaksanakan Sabtu bersih. Tapi, memang belum aktif lagi,” katanya.
Baca juga : DBD Masih Menjadi ”Ancaman” Bersama
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F23%2F463cc664-779d-4bc7-af71-1659e2a8cc24_jpg.jpg)
Petugas Puskesmas Pangkalan meelakukan pengasapan atau fogging di permukiman Desa Pangkalan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (23/6/2022). Pengasapan tersebut untuk mengantisipasi penyebaran penyakit demam berdarah dengue.
Dalam skala kabupaten, kasus DBD di Cirebon terus meningkat dalam enam bulan terakhir. Hingga Kamis dinas kesehatan setempat mencatat 1.099 kasus dan delapan orang di antaranya meninggal dunia. Sebagian besar korban merupakan anak-anak.
“Dibandingkan tahun lalu, tren kasus saat ini jauh meningkat. Sepanjang 2021, ada 820 kasus DBD padahal setengah tahun ini sudah 1.099 kasus,” ujar Sub Koordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kabupaten Cirebon Lukman Denianto.
Kecamatan dengan kasus terbanyak tersebar Plumbon, yakni 123 kasus dan dua kematian; Plered (119), Weru (99); Palimanan (56); dan Tengah Tani (55). Lonjakan kasus mulai terjadi sejak Januari 2022 dengan 346 kasus. Periode yang sama tahun lalu, 35 kasus.
“Makanya, dari awal tahun kami sudah mengeluarkan surat edaran terkait kewaspadaan dini ke masyarakat. Kami juga sudah sosialisasi bahaya DBD dan memberdayakan warga,” paparnya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F23%2F0648bee9-1783-448e-899b-c8893353d5d4_jpg.jpg)
Petugas Puskesmas Pangkalan melakukan pengasapan atau fogging di rumah warga di Desa Pangkalan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (23/6/2022). Pengasapan untuk mengantisipasi penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Sebanyak 14 warga, umumnya anak-anak, di daerah itu terjangkit DBD. Adapun di Kabupaten Cirebon dalam enam bulan terakhir, tercatat 1.099 kasus.
Beberapa tahun sebelumnya, kasus DBD meningkat drastis pada Januari seiring musim hujan. Kasus mulai melandai setelah bulan April karena kemarau. Namun, hingga bulan Juni, hujan masih mengguyur Cirebon dan sekitarnya.
Pihaknya pun telah merekrut 77 kader juru pemantau jentik nyamuk atau jumantik di sejumlah desa. Tugasnya, mengingatkan warga ancaman DBD dan mengecek potensi penularannya, seperti di bak mandi. Hingga kini, lanjutnya, petugas telah memeriksa 160.839 rumah. Meski demikian, upaya yang dilakukan petugas belum cukup.
“Seharusnya setiap kepala keluarga itu menjadi jumanti. Kami sedang menggalakkan satu rumah satu jumantik. Apalagi, kalau curah hujan masih tinggi dan PHBS masyarakat belum berubah, kemungkinan masih naik (kasusnya),” ungkap Lukman.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F23%2F40ed23f1-29b3-44f0-8903-056d855a2cdc_jpg.jpg)
Potret kandang burung yang berisi air di Desa Pangkalan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (23/6/2022). Genangan tersebut dapat menjadi sarang nyamuk dan memicu penyebaran penyakit demam berdarah dengue.
Di sisi lainnya, ia mengakui, belum ada regulasi, seperti peraturan daerah atau peraturan bupati, yang fokus menggerakkan berbagai instansi untuk menangani DBD. Ini berbeda dengan penanganan Covid-19 yang punya satuan tugas. Padahal, DBD kerap merenggut nyawa.
Pada 2015, misalnya, kasus kematian akibat DBD mencapai 42 orang dari 1.247 kasus. Profil Kesehatan Jabar Tahun 2020 bahkan mencatat angka kematian di Cirebon tertinggi ketiga di antara 27 kabupaten/kota di Jabar setelah Kota Banjar dan Kota Bogor, yakni 1,7 persen.
Secara historis, arsip Kompas mencatat, Cirebon termasuk daerah penemuan awal kasus DBD di Jabar pada 1973. Beberapa tahun sebelumnya, DBD pertama dideteksi di Indonesia, tepatnya di Surabaya pada 1968. Artinya, hampir 50 tahun Cirebon terus dihantui DBD.
Tanpa pemberantasan sarang nyamuk oleh masyarakat dan pemerintah, penyakit tersebut masih akan mengancam. Kondisi lebih pelik karena sungai tersumbat hingga cuaca tak menentu. Kasus DBD di Desa Pangkalan membuktikan peliknya persoalan DBD.
Lihat juga : Jumantik Bertugas, Jentik Nyamuk Lenyap