Pengendalian lalu lintas saat arus mudik dan balik Lebaran tahun ini diklaim lebih baik. Namun, pemerintah juga didorong untuk mengatur arus mudik mendatang dengan lebih komprehensif.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Kepadatan volume kendaraan di Tol Jakarta-Cikampek Km 54, Karawang, Jawa Barat, Minggu (8/5/2022).
JAKARTA, KOMPAS – Momen mudik Lebaran tahun ini diwarnai antusiasme yang luar biasa besar dari masyarakat untuk pulang kampung. Bahkan, jumlah pemudik dengan kendaraan pribadi yang melintas di jalan tol tahun ini melampaui kondisi tahun 2019 atau sebelum pandemi Covid-19.
Meski begitu, pengendalian arus mudik dan balik tahun ini diklaim lebih baik karena adanya penambahan infrastruktur, penggunaan teknologi terkini untuk pengawasan lalu lintas, dan koordinasi intensif para pemangku kepentingan.
Namun, beberapa pihak juga mengingatkan, pengaturan arus mudik dan balik Lebaran mendatang perlu dilakukan secara lebih komprehensif. Selain pengaturan lalu lintas dan transportasi, pemerintah dinilai perlu mengatur hari libur saat Lebaran untuk mengurangi penumpukan pemudik pada hari tertentu.
Corporate Communication and Community Development Group Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Dwimawan Heru, mengatakan, pada H+4 Lebaran atau Sabtu (7/5/2022) lalu, terjadi pemecahan rekor jumlah kendaraan yang melintas di jalan tol selama masa arus balik Lebaran.
Seorang anak melihat ke arah luar jendela bus antarkota antarprovinsi (AKAP) saat melintasi Tol Jakarta-Cikampek Km 54, Karawang, Jawa Barat, Minggu (8/5/2022).
Pada hari itu, sebanyak 170.078 kendaraan kembali ke Jabotabek dari arah timur seperti Surabaya, Surakarta, Semarang, Cirebon, dan Bandung. "Angka ini naik 159 persen dari kondisi normal tahun 2021 dan mengalahkan rekor tertinggi sebelum pandemi yang terjadi pada Lebaran 2019 sebesar 166.444 kendaraan atau naik 2,2 persen," ujar Heru, Minggu (8/5).
Meski jumlah kendaraan yang melintas di Jalan Tol Jakarta-Cikampek tahun ini lebih banyak, Heru mengklaim, kondisi lalu lintas lebih dapat dikendalikan. "Pada tahun 2019, untuk mengurai lalu lintas sebesar ini dibutuhkan waktu hingga 24 jam untuk menguras kepadatan luar biasa yang terjadi di berbagai segmen Jalan Tol Jakarta-Cikampek," katanya.
Beberapa faktor
Menurut Heru, ada beberapa faktor yang membuat pengendalian arus mudik dan balik tahun ini lebih baik. Pertama, keberadaan Jalan Tol Layang Mohamed Bin Zayed (MBZ) sepanjang 38 kilometer yang menambah kapasitas Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
Kedua, penggunaan teknologi untuk pengawasan lalu lintas melalui Jasa Marga Tollroad Command Center (JMTC). JMTC mengumpulkan informasi lalu lintas jalan tol dari berbagai sumber, yakni 1.913 kamera pengawas (CCTV), 26 speed camera (kamera kecepatan), 39 CCTV analytic traffic counting (penghitungan lalu lintas analitik), 19 remote traffic microwave sensor (sensor gelombang mikro lalu lintas jarak jauh, 7 weigh in motion (alat ukur beban kendaraan), serta informasi petugas lapangan dan pengendara.
Kendaraan memadati Tol Jakarta Cikampek di Gerbang Tol Cikampek Utama, Karawang, Jawa Barat, Jumat (6/5/2022).
Dengan berbagai alat itu, JMTC bisa menganalisis kondisi kepadatan di jalan tol sehingga kepolisian dan pihak terkait bisa memutuskan melakukan rekayasa lalu lintas, misalnya dengan sistem satu arah, lawan arus, dan lainnya.
Heru menyebut, faktor lain yang berpengaruh adalah koordinasi lintas sektor yang sangat intensif dengan melibatkan Polri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Pengatur Jalan Tol, pemerintah daerah, dan instansi lainnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, berdasar evaluasi saat arus balik, rekayasa lalu lintas yang dilakukan berhasil memangkas waktu perjalanan para pemudik. Dia menyebut, tanpa rekayasa lalu lintas, perjalanan Semarang-Jakarta butuh waktu 11 jam 37 menit.
Namun, waktu tempuh itu bisa dipangkas menjadi 6 jam 31 menit setelah penerapan rekayasa lalu lintas satu arah dan lawan arus serta pembatasan kendaraan bersumbu tiga.
ARSIP KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (ketiga dari kiri) saat meninjau kondisi arus balik di Gerbang Tol Cikampek Utama Km 70, Jawa Barat, Minggu (8/5/2022).
Hari libur
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno mengatakan, untuk mengurangi kepadatan saat arus mudik dan balik Lebaran, pemerintah bisa mengatur hari libur bagi pegawai pemerintah dan swasta. Hari libur untuk para pekerja itu bisa saja diatur agar tidak dimulai atau diakhiri pada hari yang sama.
Dengan pengaturan itu, perjalanan pemudik diharapkan tidak menumpuk pada hari tertentu. “Dunia kerja memungkinkan untuk tidak libur bersamaan. Dengan begitu, lalu lintas kendaraan saat mudik tidak terlalu menumpuk,” kata Djoko.
Djoko juga mendukung kebijakan pemerintah yang memperpanjang masa libur sekolah di tiga provinsi serta mengimbau penerapan sistem bekerja dari rumah (work from home/WFH). Dia menilai, perpanjangan libur sekolah dan penerapan WFH bisa diterapkan pada masa Lebaran mendatang untuk mengurangi kepadatan arus mudik dan balik.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pemudik yang menggendarai sepeda motor melaju di Jalan Arteri, Karawang, Jawa Barat, menuju ke arah Jakarta, Jumat (6/5/2022).
Pengamat transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Sony Sulaksono Wibowo mengatakan, sistem informasi lalu lintas secara real time perlu diterapkan pada masa arus mudik Lebaran mendatang. Dengan adanya sistem itu, pengendara bisa diarahkan untuk beralih ke jalan arteri jika jalan tol sedang macet.
“Sistem informasi tentang kemacetan harus tersedia dengan baik. Dengan begitu, pengemudi bisa memutuskan dengan tepat kapan akan menggunakan jalur arteri,” ujarnya.
Sony menambahkan, untuk mengurangi kemacetan saat arus mudik dan balik, pemerintah juga harus terus mendorong penggunaan angkutan umum seperti kereta api, pesawat, bus, dan kapal laut. Namun, hal itu perlu dibarengi dengan kesiapan transportasi umum di daerah tujuan mudik. Sebab, salah satu alasan pemudik menggunakan kendaraan pribadi adalah untuk memudahkan mobilitas di kampung halaman.
“Harus segera dipikirkan untuk memaksimalkan moda transportasi massal. Ini penting agar kemacetan bisa berkurang,” ucapnya.