Insiden itu menyisakan duka karena hilangnya nyawa manusia. Di sisi lain, patut disesalkan karena para pekerja masih beraktivitas di dalam habitat harimau.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
WWF RIAU
Harimau sumatera (Phantera tigris sumatrae) yang terlihat dalam jebakan foto yang dilakukan TIM WWF Riau di salah satu habitat harimau sumatera di Riau pada pertengahan 2018.
Insiden tewasnya dua pekerja pengusahaan hutan karena diterkam harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) menyisakan pertanyaan. Masihkah konflik manusia dan satwa akan terus berulang? Memicu perburuan yang membawa ”Sang Datuk” makin cepat menuju kepunahan.
Dalam sebulan, sudah dua kali insiden pekerja tewas diserang harimau dalam kawasan PT PDIW di wilayah Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi. Pada insiden pertama, 26 Maret lalu, petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi sudah mengingatkan para pekerja agar meninggalkan lokasi hutan itu. ”Lokasinya masih sangat berhutan kondisinya. Wajar jika harimau merasa terganggu adanya aktivitas manusia,” ujar Rakhmat Saleh, Kepala BKSDA Jambi, Kamis (21/4/2022).
Belum lewat sebulan, insiden kedua terjadi. Pekerja lain juga tewas diserang harimau pada Selasa (19/4/2022) malam.
Di satu sisi, pihaknya turut berduka atas hilangnya nyawa manusia. Di sisi lain, ia menyesalkan para pekerja yang masih nekat beraktivitas dalam habitat harimau. ”Agaknya setelah ini kami harus lebih tegas, meminta mereka keluar dari lokasi hutan itu,” lanjutnya.
DOKUMENTASI SALAMAT SIMAMORA
Foto tangkapan layar dari video penemuan harimau sumatera yang sedang sakit di Nagari Sontang Cubadak, Kecamatan Padang Gelugur, Pasaman, Sumatera Barat, Sabtu (14/8/2021) pagi.
Kepala Kepolisian Resor Muaro Jambi Ajun Komisaris Besar Yuyan Priatmaja mencatat dua kali kejadian harimau menyerang manusia berakibat kematian. Korban pertama bernama Firdaus (42), warga Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Saat itu korban tengah beristirahat bersama tiga rekan kerjanya tidak jauh dari lokasi alat ekskavator. Kedua rekannya berada dalam ekskavator, sedangkan Firdaus berada di semak tak jauh dari situ. Tiba-tiba, kedua temannya mendengar teriakan Firdaus dan dari kejauhan tampak seekor harimau berjalan. Sewaktu mereka dekati, Firdaus sudah tewas.
Korban kedua bernama Bima (19), warga Tanjung Raden, Kota Jambi. Bima bekerja sebagai tenaga lepas untuk membuka jalur rel di dalam kawasan beralas hak pengusahaan hutan itu. Sekitar pukul 20.00, ia keluar dari pondoknya untuk buang air di semak-semak. Tiba-tiba seekor harimau mendekat dan menyerangnya. ”Korban meninggal di tempat,” katanya.
Lokasi tempat para pekerja beraktivitas merupakan kawasan hutan rawa gambut dalam antara Sungai Kumpeh dan Air Hitam Laut. Wilayah itu merupakan ruang jelajah harimau sumatera dengan kondisi terbilang masih baik. Kawasan terhubung langsung dengan Taman Nasional Berbak Sembilang yang merupakan taman nasional rawa gambut terluas di Sumatera.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Keluarnya sejumlah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dari Taman Nasional Berbak Sembilang, Jambi, menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Sebab, ternak warga menjadi incaran harimau. Upaya mitigasi perlu segera dilakukan agar tidak menimbulkan korban di kedua belah pihak. Petani di wilayah Sadu menjagai ternak sapinya, Rabu (6/10/2021).
Kejadian ini bagai mengulang peristiwa-peristiwa serupa. Februari lalu, seorang pekerja penebangan kayu hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan, Riau, tewas diserang harimau setelah memanen kayu. Dari catatan Kompas, setiap tahun ada manusia yang tewas akibat diserang Panthera tigris sumatrae di Riau, setidaknya sejak 2019.
Setengah tahun terakhir bahkan kerap didapati harimau muncul di sekitar aktivitas pekerja pembuka lahan dan hutan. Di Pasaman, Sumatera Barat, sejumlah media sosial merilis video harimau yang tampak menghadang operator ekskavator yang tengah bekerja membuka lahan, Januari silam.
Kejadian serupa di ekosistem Berbak Sembilang, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Harimau berulang kali muncul di sekitar alat berat yang telah meratakan lahan untuk dibuka menjadi kebun sawit. Keberadaan harimau itu sempat mengkhawatirkan masyarakat. Pasalnya, puluhan ternak sapi dimangsa Sang Raja Hutan.
Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Jambi Bambang Irawan mengatakan, mitigasi di lokasi konflik manusia dan satwa harus cepat dilakukan agar kejadian tidak berulang terus. Pemilik konsesi seharusnya bersikap tanggap. Pengelolaan hutan yang menjadi jalur jelajah satwa dilindungi perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Dalam wilayah yang merupakan habitat satwa dilindungi, wilayah itu selayaknya masuk sebagai zona konservasi.
Mitigasi melalui konservasi yang terpadu dengan beragam usaha kehutanan sangat dimungkinkan dalam areal konsesi kehutanan. Jangan memaksakan pengelolaan pada pemanfaatan kayu semata, tetapi pengelolaannya bisa nonkayu. ”Bisa lewat pemanfaatan untuk skema perdagangan karbon dengan sistem sukarela,” katanya.
Jangan memaksakan pengelolaan pada pemanfaatan kayu semata, tetapi pengelolaannya bisa nonkayu.
Saat ini, kondisi hutan yang terus menyusut telah menyebabkan ruang hidup harimau menyempit. Hutan Hujan Tropis Sumatera seluas 2,5 juta hektar sudah ditetapkan sebagai situs alam warisan dunia sejak 2004, tetapi sepuluh tahun terakhir, kondisi warisan dunia itu berada dalam kategori bahaya. Padahal, di dalamnya hidup 400-an individu harimau.
Jika tidak ada upaya serius untuk menjaga kelestariannya, Hutan Hujan Tropis Sumatera tak hanya akan dicoret dari daftar situs alam warisan dunia, tetapi juga tak memadai sebagai rumah bagi satwa-satwa kunci.
Dalam Strategi dan Rencana Aksi Harimau Sumatera 2019 hingga 2029, konservasi harimau berfokus pada perlindungan lanskap, termasuk di dalamnya pemantauan populasi, perlindungan populasi harimau dari perburuan, serta mitigasi konflik. Saat ini, dari 33 lanskap yang merupakan jelajah harimau, 14 di antaranya telah dikelola. Adapun 19 lanskap belum dikelola.
Keluarnya sejumlah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dari Taman Nasional Berbak Sembilang, Jambi, Rabu (6/10/2021), menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Asnawi, petani di Desa Sungai Sayang, Kecamatan Sadu, Tanjung Jabung Timur, mempersiapkan mercon untuk menyelamatkan diri dari serangan satwa dilindungi tersebut.
Lanskap yang telah dikelola yakni Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, Bukit Balai Rejang Selatan, Berbak Sembilang, serta bukit Tigapuluh. Selain itu, ada juga di Hutan Harapan, Tesso Nilo, Dangku, Rimbang Baling, Kerumutan, Kampar, Batanghari, Kerinci-Seblat, dan Leuser-Ulu Masen.
Sedangkan 19 lanskap yang belum dikelola di antaranya Giam Siak Kecil, Batang Toru, Batang Gadis, Barumun, Bukit Duabelas, Asahan, Maninjau, dan Padang Sugihan.
Mitigasi pada lanskap-lanskap tersebut dinantikan. Jangan menunggu hingga konflik baru muncul. ”Mitigasi harus segera diambil,” kata Bambang.