Layanan RS Lapangan Kogabwilhan II Surabaya Resmi Berakhir
Situasi pandemi Covid-19 yang melandai, akan segera berakhir, dan menjadi endemi mendorong Pemprov Jatim menutup layanan RS Lapangan Kogabwilhan II dalam kompleks Museum Kesehatan Dr Adhyatma, MPH, Surabaya.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menerbitkan Surat Keputusan Penutupan Rumah Sakit Lapangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan II bertanggal 4 April 2022. Keputusan didasari situasi pandemi Covid-19 yang mulai melandai.
Selain itu, masa pinjam pakai sebagian kawasan Museum Kesehatan Dr Adhyatma, MPH, Jalan Indrapura Nomor 17, Surabaya, untuk RS Lapangan oleh Pemerintah Provinsi Jatim terhadap Kementerian Kesehatan segera berakhir. Di sana akan dibangun RS pusat otak, jantung, dan kanker. Untuk itu, penutupan RS Lapangan juga didasarkan pada pertimbangan efisiensi anggaran Jatim.
Dalam keputusan, tanah dan bangunan dikembalikan kepada Kementerian Kesehatan sesuai dengan perjanjian pinjam pakai. Aset RS Lapangan yang dibiayai dan menjadi milik Pemprov Jatim akan diambil untuk digunakan dalam penanganan masalah kesehatan dan kebencanaan. Seluruh tenaga kesehatan termasuk sukarelawan dikembalikan ke instansi atau lembaga yang menugaskan.
Menurut Radian Jadid, Ketua Pelaksana Relawan Pendamping pada Program Pendampingan Keluarga Pasien Covid-19 (PPKC) RS Lapangan, keputusan Khofifah sudah tepat dan memberikan kepastikan hukum terhadap status operasionalisasi RS dan seluruh tenaga kesehatan. Beberapa bulan terakhir, RS Lapangan tidak lagi menerima pasien dan kegiatan vakum.
”Segala tugas, wewenang, dan tanggung jawab seluruh sukarelawan telah selesai sehingga sudah saatnya kami mengundurkan diri,” ujarnya, Selasa.
Operasionalisasi RS Lapangan secara resmi dimulai pada 1 Juni 2020 atau dua bulan sejak serangan pandemi Covid-19 Maret 2020. Di Jatim, kasus Covid-19 pertama kali terkonfirmasi menjangkiti enam warga Surabaya dan dua warga Malang Raya pada 17 Maret 2020. Operasionalisasi RS Lapangan berlangsung 22 bulan atau hampir dua tahun. Pengoperasian dijalankan secara maksimal untuk penanganan pasien Covid-19.
RS Lapangan mencatat telah merawat 10.565 pasien Covid-19 yang terdiri dari 6.332 lelaki dan 4.233 perempuan. Pasien yang sembuh dalam penanganan di RS Lapangan sebanyak 10.076 orang atau 95,4 persen, terdiri dari 5.998 lelaki dan 4.078 perempuan. Pasien yang dirujuk ke RS utama 402 orang, isolasi mandiri 83 orang, meninggal 4 orang, dan kelahiran 1 orang.
Jadid mengatakan, bersama kalangan sukarelawan bergabung dari Task Force Kemanusiaan Kantin Institut Teknogi Sepuluh Nopember (TFKK-ITS). Gugus tugas ini akan melanjutkan kegiatan pendampingan pasien Covid-19 di RS Darurat Lapangan Bangkalan di kompleks bekas Balai Pembangunan Wilayah Suramadu di Pulau Madura.
”Sampai RSDL Bangkalan ditutup, saya dan sukarelawan masih menjalankan tugas untuk mendampingi pasien Covid-19,” katanya.
Jadid melanjutkan, atas nama sukarelawan menyampaikan rasa terima kasih kepada Gubernur Jatim, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) II, Panglima Kodam V/Brawijaya, Kepala Polda Jatim, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jatim. Selain itu, Laksamana Pertama IDG Nalendra Djaya Iswara yang diteruskan oleh Laksamana Pertama Ahmad Samsulhadi sebagai penanggung jawab RS Lapangan.
Sukarelawan juga amat berterima kasih kepada para perintis, yakni Erwin Astha Triyono, kini Kepala Dinas Kesehatan Jatim; Christrijogo Sumartono Waloejo, Ketua Yayasan RS Terapung Ksatria Airlangga; Direktur RSTKA Agus Harianto, dan Ninis Herlina Kiranasari, kini Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Jatim.
Dalam kesempatan terpisah, Nalendra pernah mengatakan, pengalaman memimpin RS Lapangan amat berharga untuk kehidupan. Pandemi memberikan pelajaran penting bagi masyarakat untuk lebih menghargai kehidupan.
”Dalam konteks Covid-19, ada new normal, yaitu perubahan dalam perilaku hidup dengan menerapkan protokol kesehatan,” katanya.
Normal baru, terutama penerapan protokol itu, lanjut Nalendra, secara ideal tidak boleh berhenti meskipun Covid-19 berubah menjadi endemi. Di masa depan masih amat mungkin terjadi serangan pandemi lainnya yang bisa mengubah jalan hidup umat manusia.
Untuk menekan potensi itu terjadi lagi, penerapan protokol menjadi penting. Protokol itu ialah bermasker, rutin cuci tangan atau menjaga kebersihan diri, dan menjaga jarak dengan orang lain.
Di masa depan protokol akan tetap relevan sebagai laku hidup masyarakat. Jika sakit atau merasa penurunan daya kesehatan, penderita sebaiknya bermasker untuk menekan risiko penularan terhadap orang lain.
Tata cara karantina atau isolasi dijalankan dengan baik. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan juga tetap penting. Jaga jarak berarti melindungi orang lain tertular sakit.
”Saya berharap, kita tidak lagi mengalami kesulitan karena pandemi sehingga penerapan protokol kesehatan dalam new normal penting untuk terus menjadi pegangan hidup,” ujar Nalendra.