Petani di lumbung pangan di Kalteng mulai merasakan panen melimpah. Namun, hal ini menyebabkan harga gabah anjlok.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Masa panen padi di bulan Maret belum usai. Namun, panen yang melimpah telah membuat harga gabah turun di Kalimantan Tengah. Hal itu berujung pada menurunnya nilai tukar petani tanaman pangan, meski program strategis nasional Lumbung Pangan (Food Estate) sudah berjalan lebih kurang tiga tahun.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kalteng Eko Marsoro menjelaskan, secara umum, nilai tukar petani (NTP) gabungan pada bulan Maret di Kalteng meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan itu mencapai 1,52 persen dari 131,88 poin pada Februari menjadi 133,89 poin pada Maret 2022.
Meskipun demikian, BPS Kalteng mencatat terdapat dua subsektor yang terus menurun, yakni sektor tanaman pangan yang turun 0,71 persen dan sektor perikanan yang turun 0,74 persen. Artinya, biaya produksi petani di dua sektor itu lebih besar dibandingkan uang yang mereka terima.
”Penurunan itu terjadi karena indeks harga produksi padi atau gabah menurun 0,23 persen, khususnya di wilayah Kabupaten Katingan dan Kabupaten Pulang Pisau,” kata Eko, di Palangkaraya, Jumat (1/4/2022).
Eko menambahkan, penurunan harga gabah itu kerap terjadi di saat petani memasuki masa panen. Saat masa panen, gabah melimpah sehingga harga pun menurun. ”Stok yang melimpah memengaruhi harga yang kemudian sedikit menurun,” ujarnya.
Petani asal Kabupaten Pulang Pisau, Herianto, saat dihubungi dari Palangkaraya, mengungkapkan, saat ini hasil panen melimpah dan meningkat dibandingkan panen sebelumnya. Peningkatan itu terjadi karena berbagai faktor.
”Masa tanam ini saya pilih sendiri bibitnya, saya tentukan sendiri waktunya. Tidak seperti sebelumnya yang diminta untuk tiga kali tanam sehingga hasil pada panen ketiga anjlok,” kata Herianto.
Dia menambahkan, dalam program Lumbung Pangan, ada banyak bantuan diberikan, mulai dari benih hingga pupuk. Namun, bantuan-bantuan tersebut belum diiringi kesiapan infrastruktur pertanian yang baik. Pada masa tanam di tahun 2021, sawahnya diserang hama wereng dan banjir pasang-surut lantaran irigasi belum siap.
Di tengah melimpahnya gabah seusai panen, lanjut Herianto, harga gabah turun. Kini, harga gabah nonhibrida hanya laku Rp 4.000 per kilogram. Padahal, sebelumnya gabah dengan jenis yang sama bisa dijual Rp 5.200 per kilogram. ”Sudah biasa begini. Saat panen lagi meningkat, harga gabahnya malah turun,” katanya.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan Provinsi Kalteng Riza Rahmadi menjelaskan, cuaca menjadi salah satu kendala utama pengembangan program lumbung pangan di Kalteng. Cuaca ekstrem tak hanya membuat lahan kebanjiran, tetapi juga memengaruhi kualitas gabah.
Saat ini, lanjut Riza, pihaknya baru selesai memperluas lahan Lumbung Pangan dalam program ekstensifikasi seluas 16.644 hektar. Namun, belum semua wilayah ditanami masyarakat dengan alasan lahan yang terendam hujan dan sejumlah alasan lainnya.
”Ada beberapa lokasi itu irigasi rawanya belum optimal. Kami berharap hujan tidak terlalu besar, pasang surut juga tidak terlalu memengaruhi sawah. Betapa pun hebat peralatan, ini, kan, air. Kalau sudah melebihi debitnya, pasti kebanjiran,” ungkap Riza.
Riza menjelaskan, program ekstensifikasi berawal dari usulan petani yang ingin menjadikan lahan atau kebun menjadi sawah. Setelah pengajuan melalui kelompok tani, pihaknya kemudian melakukan survei kelayakan sebelum melakukan pembukaan.
”Lahan yang dibuka adalah lahan yang memang layak untuk dijadikan sawah. Ada yang sebelumnya kebun, ada juga lahan yang sebelumnya terbengkalai begitu saja,” ucap Riza.