Saat Sandal Jadi Pertanyaan Delegasi G20 di Candi Borobudur...
Rombongan delegasi G20 berkunjung ke Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Selain mendapat penjelasan tentang sejarah candi, mereka juga diberi penjelasan terkait upanat, sandal konservasi untuk wisatawan candi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
”Apakah Anda merasa nyaman memakai sandal itu?” tanya salah satu tamu rombongan negara-negara G20, yang pada Kamis (24/3/2022) siang itu berkunjung ke Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Pertanyaan itu muncul setelah Jamaludin (57), sang pemandu wisata, memaparkan sejarah Candi Borobudur berikut upaya konservasi, termasuk sandal yang dipakainya.
Sekalipun memakai pakaian formal, kemeja batik dan celana panjang berbahan kain, Jamaludin tidak melengkapi penampilannya dengan sepatu. Sebaliknya, dia memakai sandal yang terlihat santai, berbahan alam. ”Sebenarnya saya sudah menduga akan mendapatkan pertanyaan semacam itu. Sejak datang, banyak tamu sudah menatap saya, seolah-olah mempertanyakan penampilan saya yang aneh,” ujar Jamaludin sambil terkekeh.
Pertanyaan soal sandal itu muncul saat Jamaludin memandu tamu-tamu penting. Mereka adalah 100 orang dari rombongan delegasi pertemuan Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (EDM-CSWG) G20, dengan 30 orang di antaranya tamu asing.
Mendengar pertanyaan tersebut, Jamaludin langsung sigap menjawab bahwa dirinya cukup aman dan nyaman berjalan-jalan dengan sandal itu di udara terbuka, termasuk di candi. Hari itu sebenarnya pertama kali Jamaludin merasakan memakai upanat. Saat uji coba pemakaian sandal oleh para pemandu wisata pada tahun 2021, dia tidak terlibat karena berhalangan hadir.
Adapun upanat adalah sandal khusus yang dibuat dan nantinya wajib dipakai para pengunjung yang akan naik ke bangunan Candi Borobudur. Hal itu sebagai salah satu ikhtiar konservasi untuk memperpanjang umur batuan candi yang selama ratusan tahun diinjak kaki-kaki pengunjung.
Menjalani pengalaman pertama, Jamaludin sejujurnya masih mencoba merasakan kenyamanan sandal tersebut. Salah satunya, ia merasa bagian alas sandal agak licin sehingga kurang kuat saat dipijakkan ke lantai candi. Dia pun tak tahu apakah sandal tersebut cukup nyaman dipakai saat cuaca panas terik.
Namun, di luar rasa bimbangnya tentang kenyamanan memakai sandal, Jamaludin tetap menjelaskan pentingnya memakai sandal tersebut. Upanat adalah inovasi konservasi candi terkini yang dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur (BKB). Dengan alas sandal yang terbuat dari spons, pemakaian sandal ini diharapkan mengurangi risiko keausan dan kerusakan batuan yang dipicu goresan alas kaki pengunjung.
Bentuk sosialisasi
Cerita pembuatan sandal khusus yang diberi nama upanat ini menjadi salah satu materi wajib bagi para tamu rombongan G20 yang datang ke Candi Borobudur. Lima pemandu wisata yang dilibatkan mendampingi tamu juga wajib mengenakan sandal tersebut. Selain sebagai bentuk publikasi dan sosialisasi sandal, pemakaian upanat oleh pemandu wisata juga diharapkan memberi contoh pemakaian sandal kepada pengunjung.
Jamaludin mengatakan, penjelasan tentang manfaat pemakaian sandal khusus ini sebenarnya sudah mulai disampaikan BKB sejak 2019. Setelah itu, dalam kegiatan pelatihan apa pun yang dilaksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta BKB, materi tentang upanat terus-menerus disampaikan kepada para pemandu wisata.
Namun, keterbatasan waktu dan tingginya minat para tamu asing bertanya tentang cerita relief serta sejarah pembangunan Candi Borobudur akhirnya membuat beberapa materi soal sandal konservasi itu belum tersampaikan.
”Saya sebenarnya masih ingin menerangkan macam-macam material yang dipakai untuk pembuatan sandal, menjelaskan bahwa semuanya adalah bahan-bahan alam dari perdesaan,” ujarnya. Narasi itu pun akhirnya batal disampaikan karena keterbatasan waktu. Namun, setidaknya para tamu asing itu sudah dikenalkan dengan upaya konservasi bangunan bersejarah berumur ratusan tahun itu.
Pamong budaya ahli madya BKB, Yudi Suhartono, mengatakan, upanat sebagai inovasi untuk konservasi candi hingga saat ini memang terus diperbaiki. ”Setiap orang yang pernah memakai, melakukan uji coba pemakaian sandal, selalu kami tanya, apa kelemahan dan kekurangan sandal ini saat dipakai,” ujarnya.
Pembahasan tentang sandal khusus untuk pengunjung Candi Borobudur ini sudah dimulai sejak 2018. Adapun produk ini baru selesai dirancang pada 2020. Ketika itu, pada tahap akhir dilakukan pengujian hingga dipilih bahan spons yang paling tepat sebagai bagian alas upanat.
Ada tiga desain yang telah dibuat untuk sandal pengunjung Candi Borobudur. Satu sandal dibuat dengan desain serupa gambar sandal yang terukir di relief pada panel 150 Karmawibhangga Candi Borobudur.
Adapun dua desain lain dirancang berbentuk semacam selop, yaitu saat memakainya, telapak kaki cukup dimasukkan ke bagian pelindung atau pengikat agar telapak tidak bergeser. Alas dari tiga desain sandal ini memakai bahan spons, sedangkan bagian atas terbuat dari tiga jenis bahan berbeda, masing-masing goni, pandan, dan eceng gondok.
Kepala BKB Wiwit Kasiyati mengatakan, selain sebagai upaya konservasi bangunan candi, produksi upanat diharapkan dapat berdampak positif dan memberdayakan ekonomi warga sekitar. ”Kami akan terus berupaya agar banyak warga di desa-desa sekitar candi mau terlibat mendukung pembuatan sandal ini,” ujarnya.
Selain terlibat sebagai perajin sandal, desa-desa di sekitar candi nantinya juga akan digerakkan untuk menanam beragam jenis tanaman sebagai bahan baku sandal. Selama ini, proses produksi sandal juga masih terhambat keterbatasan pasokan serat tanaman yang menjadi bahan baku sandal sehingga bahan baku terpaksa didatangkan dari luar Kecamatan Borobudur.
Saatnya para pengunjung Borobudur sadar bahwa umur batuan candi sudah sangat renta. Tak bisa seenaknya naik turun candi, berlarian, atau bahkan melompat-lompat seperti banyak terjadi sebelum ini. Kunjungan delegasi G20 diharapkan menjadi duta konservasi mahakarya dari Dinasti Syailendra ini.