Hanya 9 Pejabat di Pemprov Sultra yang Laporkan Harta
Hingga akhir 2021, baru sembilan pejabat di Pemprov Sulawesi Tenggara yang melaporkan hartanya ke negara. Jumlah ini hanya 15 persen dari total 59 pejabat yang wajib melaporkan harta.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Hingga akhir 2021, hanya sembilan pejabat atau 15 persen di lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yang melaporkan harta kekayaan ke negara. Hal ini membuat Pemprov Sultra menduduki peringkat terendah kepatuhan LHKPN di wilayah ini. Komisi Pemberantasan Korupsi berharap semua pejabat bisa segera melaporkan kekayaan untuk pemantauan ke depannya.
Data KPK, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di lingkup Pemprov Sultra merupakan yang terendah untuk semua wilayah di Sultra yang terdiri dari 17 pemerintah kabupaten/kota dan 1 pemerintah provinsi. Meski terdapat 59 orang yang wajib lapor, hanya 9 orang yang telah melaporkan harta ke negara atau baru di kisaran 15 persen. Sementara itu, sebagian kabupaten/kota di wilayah ini telah mencapai laporan 100 persen.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyampaikan, para pejabat daerah tidak perlu takut untuk melaporkan harta kekayaan secara jujur. Sebab, laporan tersebut hanya akan menjadi pembanding ketika ada temuan kasus terhadap seseorang nantinya.
”Jadi, berdasarkan kesepakatan, laporan tersebut hanya sebagai komparasi saat ada laporan atau temuan kasus terhadap seseorang. Jadi, tidak usah takut dan segera untuk mengisi LHKPN sebagai kewajiban pejabat negara,” kata Nawawi dalam Rapat Koordinasi Program Pemberantasan Korupsi, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (23/3/2022).
Menurut Nawawi, sebagian pejabat daerah di Sultra memang belum melaporkan harta untuk 2021 lalu. Ia berharap pelaporan segera dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban seorang pejabat publik. Pengisian diharapkan dilakukan sejujur mungkin dan tidak mengada-ada. ”Jangan juga laporkan beli mobil seharga Rp 5 juta. Masa ada mobil bagus harganya segitu, kan, tidak mungkin,” tambahnya.
Wakil Gubernur Sultra Lukman Abunawas mengakui, sebagian besar pejabat daerah di Sultra memang belum melaporkan kekayaan ke negara. Beberapa orang di antaranya mendapat teguran untuk segera membuat laporan.
”Tahun lalu ada 11 orang yang diberi surat teguran agar segera melaporkan harta. Kami terus arahkan agar semuanya segera melapor,” kata Lukman.
Sejak awal, ia menambahkan, pihaknya telah mengarahkan agar semua pelaporan kekayaan hingga perbaikan administrasi terus dimaksimalkan oleh para pejabat daerah. Hanya saja, memang masih ada sejumlah kekurangan yang selalu diupayakan untuk ditangani. ”Saya sendiri rutin melapor setiap bulan Maret,” ucap Lukman.
Meski demikian, saat dicek di laman LHKPN KPK, nama Lukman Abunawas tidak ditemukan sejak 2019-2021. Nama Gubernur Sultra Ali Mazi juga baru tercatat melaporkan harta hingga 2020.
Dihubungi terpisah, pegiat antikorupsi yang juga akademisi Universitas Muhammadiyah Kendari, Hariman Satria, menjelaskan, LHKPN merupakan sebuah kewajiban bagi setiap penyelenggara negara, utamanya mereka yang berperan dalam pengambilan kebijakan. Laporan ini menjadi acuan utama terhadap harta para pejabat publik, baik sebelum maupun selama menjabat.
Rendahnya pejabat yang melaporkan harta, tutur Hariman, merupakan imbas dari berbagai hal. Salah satunya terkait moral dari pejabat tersebut yang memang tidak ingin melaporkan kekayaan. Padahal, laporan tersebut seharusnya menjadi acuan masyarakat menilai kekayaan seorang pejabat selama bekerja.
Peran institusi juga merupakan bagian yang penting. Menurut dia, pimpinan daerah seharusnya mewajibkan setiap pejabat yang akan dilantik untuk melaporkan harta ke negara. Dengan demikian, sistem pelaporan menjadi teratur dan didukung oleh institusi.
Terakhir, ujar Hariman, adalah peran KPK untuk terus menyosialisasikan pentingnya LHKPN. Laporan itu memang bukan tolok ukur utama kasus korupsi, tetapi menjadi indikasi jika ada ketidakwajaran dalam kekayaan pejabat. ”Kan, jadi aneh ada orang yang kekayaannya miliaran rupiah dalam setahun meski hanya seorang pegawai negeri. Itu semua harus dipertanggungjawabkan,” ujarnya.