Tangan Kanan Gendong Anak, Tangan Kiri Berebutan Minyak Goreng
Demi minyak goreng sesuai harga normal, ribuan orang berdesakan mengikuti pasar murah di Kendari, Sultra. Hal ini karena harga minyak goreng di wilayah tersebut masih sangat tinggi, mencapai Rp 60.000 per liter.
Sementara menggendong Yasmin (1) dengan tangan kanan, tangan kiri Nita (24) menggapai tiket yang dibagikan petugas. Perutnya yang besar karena hamil tujuh bulan tergencet dalam antrean. Sesak berdesakan, ia berjuang mendapatkan minyak goreng murah serupa emas.
Selasa (15/3/2022) sebelum pukul 06.00 Wita, saat matahari belum tinggi, Nita telah berangkat dari kediamannya di Tunggala, Wua-wua, Kendari, menuju Kantor Disperindag Sulawesi Tenggara. Jaraknya sekitar 2 kilometer. Sang anak, Yasmin, nyaman di gendongan Nita.
Ia menumpang sepeda motor menuju kantor tersebut agar bisa antre lebih dini. Hari itu ada pasar murah minyak goreng seharga Rp 14.000 per liter. Selembar kartu keluarga telah ia bawa sebagai syarat mendapatkan kupon pembelian.
”Kemarin dapat informasi dari teman. Jadi, kita sudah siap-siap. Datang pagi, tahunya sudah banyak orang juga,” kata ibu rumah tangga ini.
Sejak pagi buta, sebelum gerbang kantor dibuka, ratusan orang telah datang untuk mengikuti pasar murah. Seiring waktu, dari pantauan di lapangan, diperkirakan ribuan warga akan terus berdatangan dari segala penjuru kota. Antrean panjang tidak terhindarkan.
Sudah kayak kita pergi berburu emas ini. Di mana kita dengar ada barang, pasti kita datang. Dua minggu lalu di Bulog, kita datang juga. Sudah tidak peduli sama Omicron juga, yang penting dapat minyak.
Menggendong anak kecil di tengah ribuan orang dan dalam kondisi hamil, mau tak mau Nita harus mengantre. Antrean yang semakin panjang membuat sebagian orang semakin tak sabar. Terlebih lagi, pengaturan antrean tidak tegas. Beberapa orang menyerobot antrean sehingga membuat warga lainnya marah. Tak ada lagi menjaga jarak, atau mengikuti protokol kesehatan yang disyaratkan untuk mencegah penularan Covid-19.
Setelah lebih dari 2 jam, Nita yang sedang hamil tua berhasil mendapatkan kupon. Kupon tersebut ditunjukkan ke petugas untuk membeli satu kemasan minyak goreng berisi 2 liter. Satu kemasan tersebut ditebus dengan harga Rp 28.000, atau Rp 14.000 per liter.
Baca Juga: Warga Kendari Rela Berdesakan demi Satu Liter Minyak Goreng
”Mau tidak mau harus ikut antre juga karena di pasar sudah mahal sekali. Masa untuk beli satu liter sampai Rp 50.000. Malah ada yang lebih mahal lagi. Kita masih banyak kebutuhan lain,” ucapnya.
Dengan penghasilan pas-pasan dari suaminya sebagai pekerja swasta di luar kota, Nita harus memperhitungkan kebutuhan rumah tangga. Selain kebutuhan makan, sang anak membutuhkan susu dan popok. Belum lagi vitamin dan susu untuk dirinya di tengah hamil 7 bulan seperti saat ini.
”Kalau semua untuk minyak goreng, kebutuhan lain pakai apa?” katanya.
Saniasa (64) datang bersama anak dan cucu. Ia ikut mengantre sebelum pukul 07.00. Lebih dari 1 jam mengantre, ia masih jauh dari tempat pembelian minyak goreng. Panjang antrean lebih dari 200 meter, meluber hingga jalan raya di depan kantor Disperindag Sultra.
Nenek tiga cucu ini sengaja datang untuk mendapatkan minyak goreng sesuai harga jula normal. Sebab, harga di pasaran sudah sangat tinggi. Terakhir membeli minyak goreng, ia merogoh kocek Rp 35.000 per liter pada pekan lalu. Itu setelah ia berkeliling ke banyak tempat.
Di pasar-pasar, tutur Saniasa, harga 1 liter minyak goreng bahkan mencapai Rp 60.000, atau empat kali lipat dari harga normal di kisaran Rp 14.000. Harga tersebut sangat memberatkan untuk keluarga sepertinya.
”Anak-anak harus makan yang ada gorengan. Jangankan itu, kita bikin ikan masak kuah, kalau tidak ada bawang gorengnya, juga tidak sempurna rasanya. Jadi, mau tidak mau, kita harus beli minyak goreng,” ucapnya.
”Sudah kayak kita pergi berburu emas ini. Di mana kita dengar ada barang, pasti kita datang. Dua minggu lalu di Bulog, kita datang juga. Sudah tidak peduli sama Omicron juga, yang penting dapat minyak,” kata Saniasa menambahkan.
Baca Juga: Pemerintah Segera Ambil Langkah soal Minyak Goreng
Operasi minyak goreng sesuai harga normal berlangsung di Kendari seiring harga yang terus tinggi. Meski pasar murah telah dilakukan sebelumnya, harga per liter minyak goreng belum berubah di pasaran.
Di Pasar Mandonga Kendari, Selasa siang, harga minyak goreng seharga Rp 40.000-Rp 50.000 per liter. Harga ini mulai turun dari sebelumnya yang mencapai Rp 60.000, bahkan hingga Rp 70.000 per liter, beberapa waktu sebelumnya.
”Ini katanya mau turun lagi, tapi belum tahu kapan. Kami ambil di harga Rp 87.000 untuk dua liter. Mau dijual murah juga rugi,” kata Anca, seorang pedagang.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Sultra La Ode Fitrah Arsyad menuturkan, pasar murah minyak goreng akan berlangsung selama lima hari ke depan. Setiap hari, sebanyak 2.400 liter minyak goreng akan dijual kepada masyarakat.
Setiap keluarga, ia melanjutkan, hanya dibolehkan membeli satu kali, yaitu sebanyak 2 liter minyak goreng. Setiap kemasan juga telah diberi tanda agar tidak dijual kembali di pasaran dengan harga tinggi.
”Jadi, ketika ada yang menjual kembali, kami segera tindak untuk dipidana. Hal ini untuk menjaga harga minyak goreng tidak semakin melonjak di pasaran,” ucapnya.
Menurut Fitrah, kondisi harga minyak goreng di pasaran Kendari dan sekitarnya memang belum normal. Harga jual per liter minyak goreng jauh dari harga pasaran sebelumnya yang Rp 14.000-Rp 20.000 per liter.
Anomali
Kepala Laboratorium Ilmu Ekonomi Universitas Halu Oleo Syamsir Nur menjabarkan, kelangkaan minyak goreng di Kendari, bahkan hingga mencapai harga Rp 60.000 per liter, merupakan anomali. Sebab, pemakaian minyak goreng untuk masyarakat di wilayah ini tidak seperti wilayah lain yang jumlah penduduknya tinggi.
Hanya saja, ia melanjutkan, wilayah ini memiliki banyak daerah pertambangan dan kawasan industri. Di tengah tingginya harga, minyak goreng untuk masyarakat bisa saja dialihkan oleh spekulan untuk memenuhi kebutuhan di kawasan pertambangan.
”Bisa saja orang curiga seperti itu karena di sini banyak kawasan tambang. Oleh karena itu, diperlukan ketegasan aparat serta pemerintah daerah untuk melakukan pengecekan pasar dan penindakan jika ada oknum yang melakukan penimbunan atau pengalihan pasar,” tuturnya.
Kelangkaan minyak goreng di pasaran membuat pemerintah mengambil beberapa langkah. Kementerian Perdagangan masih memberlakukan ketentuan harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp 11.500 per liter untuk minyak goreng curah, Rp 13.500 per liter untuk minyak kemasan sederhana, dan Rp 14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan premium.
Sebelumnya, per 10 Maret 2022, Kementerian Perdagangan menaikkan porsi DMO CPO dan hasil olahannya dari 20 persen menjadi 30 persen. Langkah itu ditempuh untuk mengamankan pasokan bahan baku minyak goreng domestik.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam keterangan persnya menyatakan, Presiden Joko Widodo akan segera memutuskan langkah-langkah yang hendak diambil pemerintah dalam waktu dekat terkait kelangkaan dan melonjaknya harga minyak goreng (Kompas, 15 Maret 2022).
Baca Juga: Mengurai ”Keruh” Minyak Goreng
Sesak tergencet antrean dan gemas karena sudah berpekan-pekan sulit mendapatkan minyak goreng dengan harga terjangkau, publik sungguh menunggu realisasi langkah cepat pemerintah itu.