Sidang Kekerasan Seksual di SPI Batu Hadirkan Dua Saksi
Sidang tertutup akan dilanjutkan pekan depan dengan sebelas saksi.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS - Dugaan kasus kekerasan seksual oleh pendiri sekolah Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu, Jawa Timur, JE, terhadap sejumlah siswi di sekolah tersebut kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Malang, Rabu (9/3/2022), dengan agenda pemeriksaan saksi. Jaksa penuntut umum maupun kuasa hukum terdakwa saling klaim bahwa sidang tersebut sesuai harapan mereka.
Dalam sidang tertutup itu, dua saksi dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), termasuk korban berinisial SDS. Sidang berjalan mulai pukul 10.00 hingga 16.30. JE hadir dengan kepala terus tertunduk saat memasuki ruang sidang. Ia datang mengenakan baju batik abu-abu. JE adalah pendiri Sekolah Selamat Pagi Indonesia.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kota Batu Yogi Sudarsono mengatakan, hasil pemeriksaan dua saksi mendukung dakwaan sebelumnya. “Fakta persidangan kali ini mendukung dakwaan. Nanti bagaimana perkembangan dalam sidang, itu yang akan digunakan hakim untuk memutuskan,” katanya.
Yogi mengatakan, kelanjutan sidang minggu depan akan berlangsung Rabu (16/3/2022) masih dengan agenda pemeriksaan saksi. Ada 11 saksi dalam kasus tersebut.
Tim kuasa hukum JE juga menegaskan bahwa sidang itu sesuai harapan mereka. “Persidangan hari ini sesuai harapan kami. Karena kami bisa membuktikan ketidakkonsistenan dan berhasil menggali kebenaran, antara satu BAP dengan BAP lain dan antara satu keterangan dengan keterangan lain. Dan kami makin yakin bahwa klien kami tidak bersalah,” kata kuasa hukum JE, Jeffrey Simatupang.
Menurut mereka, ada ketidakkonsistenan antara keterangan saksi. Dan, antara keterangan saksi di BAP dan di pengadilan. "Ketidakkonsistenan itu mengenai waktu terjadinya, bagaimana, kapan, dan poeristiwanya bagaimana. Peristiwanya berubah-ubah, dan setelah diingatkan dia kembali ke BAP,” kata Kuasa Hukum JE lainnya, Filipus Sitepu.
Filipus menegaskan, hingga saat ini hanya ada satu korban dalam kasus tersebut. “Sekali lagi ditegaskan hakim, bahwa korban di sini, atau yang merasa menjadi korban hanya satu orang. Kalau disebut ada 40 atau berapa orang itu, itu tidak benar,” katanya.
Berbeda dari sidang sebelumnya, pada sidang kali ini, Komnas Perlindungan Anak diperbolehkan masuk mengikuti sidang. Komnas Perlindungan Anak diwakili oleh ketuanya Arist Merdeka Sirait.
"Saya gembira karena majelis hakim memberikan kesempatan saya sebagai pendamping saksi korban. Karena saya yang pertama melaporkan kasus ini, sebagai pendamping, saat melapor ke Polda Jatim. Tetapi sayangnya, sampai tadi si terdakwa tetap tidak ditahan," kata Arist.
Pada sidang dakwaan sebelumnya, Rabu (16/02/2022), JE didakwa dengan empat pasal alternatif. Yaitu pasal 81 ayat 1 junto pasal 76d UU Perlindungan Anak Nomor 17 tahun 2016 junto pasal 64 ayat 1 KUHP, pasal 81 ayat 2 UU Perlindungan Anak junto pasal 64 ayat 1 KUHP, pasal 82 ayat 1 junto pasal 76e UU Perlindungan Anak junto pasal 64 ayat 1 KUHP, dan pasal 294 ayat 2 ke 2 KUHP junto pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman hukumannya antara 3-15 tahun penjara.
Kasus dugaan kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu mencuat pada Mei 2021, saat 14 korban melapor ke Polda Jatim karena dugaan kekerasan seksual oleh pendiri sekolah. Saat itu, belasan orang tersebut didampingi Komnas Perlindungan Anak. Namun, pada surat dakwaan hanya disebut seorang korban, yaitu SDS, sedangkan pelapor lainnya menjadi saksi.
Selama ini, Sekolah Selamat Pagi Indonesia dikenal sebagai sekolah gratis untuk anak-anak kurang mampu dan anak yatim dari berbagai pelosok Tanah Air. Sekolah ini dikenal melatih siswanya dengan kewirausahaan, sehingga usai sekolah mereka bisa membuka usaha sendiri. Sekolah berkonsep alam itu sebelumnya diapresiasi karena mengedepankan keberagaman dalam proses belajar mengajar di sana.