Tarif Terlalu Mahal, Pengusaha Tak Minat Pakai Jalan Tol Manado-Bitung
Para pelaku industri di Sulut masih enggan memakai Jalan Tol Manado-Bitung akibat tingginya tarif bagi truk. Pemerintah didesak memberikan subsidi demi menekan biaya logistik di jalan tol sepanjang 39,8 kilometer itu.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Para pelaku industri di Sulawesi Utara masih enggan memakai Jalan Tol Manado-Bitung akibat tingginya tarif tol bagi truk. Pemerintah didesak untuk memberikan subsidi demi menekan biaya logistik, terutama setelah jalan tol dioperasikan penuh hingga 39,8 kilometer.
Daniel Singal Pesik, direktur salah satu perusahaan pengolahan ikan di Manado, PT Damai Sejahtera Persada, menyebut jalan tol yang menghubungkan Manado sebagai ibu kota provinsi dan Bitung sebagai kota pelabuhan itu merupakan kebutuhan riil bagi industri. Para pengusaha pun ingin memanfaatkannya.
Namun, keinginan itu dihadang oleh tarif yang dinilai terlalu mahal. ”Dunia usaha maunya pakai tol supaya pengiriman lebih efektif dan efisien. Tetapi, kalau di-charge terlalu tinggi, ya, tidak mungkin. Tarif tol itu sama dengan uang makan dan rokok untuk sopir dan kenek,” kata Daniel ketika dihubungi dari Manado, Kamis (24/2/2022).
Tarif itu ia nilai terlalu mahal karena jarak tempuh di jalan tol relatif pendek. Apalagi, selama ini Jalan Tol Manado-Bitung hanya beroperasi sebagian, yaitu 26,35 kilometer antara Manado dan Danowudu di dekat perbatasan Bitung dengan Minahasa Utara.
Menurut data PT Jasamarga Manado-Bitung (JMB), operator jalan tol tersebut, tarif perjalanan sepanjang 26,35 km dari Manado hingga Danowudu bagi kendaraan besar golongan II dan III (dengan dua atau tiga sumbu roda) mencapai Rp 44.000, sedangkan truk golongan IV dan V (empat sampai lima sumbu roda) Rp 58.500. Tarif pergi-pulang lewat jalan tol pun hampir sama dengan kebutuhan bahan bakar minyak, sekitar Rp 100.000.
Para pengemudi truk pun masih harus menempuh jarak 14 km lagi di Jalan Raya Manado-Bitung untuk sampai ke Terminal Peti Kemas Bitung yang merupakan tujuan akhir. Hingga kini, PT JMB belum mengungkap tarif perjalanan dari Manado hingga pelabuhan di Bitung karena ruas Danowudu-Terminal Peti Kemas Bitung belum dibuka.
Oleh karena itu, hingga kini kendaraan logistik, mulai dari truk engkel hingga truk gandeng pembawa peti kemas, lebih suka melewati ruas Jalan Raya Manado-Bitung. Jarak tempuh dari Manado ke Terminal Peti Kemas Bitung pun, menurut Google Maps, sama, yakni 39,8 km. Hanya, waktu tempuhnya mencapai 1 jam 20 menit, jauh lebih lama ketimbang jalan tol yang hanya 30-45 menit.
Menurut Daniel, keengganan para pengusaha juga disebabkan biaya logistik lain, seperti jasa peti kemas untuk ekspor yang tarifnya ia klaim naik tiga kali lipat daripada harga sebelum pandemi Covid-19. ”Akan masuk akal jika pemerintah memberi subsidi tarif jalan tol,” katanya.
Abrizal Ang, pemilik PT Samudera Mandiri Sentosa (SMS), produsen tuna kaleng di Bitung, juga menyebut biaya tol antara Manado dan Danowudu saat ini terlalu mahal. Ia menyatakan tertarik menggunakan jalan tol jika sudah dioperasikan seutuhnya. Namun, jika tarif tak diturunkan, ia akan tetap menggunakan Jalan Raya Manado-Bitung.
”Kami pasti juga berusaha menghindari macet di Jalan Raya Manado-Bitung, bisa hemat waktu setengah jam. Namun, kalau biayanya tidak diturunkan, kami akan tetap pakai jalan biasa. Pakai jalan tol hanya sekali-sekali,” katanya.
Namun, kalau biayanya tidak diturunkan, kami akan tetap pakai jalan biasa. Pakai jalan tol hanya sekali-sekali.
Jalan Tol Manado-Bitung mulai dibangun pada 2016 dengan sistem kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Dengan nilai investasi sebesar Rp 5,12 triliun, tol itu menjadi jalan tol pertama di Sulut serta yang terpanjang di Pulau Sulawesi, lebih panjang daripada Jalan Tol Ujung Pandang di Makassar, Sulawesi Selatan, yaitu 21,92 km.
Jalan tol ini telah diresmikan pada September 2020 oleh Presiden Joko Widodo, tetapi hanya 26,35 km yang sudah beroperasi. Namun, jalan tol ini belum menjadi pilihan utama. Sepanjang 2021, jalan tol itu dilintasi 1,56 juta kendaraan atau 4.294 setiap hari. Jumlah ini jauh dari pengguna seksi 1, 2, dan 3 Jalan Tol Ujung Pandang yang mencapai 45.144 kendaraan per hari.
Menurut dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi, Magdalena Wullur, jalan tol sudah pasti akan menunjang lalu lintas barang di Sulut. Namun, harga barang akan sulit ditekan jika biaya logistik tetap tinggi. Tarif tol saat ini ia sebut tidak menarik bagi pengusaha.
”Bisa jadi (tarif ini) malah menghambat tujuan awal pendiriannya, yaitu memangkas waktu pengiriman barang. Jadi, pemerintah bisa ambil andil dengan memberikan subsidi kepada pengelola (PT JMB) karena pengelola pasti memikirkan break even point (balik modal). Di sisi lain, beban tarif yang ditanggung pengusaha lebih ringan,” kata Magdalena.
Diresmikan
Direktur Utama PT JMB Charles Lendra mengatakan, Jalan Tol Manado Bitung akan segera difungsikan seluruhnya. Dalam waktu dekat, ruas terakhir sepanjang kiraa-kira 13,5 km akan diresmikan. Pada Kamis siang ini, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dijadwalkan tiba di Manado untuk menghadiri seremoni.
”Kelanjutan konstruksi untuk ruas itu sudah mencapai 100 persen. Sudah dilaksanakan juga ULF (uji laik fungsi) pada Januari 2022 sehingga Jalan Tol Manado-Bitung mendapatkan sertifikat laik operasi dari Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR,” ujar Charles.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Sulut Izak Rey mengatakan, pihaknya berkeinginan membuat jalan tol ini diminati masyarakat, terutama para pengemudi truk besar. Pemerintah Provinsi Sulut pun masih berupaya merumuskan aturan agar kendaraan angkutan logistik lebih memilih jalan tol.
”Kami berusaha agar semua kendaraan berat melewati jalan tol. Kendaraan mana saja yang bisa lewat tol, itu pemerintah pusat yang atur. Provinsi bertugas mengukur tonase kendaraan di jembatan timbang di Bitung. Kami akan berkoordinasi dengan PT JMB dan kepolisian,” kata Izak.
Izak juga berharap PT JMB dapat menurunkan tarif tol agar masyarakat diuntungkan oleh waktu tempuh yang lebih pendek. ”Harapan pengelola, setiap hari ada 14.000 kendaraan yang masuk. Menurut kami, kalau tarifnya diturunkan, pasti masyarakat ingin lewat situ,” ujarnya.