Pengedar Narkoba Incar Pekerja Industri Tambang di Sultra
Aparat Polda Sultra kembali menangkap pengedar sabu di Morosi, Konawe. Mereka menyasar pekerja di kawasan industri pertambangan ini.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Aparat Polda Sulawesi Tenggara menangkap dua pengedar sabu di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe. Mereka menyasar pekerja tambang, khususnya pekerja kasar yang jumlahnya puluhan ribu orang di kawasan industri pertambangan nikel ini. Penegakan aturan yang maksimal diperlukan agar penyebaran narkotika tidak terus meluas.
Direktur Reserse Narkoba Polda Sultra Komisaris Besar Eka Faturrahman, Rabu (23/2/2022), menjelaskan, kedua tersangka adalah HW (32) dan HA (29). Keduanya ditangkap di lokasi berbeda di wilayah Desa Morosi, Kecamatan Morosi, Selasa (22/2/2022) malam. Dari keduanya, ditemukan barang bukti sabu dengan berat total 27,84 gram.
”Dari informasi awal yang kami terima, tim bergerak dan menangkap HW di kediamannya. Dari pelaku, ditemukan lima paket sabu yang disembunyikan di kantong celana. Pelaku mengaku barang tersebut diperoleh dari seorang pelaku lain di wilayah yang sama,” kata Eka.
Tim kemudian bergerak mendatangi lokasi lain yang merupakan kediaman HA. Dari penggeledahan yang dilakukan, aparat menemukan 12 paket sabu siap edar lainnya. Pengakuan HA, sabu ini diperoleh dari seseorang di Kendari dengan sistem tempel. Jarak Kendari ke Morosi sekitar satu jam perjalanan atau 32 kilometer.
Berdasarkan penyelidikan sementara, ucap Eka, para pelaku telah menjalankan aksi berulang kali. Mereka menyasar para pekerja industri pertambangan di wilayah ini, mulai dari sopir truk hingga pekerja di tungku smelter.
”Kami masih menelusuri asal narkotika para pelaku. Keduanya telah ditetapkan tersangka dengan ancaman Pasal 114 Ayat (2) Subsider Pasal 112 Ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,” kata Eka.
Morosi merupakan kecamatan lokasi kawasan industri pertambangan nikel. Dua perusahaan besar asal China beroperasi di kawasan pertambangan ini yang mempekerjakan puluhan ribu orang. Wilayah yang dulunya daerah tambak ini seketika berubah menjadi kawasan ekonomi baru.
Kasus peredaran sabu di wilayah ini bukan kali pertama terjadi. Pada Januari lalu, seorang warga ditangkap akibat membawa sabu seberat 12 gram. Sama seperti kasus kali ini, sabu tersebut akan diedarkan di kawasan industri pertambangan Morosi.
Di akhir 2020, seorang pekerja tambang bahkan ketahuan memiliki narkotika jenis ganja seberat 1,6 kilogram. Selain digunakan sendiri, ganja tersebut juga akan diedarkan di Morosi hingga ke kawasan tambang di Konawe Utara.
Bahtiar, sosiolog Universitas Halu Oleo, Kendari, menjabarkan, kawasan pertambangan memang menjadi makanan empuk para pengedar dan bandar narkoba. Sebab, daerah tersebut adalah daerah yang ramai dengan perputaran uang yang tinggi.
Menurut dia, kawasan pertambangan yang baru tumbuh beberapa tahun terakhir di Sultra akan menjadi sasaran peredaran narkoba. Oleh karena itu, pengawasan ketat seharusnya dilakukan, bukan hanya terhadap alur masuk orang, melainkan juga aktivitas di dalamnya.
Penegakan aturan yang maksimal juga harus dijalankan oleh penegak hukum. Hal ini untuk menimbulkan efek jera terhadap para pelaku sehingga benar-benar bisa memberantas peredaran narkotika di kawasan pertambangan dan wilayah lain di Sultra.
”Sudah seharusnya pengawasan itu dilakukan, baik pemerintah, aparat, maupun perusahaan itu sendiri. Kalau ada ditemukan peredaran narkoba, pemerintah tegas terhadap pelaku, juga memberi ultimatum ke perusahaan untuk bersama-sama memberantas narkoba,” ucapnya.