Hakim Terpapar Covid-19, Sidang Dugaan Kekerasan Seksual di Kota Batu Ditunda
Sidang lanjutan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap siswi Sekolah Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu ditunda dua pekan karena ketua majelis hakim terpapar Covid-19. Sidang beragendakan meminta keterangan saksi.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Sidang lanjutan kasus dugaan kekerasan seksual pada anak di Sekolah Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu, Jawa Timur, ditunda dua pekan karena ketua majelis hakim terpapar Covid-19. Sejumlah kelompok masyarakat mendesak kasus ini diselesaikan lebih serius.
Sidang pada Rabu (23/2/2022) beragendakan keterangan para saksi, termasuk korban. Dimulai pukul 10.00, terdakwa JE sempat memasuki ruang sidang tertutup. Namun, lima menit kemudian ruangan dibuka. Semua orang meninggalkan ruangan itu.
Juru bicara Pengadilan Negeri Malang, Mohammad Indarto, mengatakan, sidang ditunda dan akan dilanjutkan pada 9 Maret 2022. Alasannya, ketua tim majelis hakim kasus tersebut diduga terpapar Covid-9.
”Saat tes antigen, hakim terkonfirmasi positif. Oleh karena itu, beliau harus menjalani isolasi dua pekan. Selanjutnya, beliau akan menjalani pemeriksaan lanjutan PCR dan seterusnya. Sidang akhirnya ditunda dan akan dilanjutkan 9 Maret 2022 mendatang,” kata Indarto.
Ketua tim jaksa penuntut umum Yogi Sudarsono mengatakan sudah menyiapkan tiga saksi. Ia mengklaim saksi masih di dalam kendaraan karena majelis hakim belum meminta mereka dihadirkan di dalam sidang.
Yogi mengatakan, kondisi korban saat ini baik dan siap menghadapi rangkaian sidang tersebut. ”Kondisi korban baik dan siap menghadapi kasus ini. Memang harus siap agar kasus ini bisa dituntaskan demi keadilan bagi korban,” kata Yogi, juga Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kota Batu.
Terkait hal ini, Jeffry Simatupang, kuasa hukum JE, menyayangkan korban tidak dihadirkan di ruangan sidang. Tujuannya, agar pembuktian secara materiil dapat berjalan dengan baik.
”Ada permintaan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) bahwa pemeriksaan harus berjalan daring. Padahal, kasus ini sekarang korban bukan lagi anak. Dan majelis pun mengatakan sejak awal bahwa sidang dilakukan secara
offline
. Jadi, kami keberatan terhadap permintaan tersebut,” kata Jeffry.
Ditho Sitompoel, kuasa hukum JE lainnya, meminta semua pihak dalam kasus ini menghormati marwah pengadilan. Salah satunya dengan hadir di persidangan. ”Berani melapor, maka harus berani datang ke pengadilan untuk diuji. Benar tidak laporannya. Karena bagi kami, sejak awal laporan ini tidak benar,” kata Dhito.
Sementara itu, di luar ruangan sidang, sejumlah pihak berunjuk rasa mendesak hakim, jaksa, dan semua orang yang terlibat untuk tidak main-main dengan ini. Arist Merdeka Sirait dari Komnas Perlindungan Anak juga hadir dalam aksi itu.
”Orang-orang berhak mempertanyakan keseriusan sidang ini karena kenapa JE tidak ditahan? Dia sudah ditolak dalam praperadilan, ancaman hukumannya di atas 5 tahun, dan kasus ini sudah berlangsung lama. Kenapa hakim tidak menahan JE? Ada apa ini, jangan main-main dengan kasus predator anak. Di Bandung saja, kasus Herry Wirawan, dia ditahan. Apa yang membuat JE berbeda?” kata Arist.
Kasus dugaan kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu mencuat pada Mei 2021. Sebanyak 14 orang melaporkan kasus ini ke Kepolisian Daerah Jatim. Mereka didampingi Komnas Perlindungan Anak. Kasus ini mengejutkan karena sekolah itu punya citra baik. Pengelolanya menggratiskan sekolah dan menampung anak tidak mampu dari sejumlah daerah.
JE pernah mengajukan sidang praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya pada Januari 2021. PN Surabaya menolak permohonan praperadilan JE. Akibatnya, penetapan JE sebagai tersangka oleh Polda Jatim dianggap sah.
Pada sidang dakwaan, Rabu (16/2/2022), JE didakwa dengan pasal-pasal alternatif. Pasal-pasal itu adalah Pasal 81 Ayat (1) juncto Pasal 76d UU Perlindungan Anak Nomor 17 Tahun 2016 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 81 Ayat (2) UU Perlindungan Anak juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selain itu, ada juga Pasal 82 Ayat (1) juncto Pasal 76e UU Perlindungan Anak juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 294 Ayat (2) ke-2 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Ancaman hukumannya berkisar 3-15 tahun penjara.