Hasil Hutan Bukan Kayu Hutan Samar Kilang di Aceh Mulai Dikelola
Setelah setahun didampingi, kelompok perempuan di Samar Kilang mampu membuat produk, seperti gula aren, manisan aren, tepung, dan keripik berbahan ubi hutan.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI
Anggota kelompok perempuan di Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, mengolah aren menjadi gula aren serbuk, Selasa (25/1/2022). Selain untuk mendorong ekonomi, pemberdayaan perempuan di kawasan hutan Samar Kilang juga mendorong warga memelihara hutan.
SIMPANG TIGA, KOMPAS — Sebanyak 100 perempuan dari enam desa di kawasan hutan Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, dilatih mengelola hasil hutan bukan kayu. Selain untuk meningkatkan ekonomi warga, program itu untuk mendorong warga menjaga kelestarian hutan.
Program pemberdayaan kelompok perempuan itu dilakukan oleh Kata Hati Institute atas dukungan Kedutaan Kanada untuk Indonesia. Pendampingan dilakukan sejak awal 2021 hingga Maret 2022.
Direktur Kata Hati Institute Raihal Fajri saat dihubungi, Rabu (26/1/2022), mengatakan, hutan Samar Kilang menyimpan ragam kekayaan bukan kayu yang bernilai ekonomi tinggi, tetapi selama ini tidak dikelola karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan.
Hasil hutan bukan kayu yang melimpah di hutan Samar Kilang di antaranya janeng (ubi hutan), aren, getah kayu, bambu, rotan damar, buah-buahan, dan madu. Menurut Raihal, jika dikelola dengan baik, hasil hutan itu akan mendatangkan nilai ekonomi tinggi bagi warga.
”Karena belum mengetahui, akhirnya masyarakat membiarkan saja tanaman tersebut tumbuh dan menjadi semak-semak,” kata Raihal.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Tutupan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser di Kabupaten Gayo Lues, Aceh, tahun 2018. Leuser merupakan penyangga bagi dunia penghasil karbon, penyedia air, dan habitat satwa.
Samar Kilang merupakan salah satu daerah terpencil di Kabupaten Bener Meriah. Samar Kilang diapit hutan lindung Kawasan Ekosistem Leuser. Warga hidup dari bertani dan berladang. Secara umum warga di Samar Kilang tertinggal dalam banyak hal. Dalam beberapa tahun terakhir aktivitas illegal logging di kawasan itu masif.
Raihal mengatakan, pemilihan Samar Kilang sebagai daerah dampingan karena dia ingin warga di kawasan hutan dapat hidup sejahtera dari hasil hutan, tetapi tanpa harus menebang kayu. Saat ekonomi warga di kawasan hutan membaik, Raihal berharap hutan akan tetap dijaga.
”Kami ingin memberikan alternatif kepada warga, dengan mengelola hasil hutan bukan kayu, kita bisa berdaya, tanpa harus merambah hutan,” ujarnya.
Kami berharap suatu saat produk perempuan Samar Kilang dapat dipasarkan ke toko daring. (Raihal Fajri)
Setelah setahun didampingi, kelompok perempuan di Samar Kilang telah dapat melahirkan beberapa produk, seperti gula aren, manisan aren, tepung, dan keripik berbahan ubi hutan.
”Kami berharap suatu saat produk perempuan Samar Kilang dapat dipasarkan ke toko daring,” ujar Raihal.
Wakil Bupati Bener Meriah Dailami menyampaikan pihaknya mendukung penuh program pendampingan ekonomi perempuan Samar Kilang. Setelah pendampingan oleh Katahati berakhir, pemerintah akan melanjutkan. ”Manfaatnya dirasakan langsung oleh warga di sini. Saya yakin produktivitas warga Samar Kilang akan meningkat,” ujar Dailami.
Menurut Dailami, kelompok perempuan di Samar Kilang menjadi contoh bagi perempuan lain di kabupaten itu. ”Program ini kita harapkan terbentuk tidak hanya di Samar Kilang,” katanya.
Keterlibatan perempuan mengelola hasil hutan bukan kayu di Bener Meriah juga dilakukan oleh warga Desa Damaran Baru. Mereka mengelola hutan desa sebagai obyek wisata dan memelihara lebah madu.