Kondisi Lima Daerah Aliran Sungai di Kota Jayapura Kritis
Lima daerah aliran sungai di Kota Jayapura dalam kondisi kritis. Diperlukan upaya pemulihan secara komprehensif untuk mencegah banjir terus terjadi di ibu kota Provinsi Papua ini.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
KOMPAS/DOKUMENTASI BALAI WILAYAH SUNGAI PAPUA
Petugas dari Balai Wilayah Sungai Papua membersihkan Daerah Aliran Sungai Acai dari sampah di Kota Jayapura setelah banjir pada 7 Januari 2022.
JAYAPURA, KOMPAS — Aktivis lingkungan dan peneliti dari Universitas Cenderawasih menemukan lima daerah aliran sungai di Kota Jayapura dengan kondisi kritis. Lima daerah aliran sungai ini ialah Kampwolker, Siborgonyi, Acai, Entrop, dan Anafre.
Koordinator Pusat Pengembangan Infrastruktur dan Informasi Geospasial Universitas Cenderawasih Prihananto Setiadji di Jayapura pada Senin (11/1/2022) mengatakan, berdasarkan hasil pantauan di lapangan ditemukan lima daerah aliran sungai (DAS) dengan kondisi semakin sempit dan terjadi pendangkalan akibat timbunan sedimen lumpur.
Didapati beberapa bangunan rumah warga, peternakan dan tempat usaha di bantaran sungai. Jarak rumah warga, peternakan, dan tempat usaha hanya 1 meter hingga 2 meter dari pinggir sungai.
”Kami menemukan kedalaman di salah satu DAS, seperti Siborgonyi, berkurang dari 5 meter menjadi 3 meter. Sementara lebar di DAS Entrop dan Acai kedalamannya berkurang dari 6 meter menjadi 3 meter. Kondisi ini yang memicu banjir di sejumlah lokasi di Kota Jayapura pada 7 Januari lalu,” tutur Prihananto.
Kondisi Sungai Anafre yang penuh dengan berbagai sampah plastik, botol, limbah rumah tangga, dan limbah medis. Panjang sungai ini mencapai 3,63 kilometer dan bermuara di Perairan Jayapura.
Prihananto menuturkan, dibutuhkan upaya pemulihan lima DAS sebagai upaya mitigasi banjir yang melanda Kota Jayapura beberapa tahun terakhir. Salah satu caranya ialah membersihkan bantaran sungai dengan jarak minimal 50 meter.
”Idealnya di sebuah DAS terdapat bantaran banjir yang berarti lebar titik batas muka air normal sungai dengan titik batas pada saat banjir. Sayangnya tidak terdapat lagi bantaran banjir di lima DAS karena tertutupi bangunan warga,” ujarnya.
Ia berharap adanya upaya tegas dari pemda setempat untuk memulihkan lima DAS secara komprehensif. Sebab, upaya pemulihan lima DAS selama ini masih bersifat parsial, seperti pengerukan dan pembersihan sampah di sungai.
”Diperlukan keterlibatan tokoh masyarakat untuk mengimbau warga tidak lagi membuang sampah ke sungai. Diperlukan juga upaya penegakan hukum bagi warga yang menyebabkan kerusakan lingkungan di DAS,” katanya.
Idealnya di sebuah DAS terdapat bantaran banjir yang berarti lebar titik batas muka air normal sungai dengan titik batas pada saat banjir. Sayangnya tidak terdapat lagi bantaran banjir di lima DAS karena tertutupi bangunan warga.
Yehuda Hamokwarong, salah satu pegiat masalah lingkungan di Jayapura, mengungkapkan, pendangkalan di lima DAS ini terjadi karena adanya perambahan hutan di hulu sungai. Kondisi ini memicu hilangnya daerah resapan air sehingga mudah terjadi longsor saat hujan deras.
KOMPAS/FABIO MARIA LOPES COSTA
Sampah menumpuk di pinggiran perairan Teluk Youtefa, Kota Jayapura, Papua, Jumat (26/3/2021). Sampah tersebut kiriman dari Daerah Aliran Sungai Acai.
”Terjadi tanah longsor di hulu sungai secara terus-menerus. Lumpur yang dibawa arus sungai memicu terjadinya pendangkalan. Misalnya kedalaman Sungai Anafre yang berkurang dari 4 meter menjadi 2 meter saja,” kata Yehuda.
Kepala Balai Wilayah Sungai Papua Nimbrot Rumaropen mengatakan, pihaknya sementara menangani upaya pemulihan tiga DAS yang berada di lokasi padat penduduk. Ketiga lokasi ini ialah Siborgonyi, Entrop, dan Acai.
”Kami menemukan banyak sampah plastik dan barang elektronik di tiga lokasi ini. Tim kami juga mengeruk tiga DAS yang terjadi pendangkalan sedimen lumpur dengan kedalaman mencapai 2 meter,” kata Nimbrot.
Wakil Wali Kota Jayapura Rustan Satu menambahkan, tim Balai Wilayah Sungai Papua telah diterjunkan ke tiga DAS, yakni DAS Sungai Acai, Sungai Borgonji, dan Sungai Entrop. Tim akan mendesain rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) berupa pelebaran dan pengalihan arus air di tiga lokasi tersebut.
”Selama ini banyak warga yang membangun rumah di bantaran sungai walaupun tidak mendapatkan izin dari Pemkot Jayapura,” ujarnya.