Penggalangan donasi buku dimulai dua pekan sebelumnya lewat media sosial. Selama masa itulah, mengalir berbagai bantuan dari para pegiat literasi untuk Taman Baco Atap Rumbe.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Buku menjadi hadiah Tahun Baru terindah bagi Rosi (10). Hasil penggalangan donasi dari para pegiat literasi di Jambi akhirnya mewujudkan impiannya dan anak-anak di Desa Jambi Tulo untuk memiliki pepustakaan mini. Mereka namai tempat itu Taman Baco Atap Rumbe.
”Senang nian. Akhirnya kami bisa punya taman baco (baca),” ujar Rosi, menyambut ratusan buku bacaan yang terkumpul di sana, Sabtu (1/1/2022).
Penggalangan donasi buku dimulai dua pekan sebelumnya lewat media sosial. Selama masa itulah, mengalir berbagai bantuan dari taman dan rumah baca yang tersebar di Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, dan Sarolangun. Mereka tergabung dalam Forum Pegiat Literasi Jambi (FPLJ).
Taman baca itu dibangun dengan memanfaatkan sebuah pondok kecil di atas kolam ikan di Jambi Tulo, Kecamatan Maro Sebo, Muaro Jambi. Oleh para pemuda yang tergabung dalam komunitas Muaro Jambi Bersakat, pondok itu dibenahi.
Dinding pondok dan jembatan menuju pondok yang telah lapuk diperbaiki. Lalu, atap yang telah bocor diganti dengan atap rumbia dari donasi sebuah usaha kecil dan menengah kerajinan tangan di Kota Jambi. Adapun rak-rak bukunya dibuat dari limbah kayu di desa.
Demi menyambut para tamu, anak-anak desa itu menghibur mereka dengan musik gambangan, kesenian tradisi lokal. Mereka pun menganyam resam bersama-sama di dalam pondok. Selebihnya, mereka membaca buku dan saling berbagi cerita.
Belum lancar baca
Taman Baco Atap Rumbe lahir atas keprihatinan para orangtua atas kondisi anak-anak di desa itu. ”Anak kami sudah masuk kelas IV, tetapi masih belum lancar membaca,” ujar Adi Ismanto, ayah Rosi.
Dua tahun lalu, Rosi sebenarnya mulai bisa membaca. Namun, ketika pandemi Covid-19 melanda, kegiatan belajar-mengajar (KBM) di sekolah tersendat. KBM dialihkan di rumah.
Selama masa itulah, KBM lebih banyak berisi tugas menyelesaikan soal. ”Karena soalnya sulit-sulit, anak-anak tidak mampu, akhirnya orangtua yang mengerjakan,” ujar ibu Rosi.
Di Jambi Tulo, ada 150-an anak usia sekolah dasar. Sekitar 20 persen belum melek huruf. Kondisi serupa dialami pula anak-anak di Provinsi Jambi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, anak usia 5 hingga 17 tahun yang belum dapat menulis dan membaca mencapai 10,13 persen. Bahkan, masih ditemui remaja hingga dewasa yang tergolong buta huruf. Persentase penduduk buta huruf pada usia di atas 15 tahun mencapai 1,80 persen pada 2019, lalu naik menjadi 1,91 persen pada tahun 2020.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, anak usia 5 hingga 17 tahun yang belum dapat menulis dan membaca mencapai 10,13 persen.
Secara khusus di Kabupaten Muaro Jambi, kondisi buta huruf pada rentang usia yang sama juga naik selama masa pandemi, dari 0,84 persen (2019) menjadi 2,26 persen (2020).
Pustakawan Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Jambi, Rahendra, yang meresmikan Taman Baco Atap Rumbe mengapresiasi inisiatif warga membangun taman baca secara swadaya di tengah berbagai keterbatasan. Kehadiran taman baca sangat tepat untuk membangun tingkat literasi di perdesaan.
Ia pun mendorong keberlanjutan rumah baca itu terus dijaga. Agar taman baca dapat terus disinggahi dan anak makin senang membaca, dibutuhkan kreativitas para pengelolanya.
Pihaknya memberi peluang bagi para pengelola taman dan rumah baca dapat mengikuti magang di perputakaan daerah. ”Nantinya pengelola bisa belajar menyusun katalog buku dan pengelolaan peminjaman,” katanya.
Para pengelola dapat pula berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk memupuk keberlanjutan taman baca. Lebih baik lagi jika taman baca berkembang dan menjadi perpustakaan desa. Dari situ, dana desa dapat dialokasikan untuk pengadaan buku atau pengembangan perpustakaan.
Pegiat literasi dari FPLJ Jambi, Yanti Budiyanti, pun mengingatkan pentingnya keberlanjutan taman baca. Jangan sampai para pengelola semangat di awal, tetapi meredup di tengah jalan, lalu hidup kembali ketika ada program bantuan buku.
Keberlangsungan taman baca, lanjutnya, dapat dipupuk dengan beragam kegiatan. Selain menghidupkan kebiasaan membaca, penting juga untuk menstimulasi anak-anak dengan mendongeng. Selain itu, kemandirian kegiatan di taman baca dapat diperkuat dengan berbagai keterampilan yang menopang kehidupan mereka, semisal membuat kerajinan tangan dan mengolah bahan alam yang ada di desa.
Lewat tengah hari, Rosi bersama rekannya, Sasa, Hera, dan Putri, masih terpaku di tempat, tenggelam dengan buku-buku di tangan. Mereka pun bertekad merawat taman baca agar tetap hidup. Mereka akan mengajak lebih banyak teman datang untuk bergabung.