Tahun 2022, Kewaspadaan Wabah Korona Wajib Hukumnya
Akhir tahun 2021 ditutup dengan kedatangan virus varian Omicron di tengah pelandaian kasus harian Covid-19. Kewaspadaan meminimalkan korban jiwa dan anggaran daerah.
Menjelang akhir September 2021, di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Presiden Joko Widodo menjadi satu dari empat pemimpin dunia yang diundang khusus oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden membahas masa depan penanganan Covid-19 di dunia. Keberhasilan Indonesia menekan laju kegawatan virus korona rupanya diapresiasi dunia.
Mengenakan setelan jas biru, Presiden dengan percaya diri menyapa para peserta pertemuan daring Global Covid-19 Summit itu. Senyum khasnya mekar. Setidaknya ada empat hal yang diusulkan Presiden Joko Widodo bertalian dengan perbaikan arsitektur kesehatan global dikaitkan dengan penanganan wabah seperti saat ini. Salah satu yang diusulkan adalah bagaimana dunia memiliki basis data pakar dan tenaga kesehatan yang bisa digerakkan sewaktu-waktu untuk membantu menangani wabah di suatu negara.
Usulan itu didasarkan pada kesadaran bahwa dunia saling terhubung, seperti tak berbatas. Wabah Covid-19 juga wabah-wabah lain sebelumnya menjadi pelajaran sekaligus momentum dunia untuk bahu-membahu. Orkestrasi yang mumpuni akan menghasilkan simfoni indah yang menghadirkan ketenteraman.
Salah satu faktor yang berperan penting adalah gencarnya vaksinasi. (Bayu Satria Wiratama)
Pertemuan daring itu diadakan Biden atas realitas 4,5 juta jiwa penduduk dunia meninggal karena wabah yang disebabkan virus SARS-CoV-2 tersebut. Negara miskin, berkembang, dan negara maju sama-sama kewalahan menghentikan laju penularan virus.
Data Kementerian Kesehatan RI, jumlah terkonfirmasi positif Covid-19 per 30 September 2021 sebanyak 4.215.104 kasus, 4.037.024 orang sembuh, dan 141.939 jiwa meninggal. Sehari sebelumnya, jumlah kematian harian sebanyak 113 orang. Lima besar sebaran kasus masing-masing DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur.
Baca juga : Penundaan ke Rumah Sakit Penyebab Tingginya Kematian Covid-19
Situasi September itu sungguh berbeda dengan Juli 2021, ketika lonjakan dan kegawatan kasus menimbulkan kepanikan luar biasa. Layanan kesehatan kolaps, pasien dirawat di selasar rumah sakit, kelangkaan tabung oksigen, hingga penuhnya fasilitas mengisolasi pasien aktif Covid-19. Sejumlah kepala daerah meninggal di masa itu.
Belasan kepala daerah meninggal karena positif Covid-19 atau karena penyakit lain. Juli itu, ada Bupati Bekasi Eka Suprija Atmaja dan Bupati Lembata (NTT) Eliaser Yantji Sunur, lalu Bupati Seram Bagian Barat (Maluku) M Yasin Payapo. Agustus, Wakil Bupati Konawe (Sulawesi Tenggara) Gusli Topan Sabara meninggal.
Akhir Juli, Kemenkes menyebut angka kematian kasus positif Covid-19 sepekan terakhir bulan itu naik 36 persen. Tujuh provinsi masuk kategori level 4 atau level tertinggi kematian karena virus korona baru. Indikatornya, 5 kasus kematian per 100.000 penduduk.
Baca juga : Tren Kematian Kasus Positif Covid-19 Naik 36 Persen
Keberadaan varian Delta menjadi salah satu penyebab. Pada 28 Juli, misalnya, jumlah terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 47.791 kasus dengan 1.824 kematian. Kasus kematian tertinggi dilaporkan dari Jawa Timur (401 kasus), Jawa Tengah (398 kasus), dan Jawa Barat (205 kasus) (Kompas.id, 28 Juli 2021).
Situasi yang terjadi berpekan-pekan itu membuat mata dunia tertuju ke Tanah Air. Kemampuan pemerintah menangani kasus dipertanyakan dan dibandingkan dengan situasi sebelumnya yang tak kalah gawat di India.
Lihat juga : Indonesia Sempat Capai Angka Kematian Covid-19 Tertinggi di Asia Tenggara
Namun, semua kegawatan itu akhirnya lewat. Pada Oktober, penambahan kasus harian terkonfirmasi positif Covid-19 kurang lebih ”hanya” 1.000 kasus. Bahkan, sejak September, pemerintah pusat dan daerah mulai melonggarkan mobilitas yang sebelumnya dikenakan aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3.
Pengorbanan daerah
Wajah nasional tak lepas dari pengorbanan daerah. Dari sisi politik anggaran, miliaran rupiah dana pembangunan di setiap daerah dialihkan untuk penanganan Covid-19. Pembangunan infrastruktur, misalnya, macet atau dihentikan.
Pemerintah pusat secara khusus mendorong percepatan serapan anggaran daerah untuk mempercepat penanganan pandemi. Merespons hal itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) yang juga Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar menuturkan, serapan APBD rendah karena permasalahan pada Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) di Kementerian Dalam Negeri (Kompas.id, 22 Juli 2021).
Sementara itu, Koordinator Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) sekaligus Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengungkapkan, rendahnya realisasi anggaran penanganan Covid-19 dalam APBD 2021 karena ada beberapa rumah sakit terlambat mengajukan usulan ke pemerintah provinsi.
Baca juga : Realokasi APBD untuk Covid-19 Lebih dari Rp 55 Triliun
Di sisi lain, sejumlah provinsi mengambil kebijakan khusus. Pemerintah Provinsi Jawa Barat, misalnya, menunda realisasi 11 proyek infrastruktur senilai Rp 140 miliar pada Juli, di antaranya untuk pengadaan obat gratis dan isolasi mandiri. Di DKI Jakarta, realokasi anggaran Juli 2021 sudah lebih dari Rp 2 triliun di tengah angka kasus aktif Covid-19 yang menyentuh angka 100.000 kasus.
Di Jawa Timur, dana Rp 1 triliun dialokasikan untuk belanja tidak terduga terkait dengan penanganan Covid-19. Jumlah itu termasuk dalam Rp 4,5 triliiun alokasi untuk bidang kesehatan. Secara akumulatif, sejak 17 Maret 2020, kasus penularan korona di Jatim sebanyak 197.092 orang (Kompas.id, 12 Juli 2021).
Selain ditopang refocusing (realokasi) anggaran, program vaksinasi Covid-19 yang terus didorong melibatkan TNI/Polri dan BUMN turut melandaikan kasus penularan. Di luar persoalan ketidakrapian pelaksanaan vaksinasi massal di sejumlah instansi, vaksinasi jelas-jelas membalik keadaan dari risiko penularan tinggi menjadi peluang bertahan.
Baca juga : Percepat Vaksinasi Covid-19 di Seluruh Daerah
Epidemiolog Universitas Gadjah Mada, Bayu Satria Wiratama, menilai, salah satu faktor yang berperan penting adalah gencarnya vaksinasi. Selain itu, pelaksanaan test, tracing, dan treatment (3T) atau tes, lacak, dan perawatan yang membaik. Faktor lainnya pelaksanaan protokol kesehatan 5M, yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
”Vaksinasi, 3T, dan 5M itu semua berperan. 3T kita, kan, sekarang lebih baik karena jumlah petugas pelacakan lebih banyak. Vaksinasi juga semakin membaik dan edukasi 5M di masyarakat juga,” ujar Bayu, Rabu (29/12/2021).
Di Provinsi DI Yogyakarta, misalnya, sejak September 2021, jumlah kasus Covid-19 menurun drastis yang berlanjut hingga Desember. Beberapa hari terakhir, jumlah kasus baru harian selalu di bawah 10 kasus. Begitu pun situasi pandemi nasional yang relatif terkendali.
Bandingkan dengan situasi Juli 2021, ketika ketar-ketir memayungi warga Yogyakarta karena kolapsnya fasilitas kesehatan. Kabar kematian menyeruak, juga di daerah lain. Hanya saja, di DIY ramai di media arus utama dan media sosial, ketika puluhan pasien Covid-19 meninggal di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Kabupaten Sleman, dikaitkan dengan kelangkaan oksigen.
Baca juga : Lonjakan Pemakaman Protokol Covid-19 di DIY Didominasi Pasien Isolasi Mandiri
Pada Juli itu jumlah kasus Covid-19 di DIY memang melonjak signifikan menjadi 57.374 kasus. Agustus, jumlahnya menurun 32.085 kasus, meski masih tergolong tinggi.
Secara umum, tingginya penularan dan ketidakdisiplinan warga menerapkan protokol kesehatan seperti tidak bermasker ketika di luar rumah adalah wajah nasional, mulai dari Aceh hingga Papua, atau kota-kota besar seperti Medan, Makassar, Balikpapan, hingga daerah-daerah di NTT.
Situasi terkini
Penegakan protokol kesehatan dan vaksinasi menjadi senjata ampuh menekan laju penularan, yang dibarengi PPKM dan vaksinasi dari pintu ke pintu. Bahkan, sejak November, vaksinasi sudah menyasar pelajar setingkat SMP dan SMA setelah banyak menyasar kalangan lanjut usia.
Daerah juga melakukan terobosan demi mengendalikan pandemi. Di Jabar, ribuan mahasiswa bidang kesehatan direkrut menjadi vaksinator. Kebutuhan oksigen dengan mencari langsung ke daerah pemasok seperti Sumatera Selatan.
Menjelang akhir 2021, indikator pengendalian pandemi di Jabar membaik. Penambahan kasus pekan keempat Desember rata-rata di bawah 30 kasus per hari. Tingkat keterisian rumah sakit di bawah 3 persen. Adapun capaian vaksinasi dosis pertama 72,88 persen dan dosis kedua 52,93 persen.
Baca juga : Jabar Prioritaskan Vaksinasi ”Door to Door” bagi Warga Mobilitas Terbatas
Menurut Gubernur Jabar Ridwan Kamil, membaiknya sejumlah indikator pandemi disebabkan kepemimpinan satu komando. Contohnya, penerapan PPKM pada 2021 dilakukan serentak. Tahun 2020, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hanya diterapkan di beberapa kota berdasarkan usulan daerah. ”Kalau dulu (2020), tercerai berai,” ujarnya di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (28/12/2021).
Ketersediaan vaksin juga melimpah sehingga mendukung percepatan vaksinasi untuk mencapai kekebalan komunal (herd immunity).
Baca juga : Terus Meningkat, Indonesia Deteksi 46 Kasus Omicron
Akhir tahun ini Kamil mensyukuri banyaknya berita baik. Tahun 2022, yang datangnya esok hari, patut dan wajib dijalani dengan kewaspadaan tinggi seiring dengan kemunculan varian Omicron.
Hanya dengan kewaspadaan dan konsistensi kebijakan berorientasi sadar bahaya Covid-19, reputasi Indonesia menangani wabah tetap harum. Undangan khusus untuk Presiden Joko Widodo di forum global pun tepat dan relevan.