Pemburu, Pedagang, hingga Perajin Gading Divonis 3 Tahun Penjara
Vonis komplotan perdagangan gading gajah ditanggapi beragam. Muncul usulan revisi UU No 5/1990 tentang Konservasi karena telah berumur 31 tahun sehingga perlu penyesuaian.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·3 menit baca
IDI RAYEUK, KOMPAS — Pengadilan Negeri Idi Rayeuk, Aceh Timur, Aceh, memvonis pembunuh gajah berikut jaringan perdagangan hingga perajin gading 3 hingga 3,5 tahun penjara. Vonis ditanggapi beragam.
Pembunuh gajah, Zainal (34), dan Edi Murdani (41), penadah gading gajah, divonis masing-masing 3 tahun 6 bulan penjara. Sementara Soni (36) dan Jefri (49), perantara, serta Rinaldi (46), pembeli gading yang merupakan perajin, masing-masing divonis 3 tahun penjara.
Kepala Subseksi Pra-penuntutan Kejaksaan Negeri Aceh Timur Muhammad Iqbal dihubungi pada Kamis (16/12/2021) menuturkan, para terdakwa itu dituntut masing-masing 4,6 tahun penjara, tetapi hakim menjatuhkan hukuman di bawah tuntutan. Sementara ancaman tertinggi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi adalah 5 tahun penjara.
Sidang pembacaan putusan berlangsung pada Rabu (15/12/2021). ”Kami tetap apresiasi terhadap putusan hakim. Sejauh ini kami belum menentukan banding atau tidak,” kata Iqbal.
Kasus pembunuhan gajah yang melibatkan para terdakwa itu mulai ditangani polisi pada 11 Juli 2021. Sebelumnya, bangkai gajah tanpa kepala ditemukan di sebuah perkebunan sawit di Desa Jambo Reuhat, Kabupaten Aceh Timur.
Sepekan setelah temuan itu, polisi dapat mengungkap kasus itu. Polisi menangkap Zainal, seorang warga Aceh Timur, pelaku utama pembunuhan itu. Sebelum memotong kepala dan mengambil gading, gajah itu terlebih dahulu diracun.
Sepasang gading itu kemudian ditampung oleh Edi Murdani. Edi kemudian menjual gading itu kepada penghubung hingga berakhir pada Rinaldi, seorang perajin di Bekasi, Jawa Barat. Rinaldi menjadikan gading gajah sebagai bahan pembuatan hiasan dan pipa rokok.
Rinaldi menjadikan gading gajah sebagai bahan pembuatan hiasan dan pipa rokok.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto menuturkan, vonis tersebut cukup tinggi. Dia melihat instansi penegak hukum memiliki komitmen yang kuat terhadap perlindungan satwa. Dia juga berharap hukuman memberikan efek jera dan pesan keras kepada para pelaku perburuan satwa.
Namun, Agus mengatakan, selain penegakan hukum yang harus diperkuat, pencegahan juga perlu didorong agar tidak ada lagi satwa yang mati ditangan pemburu. "Satwa yang sudah mati tidak dapat dihidupkan, namun yang masih hidup harus kita lindungi," ujar Agus.
Namun Manajer Program Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK) Missi Muizzan berpendapat vonis terhadap pelaku dan penadah terlalu rendah. Menurut Missi seharusnya pelaku utama harus divonis berat.
Adapun penadah yakni Edi dapat dijerat dengan UU Pencucian Uang. Terlebih Edi juga menjadi tersangka dalam kasus perdagangan gading di Aceh Jaya yang sedang dalam proses hukum.
"Saya kecewa dengan vonis rendah. Pembunuhan gajah adalah kejahatan luar biasa. Jika penegakan hukum lemah, perburuan akan terus terjadi," kata Missi.
Missi mengatakan UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi sudah saatnya direvisi dengan memperkuat perlindungan dan memperberat sanksi, sebab UU tersebut telah berumur 31 tahun sehingga perlu penyesuaian dengan kondisi saat ini.